Sedikit bingung sama berita yang heboh sekarang soal Holding BUMN Tambang, banyak yang bilang Holding BUMN merupakan langkah pemerintah agar bisa menjual BUMN tanpa persetujuan DPR, dan ditambah karena BUMN yang diholdingkan menjadi anak Usaha DPR tak bisa mengawasi kinerjanya, pemerintah pun kehilangan kontrol terhadap badan usaha tersebut.
Bukan sok-sokan ngerti ekonomi, ataupun hukum karena saya pun kuliah dibidang teknik, saya hanya mengamati dan saya nyoba untuk menelaah kembali apa saya setuju di holdingkan hanya karena saya pro kepada pemerintah? nyatanya enggak.. Pembentukan Holding BUMN bukan hal baru di Indonesia, sebelum BUMN tambang , sudah ada Holding BUMN Pupuk, Holding BUMN Perkebunam dan Holding BUMN Semen, lalu apakah BUMN-BUMN dibawah holding itu dijual? nyatanya enggak justru jadi makin gesit, contohnya Semen Indonesia yang berhasil mencaplok Thang Long Cement salah satu produsen semen terbesar di vietnam.
Jumlah BUMN sekarang ini ratusan apa iya DPR mau pelototin semua satu-satu ngajak mereka rapat satu-satu, berapa banyak BUMN yang pesakitan yang terus-terusan mesti dikasih penyertaan modal.
Lalu pemerintah dan DPR lepas kontrol terhadap yang BUMN yang diholdingkan? semua anak usaha aksi korporasinya pasti dikendalikan oleh Holdingnya mungkin statusnya sekarang bukan BUMN tapi kan Holdingnya BUMN. yang di kontrol Holdingnya lah bukan perusahaan yang diholdingkan, sebelum isu holding-holdingan ini ada perusahaan-perusahaan BUMN juga udah banyak yang punya anak usaha lalu apa pemerintah dan DPR lepas kontrol?
Sebut saja Pertamina, yang punya Pertamina EP, PHE, Geodipa, Pertagas, atau PLN yang punya PJB dan IP, apa pemerintah dan DPR lepas kontrol terhadap anak-anak usaha itu enggak kan?, apa ada kilang-kilang kita yang dijual pertamina atau pembangkit-pembangkit kita yang dijual oleh PLN tanpa pemerintah  mengetahuinya, bahkan seringkali anggota DPR bilang Telkomsel itu BUMN, padahal yang BUMN itu Telkom sementara Telkomsel anak usaha Telkom, lalu sekarang kenapa takut kehilangan kontrol terhadap BUMN yang diholdingkan karena berganti status menjadi non BUMN? padahal dibanding perusahaan yang akan diholdingkan itu status seperti Telkomsel jauh lebih riskan karena mereka tidak ada golden share seperti saham dwiwarna yang tetap ada di BUMN yang diholdingkan, kenapa DPR dan para pengamat kita nggak khawatir soal itu padahal mereka tau Telkomsel sangat strategis bahkan merupakan penyumbang pendapatan terbesar untuk Telkom, Karena mereka sadar pemerintah dan DPR mengontrol induk usahanya, aktivitas suatu anak usaha akan mengikuti arahan induk usahanya, tapi anehnya mereka seakan lupa itu saat menanggapi isu Holding Tambang.
Seperti saya bilang BUMN kita ini berjumlah ratusan dan banyak yang tumpang tindih core businessnya oleh sebab itulah yang memiliki core atau bidang bisnis yang sama apa salahnya diholdingkan agar terjadi efisiensi usaha, dengan pengholdingan aksi korporasi bumn-bumn yang sejenis akan harmonis dan mempercepat mencapat target atau tujuan yang ditetapkan pemerintah sebagai pengendali holding. Karena fungsi BUMN merupakan triger pembangunan jadi bagaimana bisa pembangunan berjalan cepat jika BUMN sejenis tidak sinkron satu sama lain. Bahkan kalau perlu jika memang sejenis dan memang bisa lebih baik merger dibanding Holding.
Kenapa Inalum? karena Inalum 100% milik Pemerintah, selesai, sehingga prosesnya sederhanya ibaratnya pemerintah hanya perlu membalik nama saham miliknya menjadi milik inalum di Inalum sendiri sudah 100% milik pemerintah, pemerintah tidak perlu lagi repot memikirkan saham milik pihak lain melalui aturan bursa karena saham milik pihak lain dimasing-masing perusahaan tetap.
Ini tidak seperti Semen Gresik saat menjadi Semen Indonesia yang membutuhkan proses lebih ruwet karena harus mengikuti aturan bursa. karena saat itu disemen gresik ada saham milik pihak lain begitupun di perusahaan-perusahaan yang akan diholdingkan.
Terus kenapa jadi rame soal holding-holdingan ini, padahal bukan baru pertama kalinya?, ya maklum lah dikit lagi pemilu, apa sih isu strategis buat jadi bahan serangan nanti, paling penjualan aset negara utang yang bejibun, tenaga kerja china itu-itu aja yang diputer mirip kaset rusak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H