Mohon tunggu...
chairul rizal
chairul rizal Mohon Tunggu... -

Saat ini penulis bekerja di PU, dan sebelum berkecimpung sebagai abdi negara, semasa Kuliah Aktif di HMI dan salah satu Parpol

Selanjutnya

Tutup

Politik

86........? Selesai masalah!

14 Maret 2012   13:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:03 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

86 bukanlah angka biasa, melainkan simbol cara pintas selesaikan masalah dengan uang

"coba berdamailah, repot nanti kalau diproses secara hukum, boz! , toch kan enak jika selesai dengan kekeluargaan"

Sering kita mendengar usulan seperti itu dan ternyata mujarab, dan berujung kepada perdamaian yang disertai dengan ganti rugi  berupa uang perdamaian. Berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum tentunya juga lebih nyaman . Untuk kepentingan sesaat tentunya merupakan win win solution, namun untuk jangka panjang akan terbentuk budaya bahwa seluruh persoalan akan selesai, dan karena penyelesaian dengan uang, maka memungkinkan adanya kesengajaan untuk melanggar kepentingan pihak lain, terutama dilakoni oleh pemilik modal besar.

Dalam sengketa lahan, tentunya investor menyadari, bahwa penyerobotan terhadap hak hak penduduk lokal memungkinkan dilakukan. Langkah penyerobotan dilakukan dengan perencanaan matang, bahwa kepemilikan tanah oleh penduduk lokal berpeluang tidak memiliki surat SHM , paling paling hanya surat kepala desa. Dan jika terjadi penolakan , hanya segelincir orang saja, yang tentunya dengan iming iming keuntungan, masalah akan terselesaikan. Demikian juga dengan pemikiran mafia provokator masyarakat. Ia tahu betul bahwa perusahaan tidak mau rumit dan pingin cepat selesai  dan ngak mungkin dilawan, sehingga diciptakan percikan percikan penolakan yang diakhiri dengan negosiasi yang berakhir kepada keuntungan di pihak investor dan mafia provokator, sedangkan masyarakat awam mengalami kerugian. Aparat penegak hukum pun senang, karena tidak terjadi lagi keributan. Penegakan hukum dengan melonggarkan solusi seperti itu akan mengundang ribuan kejadian kejadian berikutnya.

Demikian halnya dengan pilkada.money politik diciptakan berbentuk seperti kentut. Terasa ada, namun sulit dibuktikan. Karena pendekatannya hanyalah yang penting ngak ribut. Ada proses pembiaran sehingga memancing hanya orang berduit yang dapat menjadi kepala daerah. Tidak ada kecemasan dalam melakukan itu , yang penting   Money politik berbentuk kentut dan siapkan panggawa yang mencatat siapa saja yang mencium kentut. Kalau seperti itu yang kita lakoni, apakah tidak lebih baik kita kembalikan saja hak menentukan KDH ke DPRD saja, atau berikan kekuasaan menentukan kepada gubernur utk KDH kabupaten/kota.

Demikian juga kebebasan kepada pasar dibidang ekonomi. Tentunya pasar akan dikuasai atau dimonopoli oleh segelintir orang . Kita memahami adanya praktek monopoli yang didasari oleh keserakahan. Apakah tidak berarti, tanpa disadari kita menyerahkan keputusan ekonomi kepada orang yang serakah? Mari bersama kita renungkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun