Mohon tunggu...
Chairunisa Rohadi
Chairunisa Rohadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Filsuf bagi dirinya, dan advokat bagi dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Korupsi Impor Gula: Jangan Hanya Tom Lembong! Seret juga Menteri Lainnya!

3 November 2024   06:52 Diperbarui: 3 November 2024   06:52 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, mencuat secara tiba-tiba dan memicu kehebohan publik. Terseretnya Lembong dalam kasus ini, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 400 miliar, menimbulkan berbagai spekulasi dan sorotan, baik di dalam negeri maupun internasional. 

Pengungkapan ini membuka kembali diskusi publik tentang selektivitas penindakan hukum dalam kasus korupsi dan kemungkinan penyalahgunaan hukum untuk membungkam tokoh yang kritis terhadap penguasa.

Sorotan Internasional dan Kecurigaan Eksploitasi Hukum

Media asing pun ikut memperhatikan kasus ini dan mencurigai adanya ketidakberesan dalam proses penangkapan Lembong. Mereka menggarisbawahi adanya potensi eksploitasi hukum untuk menghukum pengkritik pemerintah yang aktif. Hal ini memunculkan tanya, apakah penegakan hukum benar-benar didasari pada fakta yang kuat, atau hanya alat politik untuk menyasar mereka yang dianggap sebagai ancaman? 

Isu ini menantang integritas hukum Indonesia di mata internasional, dan memperkuat persepsi bahwa terdapat upaya sistematis untuk mengesampingkan mereka yang tidak sejalan dengan kepentingan elit.

Kebijakan Publik yang Dipidanakan: Janggalnya Penanganan Kasus

Pakar hukum menyoroti aspek janggal dalam kasus ini. Kebijakan impor yang menjadi sorotan, umumnya, merupakan tanggung jawab kolektif dan dijalankan untuk memenuhi kebutuhan nasional, bukan keuntungan pribadi. 

Bahkan, tidak ada bukti konkret yang mengindikasikan aliran dana langsung ke kantong pribadi Tom Lembong. Pemidanaan atas kebijakan publik seperti ini menjadi preseden yang berbahaya dan dapat berujung pada kriminalisasi setiap kebijakan yang kontroversial tanpa bukti nyata adanya unsur memperkaya diri sendiri.

Di sini, muncul pertanyaan besar: jika Lembong diseret atas kebijakan publik yang merugikan negara, mengapa kasus-kasus serupa yang melibatkan pejabat lain dibiarkan tanpa tindakan yang jelas? Misalnya, kasus impor bahan pangan yang melibatkan Zulkifli Hasan atau proyek-proyek besar seperti food estate yang dijalankan Prabowo, di mana kerugian dan kontroversi lebih dari sekadar hitungan nominal.

Kasus yang Hilang dalam Kebisingan: Mengapa Tidak Semua Diseret?

Di Indonesia, banyak kasus korupsi besar yang secara misterius "menghilang" atau tidak mendapatkan perhatian yang sama. Contoh nyata adalah sejumlah proyek bernilai besar yang diduga merugikan negara, tetapi tidak diusut secara transparan, termasuk yang melibatkan tokoh-tokoh seperti Zulkifli Hasan dan pejabat tinggi lainnya. 

Hal ini semakin memperlihatkan bahwa hukum seolah diterapkan dengan sangat selektif, mengangkat pertanyaan tentang komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Penegakan hukum yang tidak konsisten ini merusak kepercayaan publik dan mengesankan bahwa pemerintah hanya memilih kasus yang sesuai dengan kepentingan tertentu.

Sektor pertambangan, misalnya, juga menjadi ladang korupsi yang sangat potensial karena celah-celah hukum yang dimanfaatkan oleh oknum pejabat publik, termasuk beberapa tokoh besar dalam pemerintahan saat ini. Namun, kasus-kasus ini seolah disembunyikan atau dilupakan begitu saja.

Keberlanjutan Penegakan Hukum yang Tidak Adil

Jika Tom Lembong memang bersalah, maka masyarakat mendukung untuk memprosesnya secara hukum dan memberikan keadilan seadil-adilnya. Akan tetapi, hal ini harus dilakukan dengan pengawasan ketat dan transparansi yang tinggi. Kasus-kasus serupa tidak boleh hanya berhenti pada satu tokoh, melainkan harus diikuti dengan penggalian lebih lanjut terhadap kebijakan-kebijakan serupa yang telah menyebabkan kerugian negara.

Kepercayaan masyarakat pada pemerintah sangat tergantung pada komitmen pemerintah dalam menjalankan penegakan hukum yang adil dan konsisten. Pengawasan dan penuntutan terhadap tokoh-tokoh publik harusnya tanpa pandang bulu, sehingga setiap pihak yang diduga terlibat, baik dalam proyek besar atau kebijakan kontroversial, turut diusut secara menyeluruh.

Membunuh Musuh Politik atau Penegakan Hukum yang Benar?

Dalam demokrasi kapitalisme, persepsi publik mudah terdistorsi ketika elit tampak mengendalikan proses hukum untuk membungkam kritik. Tidak heran jika masyarakat mulai berspekulasi bahwa pemerintah tengah berupaya menulis sejarahnya sendiri dengan "membunuh" para musuh politik yang tidak sejalan. Situasi ini membuka wacana, apakah pemerintah berupaya menggunakan mekanisme hukum untuk mengonsolidasikan kekuasaan atau menjaga kepentingan mereka.

Jika elit hanya mengutamakan keuntungan pribadi dan berkolusi demi mengamankan posisi masing-masing, maka pemerintah seolah bermain api. Publik bisa saja menganggap bahwa demokrasi hanya menjadi kendaraan bagi elit untuk melindungi diri dan kekuasaan mereka, bukan alat untuk melayani masyarakat luas.

Kesimpulan: Hukum untuk Semua, Bukan Hanya untuk Segelintir

Penanganan kasus impor gula ini hendaknya menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi penegakan hukum secara menyeluruh. Jika benar komitmen memberantas korupsi, maka bukan hanya Tom Lembong yang diseret, tetapi juga pihak-pihak lain yang memiliki andil dalam kebijakan-kebijakan yang berpotensi merugikan negara. Keadilan tidak akan bisa dicapai jika pemerintah hanya memilih kasus yang nyaman bagi mereka, sementara kasus besar lainnya tetap tenggelam.

Hanya dengan penegakan hukum yang konsisten dan menyeluruh, Indonesia dapat memulihkan kepercayaan publik dan menghindari spekulasi bahwa pemerintah hanya menjalankan politik kekuasaan yang mengabaikan kepentingan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun