Di samping itu, muncullah kontroversi besar antara konsepsi Hatta dan Sjahrir dengan konsepsi Soekarno, yaitu pihak pertama (Hatta-Sjahrir) mengarahkan perjuangan politik sebagai pelaksanaan melawan kapitalisme sebagai biang keladai kolonialisme Belanda, sedangkan pihak kedua (Soekarno) lebih mengarah pada konfrontasi "front cokelat" melawan "front putih". Tambahan pula dari penulis, bahwa pihak pertama menghendaki pendidikan kader sebelum memobilisasi rakyat, sedangkan pihak yang kedua langsung mengutamakan mobilisasi rakyat. Kontroversi ini akan mengakibatkan keretakan dan perpecahan di kalangan inteligensia sebagai pemimpin pergerakan nasional.
Dengan demikian, sejak awal usaha melancarkan perjuangan politik dengan gaya baru telah terkandung benih-benih faksionalisme secara konflik intern sehingga prinsip persatuan menghadapi hambatan yang besar. Tambahan pula, dilancarkan kritik tajam dari PSI, khususnya kelompok H.A Salim, yang mencap gerakan PI bersikap terlalu negatif, ialah merangsang perasaan anti-Belanda, sedangkan sebaliknya sama sekali tidak ada kesediaan berkorban untuk rakyat. Kecuali itu kaum inteligensia itu sudah terasing dari rakyatnya sendiri.
Dirasakan oleh H.A Salim bahwa perkembangan gerakan nasionalis di luar PSI akan semakin meningkatkan gerakan sekuler, suatu kecenderungan yang pasti semakin merongsong PSI yang telah mengalami kemunduran itu. Jelaslah pula bahwa gerakan SI (PSI) telah kehilangan momentum, dan tahun 1920-an ditandai oleh nasionalisme Indonesia yang tidak lagi bernaung di bawah panji-panji Islam secara sepenuhnya.
***
Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan di Bandung pada 4 Juli 1927 oleh kaum terpelajar yang yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Kaum muda terpelajar itu tergabung dalam Algemene Studieclub(Bandung) dan kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia (PI) yang telah kembali ke tanah air. Keradikalan PNI sudah tampak sejak pertama didirikannya. Ini terlihat dari strategi perjuangannya yang berhaluan non-kooperasi. PNI tidak mau ikut dalam dewan-dewan yang diadakan oleh pemerintah.
Tujuan PNI adalah mutlak untuk kemerdekaan Indonesia, dan tujuan itu akan dicapai dengan asas "percaya pada diri sendiri". Artinya: memperbaiki keadaan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang sudah dirusak oleh penjajahan, dengan kekuatan sendiri. Semua itu akan dicapai melalui berbagai usaha, seperti usaha politik, usaha ekonomi, dan usaha sosial.
Usaha ekonomi, yaitu dengan memajukan perdagangan rakyat, kerajinan atau industri keci, bank-bank, sekolah-sekolah, dan koperasi.
Usaha sosial, yaitu dengan memajukan pengajaran yang bersifat nasional, mengurangi pengangguran, mengangkat derajat kaum wanita, meningkatkan transmigrasi dan memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Gerakan PNI dipimpin oleh tokoh-tokoh berbobot seperti, Ir. Soekarno, Mr. Ali Sasrtoamijoyo, Mr. Sartono, yang berpengaruh luas di berbagai daerah di Indonesia. Soekarno dengan keahlian dan kepiawaiannya berpidato dihadapan publik, berhasil menggerakkan rakyat sesuai dengan tujuan PNI. Pengaruh PNI juga sangat terasa pada organisasi-organisasi pemuda hingga melahirkan Sumpah Pemuda dan organisasi wanita yang melahirkan Kongres Perempuan di Yogyakarta pada 22 Desember 1928.
Melihat gerakan dan pengaruh PNI yang semakin luas, pemerintah kolonial  Belanda menjadi cemas, maka dilontarkanlah bermacam-macam isu untuk menjelekkan PNI. Bahkan kemudian mengancam PNI agar menghentikan kegiatannya. Rupanya Belanda belum puas dengan tindakannya itu, maka PNI pun dituduh melakukan pemberontakan. Pemerintah Belanda melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI di seluruh wilayah Indonesia pada 24 Desember 1929. Bahkan disinyalir Belanda juga menggunakan pasal karet (undang-undang atau peraturan organisasi) untuk menjerat PNI berserta pengurus yang berpengaruh.