Mohon tunggu...
sichanang
sichanang Mohon Tunggu... Lainnya - Gak perlu ucapan terimakasih atas pelaksanaan tugas!

Penulis. Pernah cantumin pekerjaan 'penulis' di ktp tapi diganti sama pak RT. Blog pribadi : http://sichanang.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rame-Rame Tolak Study Tour, Benarkah Itu Solusinya

14 Mei 2024   15:57 Diperbarui: 15 Mei 2024   20:18 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto : Radar Cirebon)

Bangsa Kita Perlu Berbenah Total

Catatan dari berbagai kejadian kecelakaan yang berujung tragedi coba penulis rangkum, banyak unsur yang menjadi penyebabnya. Tanpa bermaksud mengingkari takdir dan kehendak Tuhan, faktor kelalaian manusia merupakan sumber terbesar penyebab terjadinya kecelakaan. Serta, faktor lain seperti kerakusan dan ketamakan manusia juga turut andil menjadi penyebab. Dan ini wajib untuk diperbaiki kalau bangsa ini hendak memperbaiki hidup dan kehidupannya agar naik level. Tentu saja ini juga untuk meminimalisir jatuhnya korban karena ulah manusia. Kita sudah cukup sering meneteskan air mata, meratapi kematian, juga penderitaan yang disebabkan oleh tindakan meremehkan hal-hal yang dianggap sepele namun berakibat fatal.

Selama ini kita seolah berbangga bahwa hal itu menjadi khas milik bangsa Indonesia. Kalau bukan begitu sepertinya enggak Indonesia banget. Tapi ketika jatuh korban, semua orang seolah paling depan mengelak, lepas tangan dari tanggung jawab. Sampai kapan ini harus dibiarkan terjadi!

Faktor kelalaian ini kerap dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan profesinya. Sudah bukan rahasia lagi, banyak pihak yang mengesampingkan pentingnya uji kelayakan kendaraan. Siapa saja yang lalai? Pasti yang pertama adalah petugas penguji. Kewenangannya diberikan sebagai tanggung jawab yang besar untuk bekerja secara profesional menguji apakah kendaraan tertentu memang layak atau tidak untuk dikendarai di jalan umum. Namun banyak kasus 'permainan kongkalikong' sehingga uji kelayakan ini dianggap formalitas belaka, bahkan kerap kita dengar bisa dipermainkan dengan uang pelicin. Apabila itu sungguh terjadi dan mengakibatkan kendaraan mengalami kecelakaan, petugas tersebut tentu menanggung dosa yang sangat besar. Mungkin karena sulit dibuktikan, maka dianggap biasa dan lama-kelamaan dianggap sebagai kewajaran.

Pihak pemilik perusahaan bis juga menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Banyak kejadian karena ingin memperoleh keuntungan yang besar, mereka enggan untuk memenuhi kelayakan kendaraan yang menjadi sumber penghasilannya. Lalu, kelalaian berikutnya juga kerap terjadi pada sopir, sebagai pengendara tak jarang mereka mengabaikan faktor profesionalitas, seperti tidak memenuhi kecukupan istirahat sebelum mengemudi, tidak melanggar peraturan lalu lintas, dan lain sebagainya. Kelalaian-kelalaian ini sudah seharusnya diminimalisir dengan sikap profesional dan penuh tanggung jawab terhadap profesinya masing-masing, agar di kemudian hari tidak terjadi lagi tragedi yang mengenaskan hingga hilangnya nyawa sia-sia. Termasuk juga pihak berwenang lain, seperti pemerintah juga bertanggung jawab memenuhi kebutuhan sarana dan pra sarana agar kelancaran berkendara terpenuhi dengan baik.

Di samping faktor-faktor tersebut, faktor ketamakan juga turut andil menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Di dalam berita maupun info di media sosial diungkapkan bahwa biaya yang ditanggung peserta didik untuk ikut dalam kegiatan studi tour tidaklah kecil. Namun dengan fakta bahwa kendaraan yang ditumpanginya bisa dibilang di bawah standar, patut dicurigai adanya 'permainan' pada proses penyewaan kendaraan. Kerap kita dengar adanya istilah 'uang komisi' atau cashback, dan istilah sejenis lainnya, untuk proses penyewaan kendaraan tertentu. Andai ada pihak yang mengambil keuntungan pribadi  dalam proses ini, maka dia turut pula menanggung dosa atas terjadinya tragedi itu. Praktik-praktik semacam ini sudah saatnya diakhiri, kalau bangsa ini tidak mau menghadapi penyesalan, penderitaan yang kian berlarut.  

Anggaplah benar tudingan netizen bahwa ada oknum guru / oknum pihak sekolah yang 'bermain' untuk memperoleh keuntungan. Kasus seperti ini jelas sulit dibuktikan atau disangkal. Namun yang diperlukan adalah upaya memperbaiki atau menyudahinya. Untuk mengeliminir tudingan semacam itu, kini sudah seharusnya para pendidik atau petugas yang berwenang mulai sadar, bahwa andai itu dilakukan dapat merugikan dan berakibat fatal. Apabila guru ingin mencari tambahan pendapatan di luar profesinya, banyak cara yang ditempuh. Kalau pun masih ingin terkait dengan profesinya, kiranya menjadi penulis di Kompasiana cukup menjanjikan. Dan sepertinya banyak guru yang telah melakukannya. Atau, raihlah prestasi, seperti menjadi Guru Berprestasi yang tiap tahun diapresiasi oleh Kemndikbud. Serta masih banyak cara lain yang lebih terhormat.

Persoalan lain yang juga kerap menjadi keluhan para orang tua adalah beratnya biaya studi tour bagi ortu yang secara ekonomi pas-pasan. Seharusnya persoalan ini bisa diselesaikan dengan kerjasama baik antara para orang tua dan pihak sekolah. Harus ada pihak yang merelakan waktu dan tenaga dari pihak sekolah, dan dari pihak orang tua murid adanya kemauan dan kerja keras. Apabila para pihak menyadari bahwa kegiatan semacam ini jelas dan memiliki manfaat, artinya bisa dirancang jauh-jauh hari sebagai sebuah program yang terencana. Dalam perencanaan itu diberi keleluasaan pada orang tua murid untuk menabung atau mencicil pembayarannya sepanjang siswa bersekolah. Memang akan merepotkan bagi pihak sekolah, namun niat baik dan kerjasama yang baik tentu akan membuahkan kebaikan pula di kemudian hari. Program-program yang terencana dan teragendakan seperti ini biasanya dikesampingkan oleh pihak sekolah, karena dianggap merepotkan. Padahal kita sadar, dengan langkah dadakan dan tanpa perencanaan yang matang, sebuah program akan mendatangkan persoalan di kemudian hari.

Akhirnya, menjadi pertanyaan besar, benarkah langkah menuntut dihentikannya kegiatan studi tour itu menjadi solusi? Tanpa perbaikan semua persoalan yang terkait, kiranya bangsa ini akan jalan di tempat dan mengulangi tragedi tetap terjadi, lalu semua menyesali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun