Jurnalistik online adalah bentuk jurnalis yang terdapat pada media online seperti website, blog, forum, sosial media atau media-media online lainnya. Sama seperti Jurnalistik konvensional, jurnalistik online juga harus menaati kode etik wartawan, dan melakukan tugas-tugas jurnalis pada umumnya. Bedanya hanya pada media yang digunakan untuk menyajikan berita. Jurnalistik online merupakan jurnalis generasi ketiga.Â
Jurnalistik online sering disebut juga sebagai Jurnalis Internet (Internet Journalism), Jurnalis Website (Web Journalism), Jurnalis Digital (Digital Journalism), Jurnalis Siber (Cyber Journalism), atau juga Jurnalis Judul (Heading Journalism). Jurnalistik generasi pertama adalah jurnalistik cetak, yang menyajikan berita melalui media cetak seperti surat kabar atau majalah.Â
Jurnalisme generasi kedua adalah jurnalisti elektronik, yang menyajikan berita dalam media elektronik seperti radio atau televisi. Prinsip dasar jurnalistik online menurut Paul Bradshaw yaitu harus adanya Brevety (ringkas), Adaptabillity (mampu beradaptasi), Scannabillity (dapat dipindai), Inreractivity (Interaktivitas), dan Community and Conversation (komunitas dan percakapan). Setiap jurnalis dewasa ini dituntut untuk bisa menjadi jurnalis online, karena hampir semua media cetak dan media elektronik kini telah memiliki versi media online agar bisa diakses oleh pembaca dari seluruh dunia.
Tentunya para pengonsumsi bacaan atau informasi didunia harus menumbuhkan minat baca terlebih dahulu sebelum mencapai tahap kepuasaan akan isi bacaan atau informasi tersebut. Minat baca merupakan kecenderungan jiwa yang mendorong seseorang berbuat sesuatu terhadap membaca.Â
Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri.Â
Menumbuhkan minat baca seorang anak lebih baik dilakukan pada saat dini, yaitu pada saat anak baru belajar membaca permulaan, atau bahkan pada saat anak baru mengenal sesuatu. Kedudukan minat dalam membaca menduduki tingkat teratas, karena tanpa minat seseorang akan sukar melakukan kegiatan membaca.Â
Faktor-faktor yang mempengaruhi minat baca menurut Lamb dan Arnold (Rahim, 2005) adalah faktor psikologis (mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin), faktor intelektual (kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan  pengetahuan yang telah diperoleh), faktor lingkungan (latar belakang pengalaman dan sosial ekonomi individu), dan faktor psikologis (motivasidan kematangan sosial, ekonomi, dan penyesuaian diri).
Kondisi minat baca bangsa Indonesia sendiri memiliki tingkat intensitas yang cukup memprihatinkan. Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).Â
Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Salah satu faktor penyebab kurangnya budaya membaca di Indonesia yaitu masih mendominasinya budaya bertutur, padahal yang kita tahu bahwa negara yang maju adalah negara yang memiliki hasrat dalam meningkatkan budaya minat baca.
Dengan adanya LINE Today ini diharapkan akan membantu masyarakat dalam meningkatkan intensitas minat baca di Indonesia khususnya bagi mahasiswa melihat dari kepraktisan dalam memaparkan informasi, walaupun didalamnya memiliki unsur-unsur kontroversi seperti menjadi provokator isu, alat politik dan adu domba, dan menampilkan informasi yang tidak patut dibaca oleh anak dibawah umur.Â
Ini menjadi syarat penting agar para masyarakat khususnya remaja harus bisa menyaring segala informasi yang beredar dengan sebaik mungkin. Karena seperti yang kita lihat kebanyakan mahasiswa zaman sekarang lebih mengedepankan kepraktisan dan keefektivisan. Terkadang judul yang disajikan oleh LINE Today sudah dapat mengimplemetasikan isi dari berita itu sendiri, bisa sesuai dan bisa tidak.