Mohon tunggu...
Mohamad Chaidir
Mohamad Chaidir Mohon Tunggu... profesional -

Tomorrow Will Be Better

Selanjutnya

Tutup

Politik

Paranoya SBY

12 April 2013   16:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:18 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika 11 anggota Kopassus di umumkan terlibat dalam pembunuhan di Lapas oleh dinas penerangan, serentak beberapa status BBM di kawan – kawan saya berubah menjadi bertulisan jiwa corsa dan salam komando dalam nostalgia keberhasilan operasi yang dilakukan Kopassus. Tentu saja hal itu berkaitan dengan tali ideologis karena mereka sama – sama tentara dalam arti juga ikut merasakan terhadap apa yang ke 11 anggota Kopassus rasakan.

Meski pada awalnya publik sudah menduga – duga bahwa jika dilihat dengan logika paling sederhana, maka penyerangan tersebut adalah bentuk balas dendam yang dilakukan secara inisiatif oleh sekelompok orang karena terbunuhnya anggota Kopassus di sebuah Café. Sehingga wajar jika anggota lain melakukan hal yang sama karena ikatan emosional. Sementara rentetan panjang konflik karena terbunuhnya alat negara yang berujung balas dendam dapat dikaji dalam bentuk penunggangan terhadap kejadian kemarin. Sehingga apakah penyerangan tersebut dimaksudkan untuk menyebar konflik jangka panjang di negara ini dengan memanfaatkan dampak konflik di Ogan Kemiring Ilir, dengan cara membenturkan TNI dengan golongan Kristen dimana cara tersebut dilakukan dengan menambah catatan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Kopassus, pendek kata, seandainya dimunculkannya kembali Tim Mawar jilid II, karena selama Prabowo masih eksis dalam bentuk nama besar nya sebagai Jenderal kontroversial, cerita – cerita TIM MAWAR belumlah hilang begitu saja. Mudah saja hal itu dilakukan, karena orang tua korban yang terbunuh ada yang memiliki jaringan keholistikan yang kuat di NTT sehingga akan mendorong leader opion ke arah HAM bahkan cenderung ke SARA. Konotosi SARA tersebut menjadi premis lain yang dapat diangkat juga dengan melihat latar belakang korban sebagai preman yang memiliki reputasi cemerlang dalam dunia hitam di Yogyakarta selain desersi kepolisian Polda DIY, Baca : http://fokus.news.viva.co.id/news/read/400784-catatan-hitam-dicky-ambon--preman-yang-dibunuh-di-selnya-sendiri.

Kendati korban jiwa jatuh, hal tersebut tidak akan memunculkan resistensi besar di kalangan masyarakat Yogya kecuali etnis di luar Yogya terutama NTT, karena sebagai aktor golongan hitam dapat dihilangkan dalam bentuk barter keamanan sehingga dapat dijadikan alasan yang paling kuat untuk membenarkan kejadian tersebut. Tidak salah jika muncul analisis bahwa ada pasukan lain di luar TNI yang sengaja ditugaskan dalam bentuk “ HITMAN “ untuk mencegah konflik yang lebih luas di kalangan keragaman etnis Yogya karena tindakan kelompok yang terbunuh tersebut.

Satu analisis yang menarik dari Mas Prayitno Ramelan, Baca : http://ramalanintelijen.net/?p=6713, dimana statement kemungkinan adanya support agent sangat jelas memperlihatkan adanya kemungkinan hirarki komando tim kecil pasukan elit, insiden ini juga dapat memunculkan opini negatif terhadap Presiden sebagai pemegang tertinggi operasional pasukan khusus. Karena jika masyarakat mencurigai adanya sekolompok pasukan liar yang beroperasi dalam konteks internal Kopassus, tentunya akan ada hirarki perintah yang sampai kepada Presiden walaupun secara opini pasti ada bantahan dari pihak – pihak terkait, logika ini juga dapat digunakan sebagai bentuk pengalihan isu. Oleh karena itu sangat jelas jika Syamsu Djalal dengan lantang mengatakan bahwa itu adalah bukan style Kopassus dalam melakukan operasinya. Baca : http://nasional.kompas.com/read/2013/04/01/15430916/Syamsu.Djalal.Kopassus.kalau.Menembak.Satu.Nyawa.Satu.Peluru dan baca juga : http://palembang.tribunnews.com/2013/04/01/syamsu-djalal-ada-suatu-perebutan-kekuasaan-antarkartel-narkoba. Dari statement tersebut, saya tidak melihat ada usaha untuk pengalihan isu dari kelompok purnawirawan, tetapi memang yang bersangkutan ( bpk Syamsu Djalal ) ketika 98 terlibat langsung dalam proses DKPnya Prabowo, sehingga memahami betul bagaimana isu – isu seperti ini diturbulensikan secara politis dan tidak menyentuh pimpinan puncak sebagai akar persoalannya.

Dua premis tersebut, dari Mas Pram dan Bapak Syamsu Djalal sudah jelas melogiskan terhadap indikasi sebuah keparanoidan incumbent atau SBY dimana isu yang berkembang saat ini adalah bagaimana masyarakat berterima kasih terhadap dampak kasus tersebut dan ketika ruang gerak Preman menjadi lebih terbatas khususnya di Yogya, potensi ini menurut obrolan – oborolan di warung kopi dikarenakan kemampuan dari para “ Spin Doctor “ atau agen propaganda di lingkaran incumbent untuk merubah arah isu yang dapat menguntungkan incumbent. Hal itu mudah saja dilakukan dengan membenturkan jiwa korsa dengan potensi pelanggaran HAM. Dimana ketika jiwa korsa menjadi ruh penggerak para patriot itu, tentu saja pimpinan diatasnya menjadi tidak tersentuh hukum serta tidak melanggar HAM sebagai tanggung jawab hirarkis, karena mereka ( ke-11 anggota Kopassus ) bergerak berdasarkan hati nurani, Baca : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/404413-menhan--penyerangan-11-kopassus-ke-lp-cebongan-tak-langgar-ham. Disisi lain masyarakat diagitasi, Baca : http://news.detik.com/read/2013/04/10/125851/2216466/10/?nd772204topnews, dan bahwa ke-empat orang yang terbunuh adalah preman sehingga demonstrasi yang muncul dalam bentuk tekanan terhadap Komnas HAM untuk tidak menyeret ke 11 anggota tersebut ke arah yang lebih jauh. Karena katakanlah keadaan Yogya sekarang sudah lebih aman sebagai dampak kasus tersebut, sehingga rasa berterima kasih masyarakat menjadi sebuah resistensi yang kuat agar kasus ini tidak menjadi berkembang kuat.

Permainan ini sebenarnya sederhana jika melihat eskalasi yang berkembang di media, serta penyelesaian dikalangan elit tentara di tataran wilayah kodam serta Polda. Tetapi yang paling essensial dari pertarungan wacana tersebut adalah bahwa ada sesuatu yang ingin ditunjukan bahwa negara akan aman selama yang memegang kekuasaan adalah tentara. Oleh karena itu, mungkin saja jawaban dari kasus ini akan terungkap seandainya hasil dari konvensi Partai Demokrat nanti, memenangkan Pramono sebagai kandidat Capresnya, sehingga premis – premis dari Mas Pram dan Bapak Syamsu Djalal akan menjadi obyektif, bahwa saat ini memang ada keparanoidan yang kuat di sisi SBY yang bersembunyi di balik jubah jiwa korsa para patriot itu.

Salam Komando….. Bravo Kopassus….

Jakarta, 12 April 2013

Mohamad Chaidir Salamun

Media Intelligence IndoSolution

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun