Mohon tunggu...
Chandra Budi
Chandra Budi Mohon Tunggu... -

Bekerja di Ditjen Pajak

Selanjutnya

Tutup

Money

Leader, Manajer atau Direktur

15 Desember 2010   03:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:43 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, saya merasakan langsung berhadapan dengan berbagai tipe karakter. Saya bekerja di organisasi besar, milik Pemerintah.  Kebetulan dipercaya menjabat sebagai seorang Kepala Seksi, middle manager, mungkin. Ada satu proyek yang menjadi tanggungjawab saya.  Berbagai rapat, koordinasi, dan pelelangan telah digelar sebelumnya untuk memilih rekanan pelaksana proyek ini.  Saya terlibat detail satu persatu. Saya pernah melahap berbagai teori leadership, melalui training atau baca buku sendiri.  Saya juga pernah membaca secara tuntas Buku Biru milik Dino Patti Djalal tentang Seni Memimpin SBY.  Semuanya melekat pada diri saya, dan berusaha semakismal mungkin saya terapkan. Kemaren teapatnya, proyek berlangsung di kantor saja.  As of manager, saya menugakan staf saya untuk memonitor dan melaporkan segala perkembangan pekerjaan.  Saya juga ikut nongkrongin pelaksanaan pekerjaan tersebut seharian.  Karena pekerjaan ini kemungkinan selesaiu larut malam, maka saya mendelegasikan agar staf saya ini ikut mendampingi, sampai selesai.  Saya pikir, saya harus percaya dan memberikan delegasi kepada dia.  Agar dia merasa bertanggungjawab dan merasa dihargai tentunya.  One of leaderships skills : Delegating! Tetapi, di Organisasi saya yang terpandang ini, semuanya tidak dinilai dari tingkat efisiensi, efektifitas atau delegasi.  Seorang Direktur, yang tentunya tahu persis skills kepemimpinan tidak serta merta memahaminya.  Dia hanya menuntut kehadiran secara fisik seseorang, walaupun belum jelas harus mengerjakan apa!.  Demikian juga rekan kerja, yang nota bene seorang manajer pula, berpikiran idem tito dengan sang Direktur.  Entah dengan maksud mencari muka kepada Sang Direktur maka rela hadir tanpa tujuan jelas.  Hanya hadir dan ngobrol tidak karuan sampai larut malam!. Memang menjadi seorang pemimpin atau leader tidaklah mudah.  Keahlian leadership dan coaching sebagai syarat seorang pemimpin tidaklah diterapkan, walaupun pasti diketahui teorinya.  Apalagi ketika jabatan sudah menjadi dewa, maka pattern majikan-karyawan masih mendominasi. Andainya para Direktur atau Manajer itu seorang Leader, maka semuanya pasti bahagia.  Coaching selalu diberikan kepada bawahan, cara menegur, cara menyapa bahkan cara berkomunikasi pastilah membahagiakan. Tapi, saya sadar, tidak semua Direktur atau Manajer itu seorang Leader.  Namin pastilah seorang Leader tersebut mampu menjadi Direktur atau Manajer.  Saya yakin itu. Mudah mudahan saya mampu menjadi seorang Leader!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun