Mohon tunggu...
Angga Birawa
Angga Birawa Mohon Tunggu... Konsultan - Content Creator | Pemikir | Penyendiri

Angga Birawa merupakan nama pena saya. Saya menulis disini untuk mencurahkan kegelisahan dan kemarahan mengenai kultur kita yang makin menjauh dari hakekat manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

[Renungan] Berpikir Dangkal

26 Desember 2019   13:01 Diperbarui: 27 Desember 2019   17:36 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari saya sedang cek WA Group UMKM tempat saya menjadi salah satu membernya. Salah satu member sedang mempromosikan barang dagangannya, yaitu Bir Pletok. Seperti yang kalian mungkin sudah banyak tahu, bahwa bir pletok merupakan minuman tradisional masyarakat Betawi dari zaman penjajahan Belanda. Bir pletok ini tidak memiliki kandungan alkohol sama sekali. Isinya rempah-rempah seperti jahe, pandan, serai dan kayu secang. 

Salah satu member grup yang lain tiba-tiba merespon postingan tersebut. Intinya si member ini, yang menggunakan nama yang secara mainstream dianggap sangat Islami, mengatakan beberapa hal yang intinya beliau tidak setuju dengan postingan tersebut dikarenakan mengandung unsur haram.

Sebelum melanjutkan membahas mengenai pendapat si member, saya ingin mengelaborasi mengenai kata-kata saya menggunakan nama yang secara mainstream dianggap sangat Islami. Agar dipahami dengan jelas, menggunakan kata-kata tertentu tidak menyebabkan seseorang lebih dekat dengan surga dibandingkan orang lainnya. Memanggil mamakmu dengan sebutan ummi tidak lantas menyebabkan Tuhan lebih tersenyum kepadamu. Menggunakan nama Al Habib Al Rasyid Al Fattah dan seterusnya sepanjang yang kalian inginkan, tidak menyebabkan kalian lebih alim dibandingkan ketika kalian menggunakan nama Michael.

Saat ini masyarakat mainstream masih terbuai dengan sesuatu yang terlihat. Cara berpikirnya masih dangkal hanya bisa menilai sebatas yang dinilai oleh mata. Orang pakai baju koko sudah pasti muslim. Orang pakai gamis dan sorban sudah pasti ahli surga. Orang jenggotan dan celana cingkrang sudah pasti seorang mukmin. Padahal ini parameter kuantitatif yang masih sangat dangkal sekali. Bagaimana mungkin kita menilai orang dari cara berpakaiannya. Kebersihan bajunya. Kerapihan pakaiannya. Keahliannya dalam bertutur kata.

Jangan-jangan, orang-orang seperti ini kalau bertemu dengan Rasulullah, mereka akan kaget dan merendahkan beliau. Karena jangan lupa, beliau merupakan nabi yang ummi. Beliau bukan Nabi Daud maupun Nabi Sulaiman yang memiliki kerajaan terbesar di dunia atas izin Allah. 

Bisa kalian bayangkan bagaimana sederhananya Rasul berpakaian? Bagaimana gerak-geriknya? Bagaimana segala perilakunya terpancar dari kerendahan hati dan kasih sayangnya kepada ummat? Rasul ini, menurut saya bukan tipe orang yang meneriakkan takbir, lalu menuding ke arah tertentu, berteriak kafir, dan memenggal kepala seseorang tersebut.

Lalu bagaimana caranya bila kita tidak dapat menilai seseorang dari apa yang kita lihat? Ya kita husnudzon. Berprasangka baik saja. Karena yang mampu menilai bukan kita. Tapi Tuhan Pak. Kita ini sama-sama nggak tau apa-apa. 

Kembali kepada si member. Beliau mengatakan bahwa beliau jijik melihat postingan mengenai bir pletok tersebut. Haram katanya. Ini lho, orang-orang beratribut "Muslim" jaman sekarang yang senangnya menyalahkan orang lain. Sedikit-sedikit haram. Sedikit-sedikit neraka. Tolong dipahami, saya bilang beratribut muslim, bukan muslim. 

Atribut muslim ini pun sebuah kesapakatan secara sosial, bukan kata Tuhan. Pakai sorban pakai gamis itu bukan muslim, tapi beratribut muslim. Tolong dipahami. Agar kalian nggak lama-lama berpikir dangkal terus. Air putih di botol bir di bilang haram. Bir di botol aqua dibilang haram. 

Banyak yang mau dibahas kalau sudah menyentuh ranah ini. Namun sudahlah, dibuat simpel. Islam itu rahmatan lil alamin. bukan rahmatan lil muslimin, bukan rahmatan lil mukminin. Alamin lho ya. Berarti semuanya. Kalau kalian mengaku Islam ya, semua perbuatan dan kalian harus baik dan indah untuk alamin. Ngerti ya. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun