Mohon tunggu...
Chaidir Muhammad
Chaidir Muhammad Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Tinta

Buruh Tinta, Freelancer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Teror di Makassar, Hasil dari Sikap Naif dan Pengaburan Netralitas

9 Mei 2018   10:22 Diperbarui: 9 Mei 2018   10:35 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pragmatisme politik yang mewarnai pemilihan walikota Makassar tampaknya sudah kian melebar, bahkan  membentuk pola baru dengan memainkan teror.

Ketua Panwas Makassar, usai menerima gugatan dari tim hukum Danny Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi) yang mengajukan keberatan atas keputusan Diskualifikasi Pencalonan oleh KPU Makassar malah mendapatkan teror. Nur Sari yang juga merupakan ketua Majelis Musyawarah, was was jelang membacakan kesimpulannya.

Pragmatisme politik menjelma menjadi radikalitas. Tanpa mempertimbangkan kualitas demokrasi, oknum sipil yang harusnya menggunakan hak pilihnya dibilik suara malah rela pasang badan dan melabrak hukum dan memilih menjadi peneror, entah apapun orientasinya namun sudah sedikit tersirat, pragmatisme politik selalu berbicara uang dan janji kue kue kekuasaan.

Meski tidak sehat, Akademisi yang notabenenya menjadi pengarah dan pembimbing moral warga sipil enggan memberikan edukasi secara terang terangan, menolak menjadi Rocky Gerung yang belakangan dicap sebagai pendukung dari oposisi Jokowi. 

Padahal menurut hemat saya, apapun arahnya, dalam setiap komentar akademisi, baik itu berbentuk kalimat retoris sekalipun, setiap dalil yang diucapkannya setidaknya mengandung ciri akdemik dan selalu ada nilai yang membuatnya tidak terjebak dalam subjektifitas, dan apapun argumentasi yang dikeluarkannya semua akan berbentuk data yang siap untuk diujikan guna mempertaruhkan argumentasi dan titlenya sebagai orang bijak yang terpelajar.

Hal serupa juga melanda penegak hukum, alih alih menjadi judgedmen, netralitas menjadi tameng untuk mengabaikan kondisi politik yang kian hari makin riuh dan panas. Polisi mengambil jarak tertentu untuk tidak menindaki, enggan membuka fakta, sekaitan dengan apa penyebab oknum sipil meneror, seolah olah takut mengungkap bahwa semuanya adalah imbas dari tendensi politik, dan mengabaikan objektifitas dalam hukum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun