Para ahli mengatakan bahwa abad ke-21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek pengetahuan. Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di abad ke-21 mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu (1) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (2) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (3) membina dan mengembangkan penguasaan sebagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sekedar proses transfer pengetahuan saja, tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional.
- Dengan makin meningkatnya hasil pembanguanan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional.
- Perubahan karakteristik baik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebgai intinya. Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan.
- Asas belajar  sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan zaman.
- Penggunaan berbagai inovasi iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan.
- Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan.
- Publikasi dan peneliatian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.
Menurut Makagiansar dalam buku "Guru Profesional" yang ditulis oleh Kunandar (2010) menjelaskan bahwa memasuki abad ke-21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar  terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan,Â
(4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsetrasi eksklusif pada kompetisi ke orietasi kerja saja.
DAFTAR PUSTAKA
Isjani. 2006. Gurukah Yang Dipersalahkan?: Menakar Posisi Guru di Tengah Dunia Pendidikan Kita. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kunandar. 2010. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Maman Sudarman. 2013. Profesi Guru: Dipuji, Dikritisi, dan Dicaci. Jakarta: Rajawali Pers.
http://www.m.kompasiana.com/zainalabidinmustofa diakses pada 20 Desember 2016 pukul 13.50 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H