Mohon tunggu...
Chairul Fajar
Chairul Fajar Mohon Tunggu... -

hanya warga negara biasa yang ingin negrinya hidup makmur sejahtera,

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Vonis Ahok Sebuah Ironi

10 Mei 2017   06:59 Diperbarui: 10 Mei 2017   08:27 1177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengetahui Ahok divonis bersalah dengan hukuman 2 Tahun penjara membuat saya tak harus mengucapkan apa, saya mengagumi Ahok bukan karena saya pendukungnya saya bukanlah warga Jakarta, tetapi saya mengagumi Integritasnya, dan sebagai seorang yang sering menghabiskan waktu di Ibukota saya sangat merasakan perubahan Jakarta yang lebih manusiawi jakarta yang bisa dibanggakan daripada sekedar menyandang gelar Daerah Khusus Ibukota.

Bukan saya tidak menghormati proses hukum, dan keputusan hukum yang diberikan hakim, tapi saya merasa vonis terhadap ahok merupakan ironi berbangsa yang paling mendalam terutama sejak polarisasi politik pasca pilpres 2014.

Peradilan dan proses hukum ahok merupakan yang paling dipaksakan, polisi, kejaksaan, bahkan pengadilan semuanya bekerja dibawah tekanan massa yang diklaim promotornya berjumlah 7 Jutaan orang, pernahkah ada dalam sejarah negeri ini seseorang yang sefenomenal ahok?, ahok tidak sedang dalam masa kampanye tetapi 7 juta orang datang membawa poster dan spanduk bertuliskan namanya, 😂 meskipun tidak dalam konteks positif.

Sekali lagi saya menghormati hasil peradilan, tetapi entah mengapa, hasil peradilan itu seperti membawa angin gersang perbedaan pendapat ditengah masyarakat, seakan menjadi pembenaran untuk memaksakan pendapat, sekaligus menguji kewarasan kita dalam berbangsa dan bernegara.

Saya masih teringat ketika KH. Ahmad Ishomudin dihujat oleh masyarakat, bahkan sampai diberhentikan dari komisi Fatwa MUI hanya karena memberikan pendapat berbeda dalam kasus Ahok, beliau menyatakan Al-Maidah Ayat 51 tidaklah monotafsir, dan tidak relevan jika dihubungkan dengan Pilkada. Fitnah pun berdatangan pada KH. Ishomudin termasuk fitnah mengatakan bahwa ia menyatakan Al-Maidah Ayat 51 tidak berlaku lagi, padahal jelas-jelas rekaman persidangan dia tidak pernah menyatakan itu, melainkan menyatakan Tidak ada relevansinya jika menghubungkan Pilkada dengan Al-Maidah Ayat 51.

Mengingat kembali Pilpres 2014, teringat kata-kata Anies Baswedan "Orang Baik akan kalah jika orang baik lainnya lebih memilih diam". Itulah yang terjadi dengan Ahok, saya yakin banyak muslim yang menilai kasus ahok tidaklah lebih dari intrik politik, dan kumpulan kebencian mendalam terhadap Ahok secara personal.

Saya yakin selain saya banyak muslim termasuk para kyai dan ulama yang sangat paham, dan sangat jelas melihat bahwa tak ada niatan Ahok menistakan Agama Islam, bahkan para pendengarnya sekalipun warga kepulauan seribu, tak pernah merasa bahwa agama mereka dinistakan.

Tetapi entah kenapa kebanyakan dari para kyai dan ulama itu memilih diam, tak bersuara, bukankah mereka sebagai orang yang berilmu memiliki kewajiban menegakan kebenaran saat kedzaliman terjadi termasuk kepada seorang non muslim sekalipun? Mungkin mereka takut di hujat seperti KH. Ishomudin.

Hanyalah, Gusmus, Gus Nuril, Buya Syafii Maarif, dan Juga KH.Ishomudin saja yang secara terang-terangan mengatakan bahwa sangat tidak waras jika bedasarkan ucapannya Ahok dikepulauan seribu ia dinyatakan menistakan Agama.

Yang saya takutkan adalah vonis ini menjadi pembenaran untuk memaksakan pendapat dan pemahaman seseorang kepada orang lain. Mereka menganggap pendapat mereka paling benar dan yang berbeda dengannya adalah sesat seperti apa yang alami oleh KH. Ishomudin

Buni Yani bukanlah pertama kali memelintir ucapan seseorang, sebelum Ahok diapun pernah memelintir ucapan KH. Quraish Shihab, al hasil seperti Ahok KH. Quraish Shihab dihujat di sosial media dianggap menghina Rasulullah, terutama mereka yang sejak Pilpres memang membencinya dan melabelinya dengan cap Syiah hanya karena mendukung Jokowi di pilpres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun