Mohon tunggu...
Chaideer Mahyuddin
Chaideer Mahyuddin Mohon Tunggu... profesional -

photojournalist tinggal di Banda Aceh, menyukai bersepeda lintas alam.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Malam Terakhir di Ujung Dermaga

2 April 2011   07:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:12 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1301731003251886372

KRUENG RAYA| Angin berhembus gemulai membelai pelataran dermaga yang sore itu sedikit gaduh, deru truk yang hilir mudik memuat beras dari dalam kapal seakan lenyap dalam kegundahan. Dua gadis remaja, Cut Aja Mutia & Elsa berseragam sekolah SMU tampak terduduk terpaku di tangga sebelah kiri tangga bekas terminal penyeberangan di kompleks dermaga Malahayati, Krueng Raya. Matanya menatap lekat dua remaja kurus yang mengenakan baju warna biru muda yang berkemas dari balik jeruji pintu. Sepulang sekolah dua remaja putri ini sering bertandang di tempat penampungan etnis Rohingya yang terdampar sebulan silam, sekadar melihat seperti apa rupa para pencari suaka yang meninggalkan kampung halamannya yang tak lagi nyaman. Saling melempar senyum menjadi buah pertemanan remaja dari pulau yang berbeda, keakraban terpelihara bak pelita bagi kakak beradik Abdul Malik dan Abdul Hakim. Mutia & Elsa rela menghabiskan puluhan ribu pulsa handphone-nya untuk menghubungi keluarga Malik di Buthedong Provinsi Mogndoeo, Myanmar.  Malik bersama dua kakak Muhammad Empyas dan adiknya Abdul Hakim melepas rindu disudut dermaga, mengabarkan kepahitan selama mengarungi amukan Selat Malaka bersama 126 Rohingya yang terakhir terseret di ujung Sumatera, di tempat yang tak dalam impian mereka. 'Kami mengasihi mereka dan semoga mereka tidak melupakan kami' ungkap Elsa sambil mengusap air mata dengan ujung jilbab putihnya. Disampingnya Hakim dan Malik hanya mampu terbata. Entah apa dalam benak remaja ini, matanya menganak sungai air mata sambil menengadah. Αϑα kepiluan disana. Bahasa dan budaya yang berbeda bukan penghalang mengikat hati mereka, 'mungkin karena sesama muslim ya' aku Mutia. Isak tangis tak tertahan saat mereka akan berpamitan dengan warga dan petugas, 'jangan lupa shalat' ujar Budi warga Krueng Raya sambil memeluk Rohingya disudut ruang makan. Pukul 20.25 langkah-langkah gontai mulai menaiki lima bus yang disediakan IOM dan UNHCR yang akan diberangkatkan ke Medan. 'Tidak biasanya warga begitu antusias begini' ungkap Yayan, jurnalis tivi swasta keheranan. Sebuah kapal barang membunyikan terompet panjang empat kali, sebagai isyarat perpisahan kala roda bus perlahan meninggalkan pelataran dermaga. Namun Mutia dan Elsa masih terpaku menatap lampu bus menghilang di ujung tikungan, "good bye, I love u" desah Elsa nyaris tak terdengar.| #tulisan ini telah dipublikasi di http://bit.ly/dSlyaq

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun