Hal tersebut ditegaskan Mendikbud Anies Baswedan usai melakukan pertemuan dengan kepala dinas pendidikan se-Indonesia pada hari ini. Menurut Anies, selama ini Indonesia seakan terjebak pada salah satu standar nasional pendidikan.
"Dari delapan standar, hanya standar evaluasilah yang dianggap sebagai indikator keberhasilan pendidikan. Padahal, ada delapan standar pendidikan," ujar Anies, di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senayan, Jakarta, Senin (29/12/2014).
Ia memaparkan, selain evaluasi peserta didik, masih ada tujuh standar pendidikan lain yang perlu diselesaikan. Standar pendidikan itu meliputi kompetensi lulusan, standar isi, standar proses belajar, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana pendidikan, standar pengelolaan, serta standar pembiayaan pendidikan.
"Selama ini hanya peserta didik yang diurusi, seakan permasalahan pendidikan Indonesia hanya seputar itu. Padahal, ada tujuh standar lain yang mesti dibenahi," imbuhnya.
Menurut Anies, selain nilai UN, sebenarnya hasil pendidikan juga masih bisa dilihat dari aspek lain. Dia menyatakan saat ini Kemendikbud sedang menggodok konsep UN agar dapat diluncurkan dalam keadaan matang dan tepat.
"Masyarakat diminta untuk bersabar dalam hal ini, sebab akan ada skema berbeda pada UN mendatang. Jangan ada kata terburu-buru sehingga menyulitkan banyak pihak, terutama peserta didik," tutur Anies.
Mendikbud Anies Baswedan menjelaskan UN tahun ini bukan menjadi standar kelulusan. Pihak sekolah yang akan menentukan kelulusan siswa. Namun, hasil UN akan menjadi patokan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
"Justru angka UN-nya dijadikan untuk mendaftar ke jenjang yang lebih tinggi. Jadi Kalau ingin dapatkan sekolah yang diidamkan nilainya harus tinggi. Tapi kita ingin proses anak belajar itu bukan sekedar mengejar nilai tapi proses pembelajaran," kata Anies usai acara penutupan Rembuk Nasional, Pusbang Tendik, Depok, Jawa Barat, Selasa (31/3/2015).
Anies menjelaskan yang menentukan siswa lulus atau tidak itu adalah sekolah dengan melihat seluruh aspek. Sementara hasil nilai UN akan menjadi standar untuk melanjutkan pendidikan.
"Beda sekali. Yang satu mengevaluasi proses pelajaran, itu sekolah. Yang satu evaluasi beberapa bidang yang dijadikan standar oleh pemerintah, dan bidang itu dijadikan standar untuk seleksi jenjang berikutnya. Jadi ada manfaat penting untuk melanjutkan ke yang lebih tinggi, jadi kalau dulu 'saya belajar karena takut tidak lulus', tapi sekarang karena 'saya ingin meraih sekolah itu, maka saya belajar'. Jadi dari takut kegagalan, menjadi ke meraih keberhasilan," kata Anies.
Anies mengaku telah menyiapkan strategi untuk merangsang siswa agar tetap berupaya meraih nilai UN yang tinggi kendati tidak menjadi standar kelulusan. Namun Anies belum mengungkapkan bagaimana detailnya. "Caranya, kita akan bikin indeks integritas, detailnya menyusul," pungkasnya.