Mohon tunggu...
Andriansyah Syihabuddin
Andriansyah Syihabuddin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

warga negara Indonesia, penghobi sepakbola, musik, film, dll. Beristri dan beranak (masih) satu.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Isu Pungli Menyasar PSSI

3 Juni 2013   16:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:35 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta - Ada yang unik apabila melihat banner promo yang dirilis @NineSportInc promotor laga Timnas Indonesia vs Timnas Belanda pada tanggal 7 Juni nanti. Keunikan tersebut adalah adanya penggalan kalimat berbunyi, "Excluding ticketing fee Rp 10,000," seperti terpampang di bawah ini. Terus terang saya belum mengerti apa maksud penggalan kalimat tersebut untuk beberapa lama. Lazimnya, sebuah banner promo mencatumkan harga dengan kata-kata: "before tax" dan yang semacamnya, yang dipahami bahwa harga tertera adalah harga asli sebelum ditambah pajak terkait barang atau jasa yang diperjual-belikan. Jika kita makan di suatu tempat yang berizin resmi atau menggunakan fasilitas hiburan yang resmi, hal ini sangat lazim ditemukan. Namun, apa yang saya temukan di banner promo @NineSportInc sunggu tidak lazim buat saya (mohon dikoreksi simpulan ini jika ternyata keliru). Mendapati banner promo seperti itu, saya menduga-duga sejauh yang terlintas di pikiran saya. Saya berbaik sangka bahwa agaknya kalimat "Excluding ticketing fee Rp 10,000" tidak lain merupakan jatah atau komisi bagi para penjaja/agen tiket yang menjual tiket laga Indonesia vs Belanda dari promotor penyelenggara, dalam hal ini @NineSportInc. Akan tetapi, sangkaan saya itu langsung disusul sebuah tanya, "Bukankah biasanya setiap agen dalam menjual tiket atau karcis pertunjukan sekalipun, tetap memasang harga sebagaimana tertera dalam media-media promo?" Maksudnya, bukankah suatu agen yang menjual tiket atau karcis mendapat harga lebih murah dari penyelenggara, sehingga mereka mendapat selisih harga dari sana, dan bukan dari harga yang dibayarkan oleh konsumen? (Lagi-lagi saya mohon koreksi jika kesimpulan ini juga keliru) Lantaran pertanyaan susulan tersebut, terus terang saya tak mendapatkan jawaban yang memadai sebelum akhirnya ada seorang kompasianer (mohon maaf saya lupa) merilis sebuah tulisan mengenai adanya dugaan permintaan fee secara "tidak sukarela" dari orang-orang BLI alias PT LIGA yang merupakan operator ISL kepada @NineSportInc. Tidak tanggung-tanggung, fee yang diminta adalah senilai Rp 1,5 miliar. Saya tidak alpa untuk mengecek sumber berita yang dikutip oleh kompasianer yang namanya saya lupa itu, sampai akhirnya saya mendapatkan kliping seperti di bawah ini.

13702475591520065597
13702475591520065597
Setelah saya membaca laporan berita di atas, terus terang saya agak merasa heran. Ada beberapa alasan mengenai hal ini. Pertama, permintaan fee seperti di atas terus terang, sejauh pengetahuan yang saya dapat, merupakan tradisi lama yang sesungguhnya sudah ditinggalkan dan hanya pernah berlaku di kepengurusan PSSI pada masa-masa "kegelapan" dahulu. Mungkin rekan-rekan kompasianer dapat menduga bahwa masa-masa dalam tanda petik (" ") bagi PSSI yang dimaksud di atas tidak lain adalah suatu masa ketika PSSI dijalankan oleh seorang Ketua Umum PSSI yang berada di balik jeruji. Inilah masa-masa titik nadir bagi PSSI. Tentu saja, ini bukan kesimpulan saya. Saya mendapati kesimpulan ini setelah mencermati TL akun-akun twitter seperti @reformpssi, @revolupssi maupun @mafia__bola. Alasan kedua yang membuat saya heran dengan permintaan fee tersebut adalah apa yang terumuskan dalam pertanyaan berikut: Tidakkah permintaan fee semacam itu akan membuat setiap promotor yang mendatangkan tim-tim berkelas ke tanah air akan kapok nantinya? Hal ini tidak berlebihan, mengingat pada masa kepengurusan Nurdin Halid sebagai Ketua Umum PSSI, jarang sekali tim-tim besar dunia mampir ke tanah air. Konon mahar yang kelewat mahal, yang diminta PSSI ketika itu membuat para promotor menahan diri. Sebab, belum apa-apa, belum untung, promotor sudah diminta uang sekian-sekian, bahkan sering kali tanpa perincian sama sekali. Padahal, promotor harus memikirkan rincian banyak hal, mulai dari sewa GBK (ini mengingat GBK secara aset merupakan milik Kesekretariatan Negara, bukan PSSI), keamanan, akomodasi tim tamu, honor kedua tim yang berlaga, dll. Tentu, jika PSSI ikut-ikutan meminta uang, maka untung yang hendak direguk promotor dari sebuah pertandingan menjadi tidak seberapa. Padahal, dengan kedatangan tim top dunia saja, PSSI sudah diuntungkan karena timnas bentukannya berkesempatan menjajal mereka. Pertanyaan yang tak kalah krusial adalah mengapayang meminta fee kepada promotor @NineSportInc malah  sekelompok orang tertentu, yang sebagaimana dalam kliping berita di atas adalah para pesuruh dari sebuah operator liga yang bergulir di tanah air. Mengapa bukan Sekretaris Jenderal PSSI yang memintanya? Untuk apa orang-orang dari BLI itu meminta uang senilai Rp 1,5 miliar itu? Apakah permintaan fee tersebut akan berhenti dalam pertandingan tanggal 7 Juni nanti saja? Apakah nantinya mereka juga akan meminta fee kepada promotor yang mendatangkan Chelsea, Liverpool, dan Arsenal? Sungguh, pertanyaan-pertanyaan itu melahirkan kesimpulan bahwa PSSI, baik di masa Djohar Arifin atau sekarang di bawah kendali LNM ternyata masih sama dalam soal sengkarut mengurus manajemen organisasi. Semua terasa serba kebalik-balik, sehingga selalu menyisakan ruang untuk berburuk sangka kepada mereka. Umpamanya saja, jangan-jangan uang itu adalah siasat balik modal dari LNM cs karena kemarin "menepuk dada" mau melunasi utang PSSI di masa Djohar Arifin yang Rp 12 miliar. Padahal publik pun masih ingat bahwa saat Tuan-tuan Besar di belakang LNM dahulu terjungkal dengan terpaksa dari PSSI malah sempat meninggalkan jumlah utang yang SANGAT FANTASTIS: Rp 40 miliar! Dugaan miring lainnya, jangan-jangan benar orang-orang para pesuruh dari salah satu operator liga di tanah air itu tengah kejar setoran demi melunasi utang kepada pemain yang sampai saat ini belum dilunasi! Seperti diketahui, operator tersebut ada janji, seperti diucap Djoko Driyono untuk menanggung semua utang dari sekira 7 klub yang berutang kepada para pemainnya musim lalu. Sempat mencuat, ada nilai utang sebesar Rp 38 miliar, belum dikurangi dari utang yang juga ditanggung oleh klub-klub di liga dengan operator yang dicap "TARKAM". Dugaan-dugaan miring di atas mungkin benar mungkin salah. Sekalipun begitu saya berharap janganlah sampai apa yang disitir akun @mafia__bola di bawah ini benar adanya.
13702500871372229471
13702500871372229471
Jika sinyalemen di atas memang benar, mungkin kita belum pantas berharap besar, sepakbola tanah air akan menjadi profesional dalam artian sebenarnya dalam waktu dekat di masa depan. "Katakan yang benar, sekalipun itu pahit." - al-Hadits Salam, Pencinta sepakbola Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun