Mohon tunggu...
Ahmad Chandra Agasetyoadi
Ahmad Chandra Agasetyoadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Malang (UM)

Saya merupakan mahasiswa ekonomi pembangunan yang memiliki hobi pada bidang visual. Seperti fotografi, videografi dan video editing. Menulis merupakan hobi kedua saya, karena saya sangat suka memberikan informasi yang faktual kepada pembaca. Hal ini karena pembaca sangat memerlukan informasi yang penting dan relevan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Inggris dan Level Inflasi Tertingginya

28 Oktober 2022   19:37 Diperbarui: 28 Oktober 2022   19:44 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

nflasi di Inggris berada pada level tetingginya dalam 40 tahun terakhir. Inflasi ini dikarenakan kenaikan harga pangan dan energi. Menurut Kantor Statistik Nasional (ONS) mengatakan bahwa tingkat inflasi tahunan inggris naik menjadi 10,1 persen pada bulan September. Sebelumnya pada bulan Agustus lalu tingkat inflasi yang tercatat adalah 9,9 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa 1 bulan saja Inggris mengalami kenaikan inflasi sebesar 0,2 persen. Percepatan inflasi Inggris yakni sebesar 14,6 persen year on year (yoy), dan harga makanan merupakan kontributor terbesar dalam tingginya tingkat inflasi di Inggris ini. Disisi lain kebijakan pajak rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menyebabkan Inggris berada di krisis yang semakin parah.

            Hal ini menyebabkan Perdana Menteri Inggris Liz Truss mengundurkan diri dikarenakan kebijakannya yang gagal dalam menangani pertumbuhan ekonomi di Inggris. Perubahan terbaru dalam pekerjaan utama Inggris memiliki efek positif pada pound sterling dan imbal hasil obligasi negara jangka panjang. Tetapi reaksi pasar keuangan telah diredam dibandingkan dengan gejolak keuangan yang dituduhkan pada mantan perdana menteri Liz Truss dan mantan kanselir Kwasi Kwarteng dalam beberapa pekan terakhir. Setelah anggaran mini pada 23 September, pasar bereaksi terhadap kebijakan yang buruk: strategi Truss untuk melakukan pemotongan pajak besar-besaran tanpa memberikan banyak kepastian tentang bagaimana ini akan didanai. Pembalikannya membawa imbal hasil obligasi turun dari tertinggi baru-baru ini (pada dasarnya mengurangi biaya pinjaman pemerintah) dan membuat pound terapresiasi. Namun secara keseluruhan, kerugian pasar yang terlihat setelah anggaran mini hampir tidak dapat dipulihkan.

            Bagi investor, kebijakan ekonomi yang sehat dan stabil jauh lebih penting daripada orang yang berada di Nomor 10. Dan itulah sebabnya, bahkan dengan perdana menteri baru, pergerakan pasar baru-baru ini menunjukkan investor terus melihat masalah yang lebih signifikan dengan ekonomi Inggris, baik segera maupun setelahnya. jangka panjang. Dalam jangka pendek, imbal hasil obligasi negara Inggris telah melonjak setelah anggaran mini, meningkatkan biaya pinjaman pemerintah. Kurangnya perkiraan yang menyertai oleh Kantor Tanggung Jawab Anggaran (OBR) memperburuk reaksi negatif ini.

            Sebelum ini, Bank of England telah mempertimbangkan latihan penjualan obligasi untuk mencoba membawa kenaikan inflasi kembali ke target 2% dengan mengurangi jumlah uang beredar (ini dikenal sebagai pengetatan kuantitatif). Sebaliknya, itu harus cepat berubah arah setelah anggaran mini. Ini tidak hanya menunda pengetatan ini, tetapi juga memulai kembali pelonggaran kuantitatif dan pembelian obligasi, menjanjikan untuk membeli hingga 10 miliar dalam gilt per hari untuk mengatasi krisis terkait di antara dana pensiun. Dua hal sekarang akan menentukan dinamika imbal hasil obligasi negara di masa depan dan mendikte biaya pinjaman pemerintah.

            Pertama, kejelasan tentang berapa lama Bank of England berencana untuk melanjutkan kebijakan pelonggaran kuantitatif (membeli obligasi untuk menjaga imbal hasil tetap rendah) sebelum kembali ke pengetatan kuantitatif lagi. Pasar mengamati tindakan ini dengan sangat hati-hati dan saran apa pun bahwa dukungan oleh Bank akan dihentikan dapat membuat para pedagang dan investor gelisah.

            Kedua, rencana fiskal jangka menengah pemerintah, yang saat ini dijadwalkan pada 31 Oktober, juga akan mempengaruhi imbal hasil obligasi. Berbeda dengan anggaran mini, rencana ini akan datang dengan penilaian mendalam dari OBR, memberi pasar lebih banyak informasi. Plus, kanselir saat ini, Jeremy Hunt, telah membawa beberapa langkah rencana fiskal ke depan untuk meredakan kekhawatiran pasar. Namun, masih belum jelas seperti apa rencananya. Strategi pemotongan utang dari Hunt dan pemerintah baru yang dipimpin oleh Rishi Sunak harus meyakinkan pasar tentang stabilitas fiskal Inggris, tetapi masih belum diketahui apakah ini akan terjadi melalui lebih banyak pajak atau lebih sedikit pengeluaran. Beberapa bukti tentang apa yang terbaik bagi perekonomian mendukung peningkatan pajak penghasilan modal (pajak capital gain dan pajak warisan) daripada memotong pengeluaran publik atau menaikkan pajak penghasilan. Dalam jangka panjang, masalah utama Inggris adalah pertumbuhan yang stagnan dan kurangnya produktivitas. Dan jika pemerintah baru mengatasi masalah saat ini dengan menaikkan pajak dan memotong pengeluaran -- di samping suku bunga yang lebih tinggi dari Bank of England -- akan ada lebih banyak penderitaan ekonomi.

            Menurut Resolution Foundation, pada pandemi 2020 pendapatan kelas pekerja naik sebesar 0,7 persen pertahun. Angka ini jauh dari hasil survei yang diambil pada dekade sebelumnya yaitu pada antara tahun 1961-2005. Yang dimana angka tersebut sebesar 2,3 persen. Penurunan tingkat upah yang terjadi ini berdampak pada gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK. Perusahaan swasta dan perusahaan milik negara menyadari bahwa pemutusam hubungan kerja atau PHK merupakan solusi yang tepat. Hal ini karena perusahaan ingin tetap bertahan dengan adanya krisis ekonomi yang sedang terjadi di Inggris. Royal Mail (perusahaan layanan pos inggris) mengatakan bahwa pada bulan Agustus 2023  berencana akan memangkas karyawannya sebanyak 5.000 sampai 6.000, penyebabnya karena adanya perselisihan serikat pekerja.

            Krisis biaya hidup yang terjadi di Inggris menyebabkan masyarakat Inggris sulit untuk memenuhi kebutuhannya karena tingginya harga kebutuhan pokok. Menurut data asumsi.com kenaikan harga makanan di Inggris naik sebesar 12,6 persen, gas naik sebesar 91 persen, harga listrik naik sebesar 70 persen, harga susu naik sebesar 34 persen, harga tepung terigu naik sebesar 29,7 persen, harga mentega naik sebesar 27 persen dan harga pasta naik sebesar 24,4 persen. Jika disimpulkan kenaikan harga gas merupakan yang tertinggi, penyebab tingginya harga gas tersebut adalah karena adanya pembatasan ekspor gas cair oleh Russia. Akibatnya harga gas di negara-negara Uni Eropa melambung tinggi dan menyebabkan krisis terhadap gas. Lonjakan inflasi yang tajam juga disebabkan karena invasi Russia ke Ukraina, sehingga menyebabkan masalah pada rantai pasokan pada era pandemi. Dan sebagian besar bank sentral memperketat kebijakan moneter mereka dan menaikkan suku bunga lebih cepat.

            Selain itu akibat dari naikknya harga kebutuhan pokok ini menyebabkan banyak warga Inggris mengurangi porsi makan mereka, agar mereka bisa menyalakan pemanas ruangan pada musim dingin. Atau sebaliknya jika mereka tidak mengurangi porsi makan maka mereka harus kedinginan pada musim dingin, hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan, mengingat rendahnya suhu di Inggirs   karena mereka bisa terkena hipotermia. Kemudian dampak negatif sosialnya adalah banyaknya warga Inggris beralih menjadi pekerja seks guna menghidupi keluarganya. Menurut Data English Collective of Prostitution menyebutkan bahwa pada bulan juni dan September akhir terdapat tambahan 1/3 perempuan menjadi pekerja seks atau PSK. Warga yang menjadi pekerja seks atau PSK ini merupakan orang tua tunggal. Dan pekerja seks ini termasuk bisnis prostitusi yang dilegalkan di inggris, sehingga pekerja seks tidak khawatir akan sanksi pidana akibat bisnis prostitusi.

            Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt berjanji bahwa pemerintah akan mengupayakan untuk memprioritaskan bantuan pada kelompok yang paling rentan. Upaya tersebut agar masyarakat yang terdampak krisis ekonomi masih dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Selain itu Jeremy Hunt mengatakan bahwa upaya ini bertujuan untuk stabilitas ekonomi yang lebih luas dan mendorong pertumbuhan jangka panjang. Seharusnya langkah yang tepat untuk dilakukan oleh Pemerintah Inggris adalah mengevaluasi kebijakan pajak rendah tersebut dan memberikan bantuan yang intensif untuk warga yang terdampak, hal ini agar tercermin rasa kepedulian dan tanggung jawab karena kesalahan pengambilan kebijakan. Jika hal ini tidak segera direalisasikan maka warga akan sangat terdampak. Apalagi mengenai perkiraan bahwa krisis ini akan mereda pada tahun 2023 mengharuskan pemerintah untuk memberikan bantuan secara intensif selama beberapa bulan kedepan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun