Tahun Terbit: 2012 Ukuran: 21 x 14,5 cm Jumlah Halaman: 272 Kertas: BULKY Kode Buku: 61-12-310-0 ISBN: 978-602-241-031-7 “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri mau mengubah nasib mereka sendiri...” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11)
Penggalan ayat di atas secara tersurat menegaskan bahwa kesuksesan bukanlah hadiah tetapi upaya keras yang harus diraih sekuat tenaga. Secara tersirat ayat tersebut juga menyimpulkan bahwa kegagalan dan kemunduran seseorang atau suatu kaum berasal dari aspek internal, bukan dari faktor eksternal.
Tidaklah bijaksana apabila menyalahkan orang lain atas kegagalan yang menimpa diri sendiri. Akan jauh lebih bijaksana jika pertama-tama kita menginstrospeksi diri kita sendiri sebelum mencari kambing hitam atas petaka yang menimpa kita. Singkatnya, janganlah kita bersikap “buruk rupa cermin dibelah.”
Setelah menyiapkan sikap mental bahwa kesuksesan dan kegagalan berasal dari dalam diri kita sendiri, apa selanjutnya yang harus kita lakukan?
Tentu saja, kita harus mau berubah agar kegagalan yang kita alami berganti menjadi keberhasilan dan keberhasilan yang telah kita raih semakin membuahkan hasil yang maksimal. Sampai di sini semakin jelas bahwa kemauan untuk berubah menjadi faktor yang menyebabkan kesuksesan. Namun, hal ini belum cukup, mengapa?
Kita dapat berkaca kepada orang-orang yang pernah mengalami kegagalan. Ada sebagian dari mereka yang berhasil, namun tidak sedikit yang kembali mengalami kegagalan. Jika dikatakan bahwakemauan berubah merupakan faktor menuju kesuksesan, mengapa di antara mereka masih ada saja yang mengalami kegagalan?
Jawabnya, karena mereka salah langkah, salah strategi, dan tidak mempunyai rencana yang matang, yang dapat mengimbangi ambisi mereka untuk berubah. Sehingga, alih-alih mendapatkan kesuksesanmereka justru berada di lingkaran setan mengalami kegagalan demi kegagalan dan kekecewaan yang bertingkat-tingkat.
Salah satu kesalahan mengawali perubahan adalah melakukannya secara drastis dan radikal. Perlu dicatat, sebenarnya tidak ada yang salah dengan upaya perubahan semacam ini, namun jika hal tersebut cepat disusul dengan ekspektasi yang berlebihan terhadap hasil yang ingin diraih dalam waktu sesingkat mungkin, tentu hanya akan menjadi bumerang.
Jika hasil yang diharapkan itu tidak kunjung terwujud, maka seseorang akan mulai dihinggapi rasa kecil hati, tidak percaya diri, tidak bersemangat, dan pada akhirnya menyerah pada suratan takdir.
Hal itu ibarat roket yang lepas landas menuju ruang angkasa dengan bahan bakar, pendorong, dan energi penuh. Ketiga bahan tersebut memang dapat mengorbitkan roket di atmosfer bumi, namun dorongannya yang semula sangat hebat lama-lama berkurang drastis dan akhirnya kehabisan bahan bakar, sehingga terpaksa harus kembali ke bumi. Pola seperti ini banyak dilakukan oleh orang yang menerapkan diet secara amat ketat yang akhirnya hanya bertahan beberapa minggu saja dengan pola dietnya itu.
Pola perubahan semacam itu dipraktikkan oleh berjuta-juta orang di dunia ini. Mereka yang semula menggebu-gebu ingin bangkit dari kegagalan atau ingin mengubah nasibnya, pada akhirnya harus menyerah pada kenyataan dan terpaksa memendam asa karena harapan demi harapan mereka perlahan menghilang.
Bagaimana kita dapat menghindari salah jalan saat berada di persimpangan perubahan yang kita lakukan?
Nicola Cook, seorang motivator internasional, mempunyai resep sederhana namun jitu mengenai hal itu. Dalam karya edisi bahasa Indonesia yang berjudul:Aku Berubah Maka Aku Sukses: Mengubah Diri Anda Secara Maksimal melalui Perubahan-perubahan Minimal, dia menguraikan secara panjang lebar mengenai sikap mental dan langkah-langkah yang tepat dalam menjalani suatu perubahan menuju kesuksesan.
Menurut Cook, kesuksesan dalam bidang apa pun ditentukan oleh dua hal: pertama, kondisi psikologis yang menyumbang sekitar 80% bagi kesuksesan; kedua, harus pula ditopang dengan keahlian dan wawasan yang tepat yang mengambil porsi 20% bagi kesuksesan.
Apa saja sikap mental yang wajib dimiliki seseorang saat mulai merenda kesuksesan?
Dalam buku karya Cook di atas, seseorang harus membenahi sikap mentalnya pada 7 wilayah sasaran, yaitu: Pertama, seseorang harus mengetahui di mana posisi atau seperti apa status dirinya. Dengan mengetahui kondisi sebenar yang tengah dialami, maka seseorang dapat menganalisis sebesar apa kegagalan yang telah dibuatnya agar kemudian dapat mengukur dan menetapkan target realistis yang hendak dicapai.
Kedua, seseorang harus memutuskan rantai kegagalan yang pernah dialami dengan mengembangkan emosi dan prasangka positif. Anggaplah kegagalan yang kita alami merupakan berkah yang membuat diri kita semakin tangguh. Sikap ini berguna agar kita tidak terpaku terus ke masa lalu dan lebih memilih untuk menatap masa depan yang lebih cerah.
Ketiga, seseorang harus menjadi dirinya sendiri. Dengan memilih hidup secara autentik maka hidup yang dijalani menjadi mudah, anggun, dan penuh tujuan.
Keempat, seseorang harus memfokuskan diri pada tujuan yang hendak dicapainya. Agar tetap fokus, maka kita harus mempersepsi ulang atas masa lalu dan menyadari bahwa warna-warninya dunia bukan ditentukan oleh obyek itu sendiri namun berdasarkan jenis warna kacamata yang kita pakai. Ingatlah, persepsi itulah yang sesungguhnya menciptakan kenyataan!
Kelima, seseorang harus membuang jauh-jauh keragu-raguan atas langkah yang diambilnya. Kita tentu mengingat sebuah pepatah yang mengatakan bahwa ketakutan adalah ketakutan itu sendiri. Untuk itu, kita tidak boleh menyimpan rasa takut sehingga menyebabkan kita tidak beranjak ke mana-mana. Ingat, kalaupun kita salah melangkah, maka tidak ada kata terlambat untuk mengoreksinya.
Keenam, seseorang harus mempunyai keyakinan dalam dirinya bahwa dia akan berhasil. Tanpa keyakinan akan kemampuan diri sendiri, maka dipastikan kesuksesan yang hendak diraihnya sudah gugur sejak semula.
Ketujuh, seseorang harus menampilkan identitas yang sebenarnya ketika berhadapan dengan orang lain. Dalam artian, ukuran dan capaian kesuksesan orang lain tidak dapat kita terapkan bagi diri kita. Kita mempunyai ukuran dan capaian tersendiri untuk memaknai sebuah kesuksesan. Menyamaratakan ukurusan kesuksesan diri kita berbanding dengan apa yang dilakukan oleh orang lain adalah sebuah kekeliruan.
Cook tidak saja mengelaborasi 7 aspek mental tersebut di atas secara komprehensif, namun juga menginformasikan teknik-teknik yang dapat diterapkan guna membenahinya. Selain itu, dia juga menyarankan bahwa untuk meraih kesuksesan, seseorang harus mengasah keahlian-keahlian khusus di samping memiliki 7 sikap mental di atas. Apa sajakah kehalian tersebut?
Pertama, seseorang harus cakap dalam berkomunikasi. Kecakapan ini dapat dilatih, sebab tidak ada kounikasi yang efektif yang terjadi secara kebetulan. Cook menyoroti empat area kunci dari komunikasi, yaitu: apa yang dikatakan, cara mengatakannya, bahasa tubuh saat menyampaikan isi pesan, dan terakhir maksud yang dikehendaki.
Dari keempat area kunci itu diketahui bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan isi pesan yang diyakini sudah tepat, tetapi juga penyesuaian persepsi antara kita dan orang yang kita ajak bicara. Sebab itulah, seorang guru sebaiknya jangan cepat menyalahkan apabila hanya 5 murid di antara 40 muridnya di kelas yang memahami pengajaran yang disampaikannya. Jika itu yang terjadi, jangan-jangan bukan muridnya yang bodoh, tapi carakomunikasi gurunya yang tidak cakap.
Selain kecakapan komunikasi, orang yang ingin sukses harus mampu menjalin kemitraan dengan orang lain secara baik. Trik sederhana untuk hal ini adalah menetapkan tujuan terlebih dahulu sebelum mengadakan pendekatan dengan orang lain, bersikap luwes, mengembangkan sikap penasaran yang sehat.
Keahlian selanjutnya yang semestinya dimiliki oleh orang yang ingin sukses adalah kemampuan untuk memengaruhi orang lain. Kuncinya, kita harus percaya diri, meyakini kebenaran pesan yang kita sampaikan, dan tujuan yang hendak kita capai. Jika kita tidak menguasai ketiga hal itu, jangan harap orang lain akan mengikuti apa yang kita ucap dan lakukan.
Selanjutnya, seseorang harus mampu memimpin dirinya sendiri agar dapat menjadi inspirasi bagi orang lain. Ingat, kepemimpinan bukan soal apa yang telah diraih oleh seseorang, tetapi lebih pada kepribadian dan cara seseorang dalam memimpin. Kepemimpinan juga tidak berhubungan dengan posisi pekerjaan dan tanggung jawab yang diemban seseorang. Intinya, pemimpin sejati adalah seorang pelayan.
Aspek lain yang menentukan kesuksesan seseorang adalah kemauannya untuk menjalani hidup secara sehat, dalam arti fisik maupun emosi. Kesehatan bukanlah karena di dalam tubuh tidak ada penyakit, namun lebih karena adanya keseimbangan antara pikiran, tubuh dan emosi. Kebugaran inilah yang nantinya akan mendampingi seseorang mengejar kesuksesan yang diidam-idamkannya.
Terakhir, seseorang harus membiasakan dan melatih terus-menerus dalam memperbarui ketujuh aspek mental di atas dan lima keahlian yang hasru dikuasai. Seperti disinggung di muka, perubahan menuju sukses memang jalan panjang yang menanjak, tidak dapat dilakukan secara instan.
Cook menegaskan bahwa perubahan kecil terukur yang dilakukan secara berkesinambungan jauh berdampak dan lebih ampuh ketimbang melakukan perubahan yang dilakukan secara drastis dan radikal. Dalam perjalanan panjang itu tentu saja terkadang terselip kejenuhan dan rasa kurang percaya diri karena seolah-olah kesuksesan yang diidam-idamkan bukan mendekat malah tampak menjauh. Kita tidak perlu khawatir jika merasa seperti itu, kita hanya memerlukan konsistensi dan sikap pantang mengeluh. Sebab, kesuksesan yang kita inginkan pasti akan kita raih. Bukankah kita telah menetapkan tujuan sebelumnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H