Oleh karena itu, Gerakan Bupolo Maghrib Mengaji yang dipelopori oleh Bupati Ramly Umasugi, S.Pi., MM. menemukan signifikasinya. Program ini merupakan sebuah terobosan di tengah kuatnya arus modernisasi yang menawarkan keindahan duniawi. Secara kontekstual, program ini didasarkan pada sebuah kaedah: al-muhafadzatu ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil gagasan atau kebiasaan baru yang lebih baik).
Dari pelaksanaan program ini, setidaknya bermanfaat untuk: pertama, melestarikan tradisi “mengaji”, bertadarrus, serta mengkaji Al-Quran dan ilmu agama, selepas shalat Maghrib dalam rangka meningkatkan kualitas kesalehan individual dan sosial yang ditandai dengan meningkatnya kualitas ketaatan beragama melalui pembiasaan belajar agama. Kedua, membentuk sikap dan perilaku moral masyarakat berdasarkan nilai-nilai Islam yang diukur dari integritas, kejujuran, disiplin dan loyalitas dalam menjalankan ajaran agamanya untuk membendung dampak negative dari modernisasi ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
Ketiga, membangun rekayasa sosial (social engineering) yang didasarkan pada semangat kearifan local dan nilai-nilai spiritual sebagai pondasi bagi terciptanya karakter bangsa yang berkeadaban menuju masyarakat madani. Keempat, melahirkan generasi yang kuat, beriman dan bertakwa yang memiliki prinsip dan keteguhan dalam menghadapi tantangan kehidupan modern baik dalam tataran individu, keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Kelima, menjadikan program Maghrib Mengaji sebagai media untuk membangun ikatan yang kuat dalam rangka membentuk keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H