Mohon tunggu...
Mohamad Chaidir
Mohamad Chaidir Mohon Tunggu... profesional -

Tomorrow Will Be Better

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Berisik! Partai ini Milik Keluarga Kami!

25 Februari 2013   07:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:43 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Naiknya status Anas menjadi tersangka efektif mulai Jumat 22 Feb 2013, terus menaikan suhu prahara di internal Partai Demokrat. Pertarungan opini yang terus berlanjut antara mempertahankan pencitraan vs menuntut keadilan memunculkan korban dengan kalahnya Dede Yusuf dan Lex Laksamana di quick count pilgub Jabar. Jika dilihat secara alur waktu sampai dengan Anas menjadi tersangka, publik sudah sangat memahami bahwa ada show off force bahwa partai tersebut adalah milik SBY dan keluarganya, sekaligus menunjukan dinamika hegemoni politik ketentaraan dengan tidak mengkedepankan adanya perbedaan sebagai fundamental demokrasi. Dalam kondisi tersebut, statement Anas dalam tanggapannya sebagai tersangka kasus korupsi sudah sangat jelas memperlihatkan bahwa sang ketua umum selama ini sebetulnya terhimpit dengan banyaknya kader – kader PD yang oportunis yang memanfaatkan posisi politis mereka di DPR atau di partai untuk melakukan hal – hal seperti yang dilakukan oleh Nazarudin, hanya saja ke opportunisan mereka selama ini tertutupi oleh mindset pencitraan SBY yang betul – betul menunjukan kepemilikan Partai tersebut oleh SBY dan keluarganya. Sehingga dengan mudah bagi kader – kader tersebut untuk bersembunyi dengan menunjukan seolah – olah merekalah yang paling setia terhadap SBY dan keluarganya.

Statement Anas secara santun mengenai tahapan opini akan dijadikannya yang bersangkutan sebagai tersangka, seolah ingin menunjukan bahwa badan anti korupsi ( KPK ) yang selama ini dianggap independen sebetulnya dikendalikan oleh SBY. Tentunya ini juga mengingatkan kita terhadap kasus Antasari di 2009, apakah sebetulnya pimpinan KPK ketika itu tersungkur karena operasi clandestein tim intelijen SBY yang dilakukan untuk pemenangan 2009 agar DPT fiktif yang berjumlah 60 juta tidak menjadi polemik publik yang dapat berperpengaruh terhadap kemenangan mutlak mereka atau memang karena kasus affair cinta segitiga yang melibatkan salah seorang Direktur yang terbunuh ketika itu. Sehingga saya kira tidak ada salahnya jika masyarakat turut menelaah kondisi perkembangan tersebut agar proses penegakan hukum di negeri ini bukan bertujuan untuk menjaga citra penguasa dengan cara membui orang – orang terdekat penguasa di negeri ini. Tetapi dengan cara membangun kesadaran masyarakat bahwa selama ini ternyata yang dilakukan adalah dengan mempertahankan hegemoni cara berpolitik tentara sehingga tidak akan menghasilkan kesejahteraan secara fundamental seperti yang selama ini menjadi jargon pemerintahan SBY.

Dalam proses kasus hukum Anas, saya kira, publik juga harus turut mengawal, tentunya dengan mendapatkan pemberitaan yang berimbang, berlarut – larutnya kasus ini, memang agar terdesign bahwa citra Anas sebagai koruptor agar mengkristal di mata publik sehingga disaat keluarnya status tersangka, resistensi opini publik hampir – hampir menjadi nihil karena sangat mendukung Anas menjadi tersangka, mengingat kharisma dan pengaruh Anas melui jaringan HMI nya. Logika politik tersebut dapat ditelaah dari persepsi statement Anas yang mengatakan bahwa dirinya adalah ibarat bayi yang tidak diharapkan dan jika lembaran demi lembaran tersebut terus dituliskan maka akan semakin mempertajam blunder terhadap pencitraan yang dilakukan oleh SBY karena Anas memiliki data yang kuat terhadap keterlibatan kader oportunis lain yang bersembunyi di balik pencitraan SBY.

Sehingga sangat mungkin dalam proses hukumnya nanti, Ibas akan terseret delik hukum karena kedekatan dan statusnya sebagai Sekjen PD jika dalam buka – bukaannya Anas meniru seperti yang telah dilakukan oleh Nazarudin, oleh karena itu, berkaca dari kasus Nazarudin yang diawal kasus menyebut nama Ibas sebagai salah satu bagian dari operasinya ( baca : Nazarudin ) maka, opini yang ditiupkan adalah dengan menjadikan Nazarudin sebagai musuh negara dengan cara melibatkan Badan Intelijen Negara dimana seolah – olah sedang mencari Nazarudin yang kabur ke luar negeri.

Naiknya isu separatisme di Papua mungkin saja dapat dikatakan sebagai teriakan dari para patriot kita disana, agar anggaran untuk menyelesaikan Papua diperbesar dan juga karena permainan mafia senjata yang menyulitkan tentara kita untuk melakukan operasi militer secara tertutup. Tetapi kira – kira ? apakah semua ini juga sebagai dampak prahara kepemilikan di Partai Demokrat atau terlalu menjaga citranya sebagai penguasa negeri ini ? Silahkan masyakat untuk menilai hal tersebut dan dikaitkan dengan proses perjalanan status hukum Anas tentunya diharapkan dengan penguasaan pemahaman terhadap kemunculan pemberitaan atau opini yang berkembang agar terhindar dari deception opinion untuk kepentingan pencitraan kembali, sehingga diharapkan masyarakat mampu menilai posisi pemimpinnya saat ini dalam meletakan keadilannya.

Mohamad Chaidir Salamun

Jakarta, 25 Februari 2013

Media Intelligence Consulant IndoSolution

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun