Mohon tunggu...
Adzan Koeboe
Adzan Koeboe Mohon Tunggu... -

Alumni Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya), Jurusan Sastra Daerah Minangkabau, Universitas Andalas Padang. Berdomisili di Jambi. Menulis puisi dan telah dipublikasikan di beberapa media cetak.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Eksplorasi Musik Tradisi Jambi: Sebuah Harapan

21 April 2011   18:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:32 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

(Catatan Pertunjukan Flam Percussion di Taman Budaya Jambi)


Oleh: C. H. Yurma
*

Serentak. Instrumen perkusi berbunyi. Keras tetapi tidak kasar. Berirama penuh semangat. Aksi energik semua personil turut mengimbangi tempo permainan. Pertunjukan pun mirip sebuah perayaan yang gegap-gempita. Riuh suara sorak dan tepuk tangan bergemuruh menyambut Dindin Ba Dindin, sebagai repertoar pembuka pertunjukan musik perkusi kelompok Flam Percussion (ISI Padangpanjang), bekerja sama dengan Komunitas Seni Inner, di ruang prosenium Taman Budaya Jambi, Sabtu, 15 Januari 2010.

Pertunjukan dibagi menjadi dua sesi. Pada Sabtu sore, dihadiri lebih dari lima ratus penonton yang terdiri dari gabungan pelajar dan mahasiswa se-kota Jambi. Kemudian malamnya, dihadiri oleh pegawai-pegawai Taman Budaya Jambi, seniman, serta undangan lainnya.

Delapan repertoar yang disuguhkan oleh Flam Percussion adalah Dindin Ba Dindin (Folk Song of Sumbar Society), Cik Minah atau Dagang Menumpang (Folk Song of Jambi Society), Rondo Alla Turca (komposisi Mozart), Latin Resume (Ensamble Style Latina), Czardas (Victorio Monte), Mario Bross (Theme Song Mario Bross), Nyanyian Ritmis dan Swite For Solo Drum.

Dua dari delapan repertoar merupakan lagu-lagu daerah, yaitu Dindin Ba Dindin (Sumatra Barat) dan Cik Minah (Jambi).

Meskipun berasal dari daerah Sumatra Barat (Minangkabau), lagu Dindin Ba Dindin yang biasa digunakan untuk mengiringi tari indang ini sangat populer di kota Jambi sebagai salah satu kota yang banyak didatangi oleh perantau asal Sumatra Barat. Flam Percussion yang lahir di Padangpanjang, Sumatra Barat, tentu juga hendak menyapa penontonnya tanpa meninggalkan identitas tempat kelahirannya. Begitu pula dengan Cik Minah (Dagang Menumpang)yang memang merupakan salah satu lagu daerah Jambi dan merupakan salah satu lagu wajib dalam pelajaran seni dan budaya Jambi di sekolah-sekolah.

Lagu Dindin Ba Dindin dan Cik Minah (Dagang Menumpang) yang digubah dalam format musik perkusi menjadi repertoar yang memiliki keunikan serta daya tarik tersendiri dan juga kembali mendekatkan penonton dengan kesenian daerah (tradisi) di zaman yang tak lagi sanggup membendung arus modernisasi.

Selanjutnya adalah Mario Bross. Game Nintendo yang cukup dikenal oleh para game mania di era 90-an ini memiliki theme song yang khas. Repertoar dengan bunyi marimba yang lebih dominan sebagai melodi ini mengembalikan ingatan penonton ke masa-masa kanak-kanak, dimana game tersebut sangat sering dimainkan.

Selain itu, Latin Resume, Czardas, Swite For Solo Drum dan Rondo Alla Turca juga tak kalah menarik. Di hadapan penonton yang rata-rata adalah anak-anak muda, ternyata keempat repertoar ini mampu mengiringi kegemaran anak-anak muda terhadap musik-musik komersil (band), dengan cara memasukkan unsur bunyi dari alat-alat band tersebut, seperti gitar, bass dan keyboard.

Terutama Rondo Alla Turca (Mozart). Bunyi marimba yang sangat dominan sebagai melodi berbaur dengan bunyi distorsi gitar dan gebukan drum khas musik rock juga memperlihatkan bahwa jenis musik yang sudah akrab di telinga mereka pun akan terdengar megah jika berbaur dengan jenis musik yang sangat jarang atau barangkali tidak pernah mereka dengar, seperti musik klasik.

Nyanyian Ritmis adalah salah satu repertoar yang membuat penonton berada dalam suasana kekompakan penuh canda. Snare drum, floor drum, bedug dan gendang dol ditabuh dengan menggunakan koreografi. Seluruh personil melakukan gerakan mirip tarian yang kocak, kemudian ditambah dengan unsur permainan anak-anak “kepala pundak lutut kaki lutut kaki”, membuat penonton merasa sangat terhibur dan melepaskan tawa.

Melihat respon dan antusiasme penonton, kehadiran Flam Percussion seperti menjadi menu baru bagi para penikmat musik di Tanah Pilih Pesako Betuah. Namun dibalik respon tersebut, masih terdapat beberapa hal yang terasa ganjil di saat pertunjukan sedang berlangsung, meskipun tidak berakibat fatal. Sebagian penonton juga belum mampu untuk tetap bertahan menikmati pertunjukan hingga selesai. Keganjilan itu berupa gangguan yang disebabkan oleh suara berisik penonton yang saling berinteraksi di dalam ruang pertunjukan. Selepas dua atau tiga repertoar, beberapa penonton mulai berseliweran keluar-masuk ruangan,bahkan memilih untuk pulang.

Tapi setidaknya mereka, penonton yang sebagian besar adalah para remaja, sudah bersedia meluangkan waktu untuk menjawab rasa ingin tau mereka terhadap sesuatu yang beda dan wah! Sejenak menghibur diri. Menepikan tuntutan jejaring sosial untuk meng-update status dan selanjutnya berkomentar di status teman atau menghiraukan panggilan mall-mall yang berdiri megah, menawarkan sesuatu yang disebut trend.

Tentu saja pertunjukan ini diharapkan dapat memancing daya kreatifitas anak-anak muda kota Jambi, khususnya mereka yang bergelut di bidang musik, untuk melakukan eksplorasi sedemikian rupa terhadap khazanah seni tradisi, terutama musik tradisi Jambi yang kebanyakan menggunakan alat musik pukul/perkusi (seperti: gendang, tabuh, rebana, krenong dan kelintang).

Terwujudnya harapan di atas, tentu akan membuat musik tradisi mampu bertahan, bersanding dan berkolaborasi dengan musik-musik modern. Perpaduan ini akan menunjukan bahwa musik tradisi, khususnya Jambi, juga bisa berbaur mengikuti perkembangan zaman. Meskipun hadir dalam bentuk baru, namun tidak menghilangkan akar musik tradisi itu sendiri.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Jaffar Rasuh (Kepala UPTD Taman Budaya Jambi) melalui komentarnya di akhir acara: “Saya harap anak-anak Jambi, khususnya Flam Percussion yang tampil malam ini, dapat melakukan ekplorasi terhadap khazanah musik Jambi secara lebih luas lagi. Sebab, Jambi memiliki kekayaan alat musik, maupun karakter pukulan perkusi yang khas. Masing-masing wilayah Jambi baik di Hulu maupun di Hilir, mempunyai ciri khas pukulan mereka masing-masing”.

Namun, sejalan dengan harapan di atas, sangat disayangkan jika pertunjukan seperti ini hanya bisa menampakan “kuku”nya di tempat-tempat yang notabene adalah tempat bergeliatnya kesenian itu sendiri, seperti Taman Budaya atau gedung-gedung pertunjukan yang khusus menampilkan event-event seni dan budaya.

Akan menjadi lebih menarik jika wilayah-wilayah publik seperti mall dan taman-taman hiburan yang ramai dikunjungi saat hari libur menjadi tempat alternatif untuk mengenalkan musik perkusi ke hadapan khalayak ramai. Terlebih lagi jika repertoar yang ditampilkan berangkat dari kesenian tradisi atau lagu-lagu daerah tempat berlangsungnya pertunjukan tersebut.

Selain membuat pengunjung merasa terhibur, tentunya dapat kembali mendekatkan masyarakat pada seni tradisi, khususnya lagu-lagu daerah. Dan setidaknya, jenis musik ala Flam Percussion yang nyatanya memang berkualitas, dapat membaur dan menyampaikan sesuatu: “musik adalah milik seluruh masyarakat”.

* Pernah menjadi penata musik beberapa kelompok teater, seperti: Komunitas Rumah Teduh, Teater Langkah dan Ranah Teater – di kota Padang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun