Mohon tunggu...
sichanang
sichanang Mohon Tunggu... Lainnya - Gak perlu ucapan terimakasih atas pelaksanaan tugas!

Penulis. Pernah cantumin pekerjaan 'penulis' di ktp tapi diganti sama pak RT. Blog pribadi : http://sichanang.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyorot Pakaian Presiden Jokowi di Hari Kemerdekaan ke-78

21 Agustus 2023   11:18 Diperbarui: 21 Agustus 2023   11:37 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita telah saksikan kekhidmatan hingga kemeriahan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ke 78. Semoga makin bertambahnya angka peringatan ini menambah pula 'rasa merdeka' bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini merupakan harapan sekaligus doa yang harus terus kita pupuk bersama sebagai sebuah bangsa. Sedih rasanya ketika bangsa ini sedang merayakan hari kemerdekaan, tapi masih banyak warga bangsanya yang masih teriak 'belum merdeka'.

Tulisan ini tentu saja bukan akan menjawab mengapa masih ada warga bangsa yang merasa belum merdeka. Seperti judul tulisan ini, aku ingin menyorot pakaian yang dikenakan presiden Jokowi saat upacara peringatan HUT ke-78 RI kemarin. Dilansir oleh berbagai media, Presiden Jokowi mengenakan baju adat daerah Ageman Songkok Singkepan Ageng. Umumnya, baju adat ini dipakai oleh para Raja Pakubuwono Surakarta Hadiningrat dalam acara Enggar-Enggar Soho Tedhak Loji, yaitu raja keluar dari keraton dengan menaiki kereta kuda diikuti perangkat keraton untuk terjun langsung melihat kondisi kawulo atau masyarakat. Demikian penjelasan Deputi Bidang Pers, Protokol, dan Media Sekretariat Presiden.

Namun,aku tergelitik dengan postingan seorang kawan, orang Solo, terkait baju presiden Jokowi ini. Di facebooknya dia menulis begini, "Itu baju keraton Solo. Menariknya, yang dipilih ini bukan baju tipe seremonial kayak yang biasa orang liat. Ini baju komandan tempur. Baju perang. Kira-kira ada pesan apa ya dibelakangnya?"

Tentu tulisan ini juga bukan hendak mempertentangkan siapa yang tepat dalam menjelaskan pakaian adat yang dipakai presiden Jokowi tersebut. Aku lebih tertarik untuk menyorot pesan apa yang tersirat dari pakaian yang dipilih itu. Dalam pandanganku, ada beberapa hal yang menarik disini. Pertama, merujuk pada penjelasan Deputi bidang pers, dapat kita tangkap bahwa presiden Jokowi memang sosok yang merakyat. Senang terjun langsung bersentuhan dengan kawulo. Terbukti hingga kini loyalisnya mampu mengubah peta politik Indonesia dengan munculnya sederet barisan pendukungnya. Dan tentu saja seperti yang sering kita lihat di berbagai acara, presiden Jokowi kerap merepotkan protokol dan paspamres dengan aksi spontanitasnya. Kedua, merujuk pada pertanyaan seorang teman itu, sepertinya presiden Jokowi hendak menunjukkan identitas aslinya sebagai 'wong Solo'.  Diantara orang Jawa pada umumnya, orang Solo dikenal memiliki ciri dan karakter khas, yang berbeda dengan Jawa lainnya. Orang jawa, dan juga Solo dikenal dengan  kepribadian halus atau kalem, yang dalam budayanya ditekankan untuk menekan hawa nafsu demi menghindari konflik dan menjaga harmoni.  Akan tetapi jangan terkecoh, dibalik kekalemannya itu apabila sampai dibuat marah, bisa mengerikan akibatnya. Dalam konsep Jawa dikenal sebagai ngamuk/mengamuk. Bahaya kalau sampai ini terjadi. Atau kalau dalam bahasa konco-konco Solo, "siap gelut karo cah kae!" 

Nah, di ujung masa jabatannya sebagai presiden, nampaknya Jokowi hendak menunjukkan kembali identitas 'ke-solo-annya'. Jadi, sebaiknya jangan sampai dibuat mengamuk. Bahaya itu.

Tapi apakah Jokowi sosok yang ngamuk'an? Tentu tidak jawabannya. Namun tetap saja, jangan sampai dipancing atau dibuat ngamuk. "Wis talah, pokok'e bahaya kalau sampai ngamuk!" jangan remehkan ini. Pesan sudah dilemparkan. Itu warning, tandanya ada sesuatu. 

Apakah ini bermaksud nakut-nakuti? Misal supaya Rocky Gerung atau siapa pun jadi takut? Tentu saja tidak. Sebagai pribadi, aku gak punya tendensi apa-apa untuk nakuti. Tapi sebagai orang Jawa, aku ingin menjalankan kewajiban untuk mengingatkan. Itu bisa terbukti dan bisa juga tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun