Umar menjadi salah satu dari sekian banyaknya orang Aceh yang mendukung dan berpihak Belanda, namun Umar berbeda dengan para cuak lainnya (bagi rakyat Aceh), meskipun gelar “pengkhianat” tetap melekat pada diri Umar. Dikatakan Umar berbeda dengan para cuak lainnya adalah Umar hanya berkhianat untuk sementara waktu (taktik tipu), sementara para cuak lainnya terpaksa berkhianat untuk bertahap hidup. Cuak adalah sebutan pengkhianat bagi orang Aceh yang memberikan informasi tentang keberadaan pemimpin dan pasukan Aceh, atau orang Aceh yang mendukung dan berpihak kepada Belanda.
Sebelumnya, Pang Tibang, adalah salah satu tokoh dalam sejarah Aceh, mengalami hal serupa seperti yang dialami oleh Umar, bahwa ia (Pang Tibang) dicap sebagai pengkhianat. Bagi saya, mengatakan Pang Tibang sebagai pengkhianat karena dianggap tidak mampu melobi dunia internasional, rasanya tidak adil dan terlalu kejam. Status pengkhianat yang disandang olehnya, bisa saja karena Pang Tibang tidak mampu berdialog dalam bahasa asing (Singapura, Amerika Serikat dan Turki). Kalaupun ada alasan yang lebih rasional, mungkin saya ketinggalan kereta api. Tapi, saya rasa baik Pang Tibang maupun Umar, sama-sama tokoh yang berjuang untuk Aceh dan tidak sepatutnya membedakan satu sama lainnya. Anda tahu, bukankah Belanda sendiri yang sangat bernafsu untuk menundukkan Kerajaan Aceh agar berlutut dibawah kakinya? Tapi mengapa gelar pengkhianat masih melekat hingga sekarang pada diri Pang Tibang, sementara Umar tidak. Tampaknya ada benang merah yang terputus disini, atau memang ada kesalahan besar. Siapa tahu.
Teuku Umar memang berbeda dengan Pang Tibang. Umar yang semula mendukung penuh dan memimpin pasukan Aceh melawan Kolonial Belanda, tiba-tiba berbalik haluan. Pada tahun 1883, Umar datang untuk menyerahkan diri kepada Gubernur Van Teijin dan siap mendukung penuh pasukan Belanda. Tak butuh waktu lama, Umar telah sukses meyakinkan pimpinan Kolonial Belanda. Tak lama kemudian, Umar pun masuk dinas militer Belanda dan siap melawan pasukan Aceh.
Ketika Teuku Umar bergabung dengan pasukan Belanda, Umar mampu menundukkan pos-pos pertahanan Aceh. Umar pun diberi peran yang lebih besar oleh Belanda. Namun, (dugaan saya) hati Umar tetap milik orang Aceh. Strategi berpindahnya Umar ke pasukan Belanda, hanyalah sebagai tipuan belaka. Sebab selain ingin mengetahui taktik (strategi) perang Belanda dan informasi lainnya, Umar juga ingin merebut (sebagian besar) persenjataan milik Belanda untuk kemudian diberikan kepada pasukan Aceh. Hal serupa juga dilakuakan oleh Umar pada tahun 1893. Tapi, kali ini Umar menyerah kepada Gubernur Deykerkhooff di Kutaraja.
Tiga tahun memperkuat Belanda pada periode kedua, Umar benar-benar sukses menyakinkan Belanda dengan kesetiaannya. Sejak saat itu, Umar berubah menjadi orang Eropa. Dua rupa wajah Umar kembali diperlihatkan. Momen itu berlangsung antara kurun waktu 1893-1896, sebelum peristiwa suatu hari ditanggal 11 Februari 1899 yang mengantarkan Teuku Umar Johan Pahlawan ke daerah Mugo (Aceh Barat) untuk peristirahatan selama-lamanya.
Namun setelah tiga tahun mengabdi kepada Belanda dan menjadi orang Eropa berwajah Aceh, Umar kembali membuat kejutan besar kepada Belanda ketika ia memutuskan untuk kembali ke pangkuan Rakyat Aceh dan memimpin pasukannya. Benar-benar Teuku Umar, ia berhasil mempercundangi Belanda dengan taktik manipulasi dan dua rupa wajah Umar dalam bentuk Eropa dan Aceh.
Berita kembalinya Umar ke pangkuan Rakyat Aceh, tentu saja membuat Belanda sangat gempar dan murka. Belanda tak habis berpikir, mengapa Umar kembali ke pasukan Aceh. Padahal Belanda sendiri telah memberikan kepercayaan kepada Umar, meskipun Belanda tetap memantau gerak-gerik Umar. Sejak saat itu, nama Teuku Umar menjadi sangat terkenal terutama dikalangan serdadu Belanda. Umar pun dijadikan buronan nomor wahid yang sangat dicari-cari oleh Belanda. Umar menjadi target utama pimpinan Belanda. Itulah sebabnya mengapa Belanda sangat ingin menangkap Teuku Umar secara hidup-hidup, karena Belanda ingin mengambil otak (kejeniusan) yang dimiliki oleh Umar.
***
Adalah benar bahwa Teuku Umar pandai dalam psy war dan memanipulasi kata-kata, tentu sudah banyak yang mengetahui. Namun, yang perlu diperhatikan juga, bahwa Umar piawai dalam memanipulasi taktik ketika menghadapi suatu peperangan.
Anda tentu tahu, bahwa tindakan seperti memobilisasi massa, membakar semangat rakyat, dan berorasi di depan pasukan Aceh baik sebelum maupun sesudah berperang dengan Belanda, sepertinya sudah identik dengan tugas Teuku Umar pemimpin pasukan Aceh.
Untuk melihat bagaimana Umar membuat manipulasi, baik dalam bentuk kata-kata maupun tindakan, ada beberapa peristiwa yang mengarah terhadap manipulasi Umar. Suatu hari, ketika Umar berencana menikahi Cut Nyak Dhien yang telah ditinggal oleh suaminya (meninggal dunia), Umar sukses memanipulasi kata-kata untuk merebut hati Cut Nyak Dhien dan berhasil menikahinya (baca sejarah pernikahannya). Hal serupa juga dapat dilihat ketika Teuku Umar berbincang dengan istrinya, Cut Nyak Dhien, Umar dilayangkan sebuah pertanyaan oleh Dhien mengapa dia berpihak kepada Belanda. Umar pun menjawab dengan tegas dan mengatakan kepada Dhien: “mereka tidak tahu, biarkan saja sejarah yang akan membuktikan kelak.” Sebuah jawaban yang mengandung arti banyak, tapi juga membuat orang bertanya-tanya. Sebuah psy warataukah manipulasi kata-kata, itulah salah satu kelebihan Teuku Umar.