Oleh: Chaerol Riezal*
Peranan pemuda dalam perubahan selalu tercatat dalam sejarah setiap negeri, termasuk di Indonesia. Peranan dan semangat pemuda Indonesia telah muncul bahkan ketika jaman penjajahan Belanda. Ada banyak alasan yang melatarbelakangi munculnya pergerakan melawan Pemerintahan Hindia Belanda. Khususnya pergerakan pemuda pada masa Hindia Belanda dalam melawan Pemerintahan Hindia Belanda yang menyiksa dan merampas hak rakyat pribumi.
Tetapi menurut Sartono Kartodiharjo, ada beberapa fase yang melatarbelakangi pergerakan pemuda melawan pemerintah Hindia Belanda atau Kolonial Belanda di Indonesia. Pertama, fase kolonialisme VOC pada tahun 1602 sampai tahun 1799. Kedatangan Belanda di Indonesia pada mulanya bukan untuk menjajah melainkan untuk berdagang atau berniaga. Akan tetapi pada tahun 1602, Belanda mendirikan organisasi perkumpulan kongsi dagang yang berlayar di wilayah Hindia Belanda yang bernama Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC).
Kongsi dagang ini awalnya didirikan untuk menyaingi Portugis dan Spanyol yang telah lebih dulu bercokol di Nusantara. Namun, dengan hak octroi yang dimiliki VOC, lambat laun VOC seolah menjadi negara yang berdiri di bawah negara induknya, Belanda. Hal ini berimbas pada perilaku pemerintahan VOC yang semena-mena melakukan perluasan kekuasaan dengan mengadu domba penguasa lokal. Kekuasaan VOC menjadi awal kolonialisme di Indonesia.
Fase kedua, adalah kolonialisasi konservatif tahun 1800 sampai 1811. Kolonialisme konservatif adalah masa setelah keruntuhan VOC, ketika pemerintahan diambil alih oleh Belanda. Di masa ini kita mengenal istilah kerja rodi atau kerja paksa yang dipopulerkan oleh pemerintahan Daendels. Proyek jalan Anyer – Panarukan, menjadi saksi kekejaman Belanda pada masa itu.
Fase ketiga, adalah masa Tanam Paksa antara tahun 1816 sampai 1869. Sistem tanam paksa merupakan sistem baru pemerintah Hindia Belanda untuk menutup kerugian finansial negeri Belanda yang luar biasa parah akibat perang. Pada masa ini Hindia Belanda dipimpin oleh Van Den Bosch. Sistem Tanam Paksa merupakan ekspolitasi besar-besaran yang dilakukan pemerintahan Hindia Belanda, terutama di Pulau Jawa. Tanah mereka direbut secara paksa, rakyat jelata ditekan untuk bekerja dengan upah yang minim, bahkan juga tanpa upah. Terlebih untuk kegiatan ekspor, rakyat pula yang mendapat beban pajaknya.
Fase keempat, adalah system kolonial liberal yang diterapkan tahun 1870 sampai 1900. Di masa ini muncul pemikiran Trias Van Deventer dkk. yang meningingkan adanya politik balas budi untuk bangsa pribumi. Salah satu hal yang ditekankan adalah masalah pendidikan peribumi. Mulai masa ini pribumi diijinkan mengeyam bangku pendidikan. Meski demikian, hanya orang-orang tertentu saja yang mampu melanjutkan hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Jadi masih ada diskriminasi pendidikan yang dijalankan Belanda.
Fase kelima, adalah masa antara 1900-1942. Pada masa ini perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan bebas berkembang sehingga ada sistem administrasi yang digagas untuk pembangunan departemen-departemen. Dalam pemerintahan peran pejabat pribumi-pribumi mengalami banyak peningkatan.
Fase-fase tersebut dinilai Sartono Kartodiharjo, menjadi latar belakang munculnya pergerakan pemuda. Berawal dari kesadaran akan penderitaan rakyat selama tiga abad di bawah kaki Belanda, kemudian munculnya kaum terpelajar, hingga pada abad ke-20 di Indonesia mengalami keadaan yang disebut Zaman Kemajuan. Disebut demikian, karena segala bidang yang ada mulai maju, terutama dalam bidang pendidikan. Sebagai contoh, didirikan sekolah yang diperuntukkan bagi kaum wanita yang bernama Hoofdenschool, kemudian Sekolah Dokter Jawa (STOVIA). Pada abad ini juga berdiri sebuah perkumpulan yang bernama “Budi Utomo” pada tanggal 20 Mei 1908 yang diilhami Dr. Wahidin Sudirohusodo. Tujuan yang hendak dicapai Wahidin adalah meningkatkan derajat pribumi melalui pendidikan.
Setelah Budi Utomo berdiri sebagai organisasi pertama di Indonesia, muncul pula banyak organisasi lain seperti Organisasi Sarekat Islam yang berdiri pada tahun 1911 di kota Solo didirikan oleh Haji Samanhudi, Indische Partij oleh Tiga Serangkai yaitu Douwes Dekker atau Dokter Setia Budi, Dr, Tjipto Mengunkusoemo, dan Soewardi Surjaningrat pada tahun 25 Desember 1912. Kemudian pada tahun 1914, berdirilah Indische Democratische Verenegning (ISDV) yang kemudian berganti nama Partai Komunis Indinesia (PKI).