Mohon tunggu...
Chantika Radha
Chantika Radha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta, Angkatan 2021

nice to meet you!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Parenting Class: Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak dalam Mengentaskan Kekerasan dan Kenakalan Remaja

26 Maret 2023   13:13 Diperbarui: 26 Maret 2023   13:14 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang juga harus mendapatkan hak-hak asasi agar terpenuhi kesejahteraannya untuk mewujudkan masa depan bangsa yang lebih baik, sehingga diperlukan hukum atau aturan yang selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia dalam Pancasila dan UUD NKRI 1945. 

Menurut Mallon dan Hess (2005), dalam konteks kesejahteraan sosial terdapat tiga faktor kesejahteraan anak, antara lain kesejahteraan berarti keluarga yang memiliki peningkatan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka, anak-anak dan remaja menerima fasilitas yang layak untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka, dan menerima fasilitas yang layak untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental mereka.

Hak anak yang didapatkan wajib diberikan dan berlaku dari anak usia dini hingga remaja usia 12-18 tahun dan baik dari anak yang memiliki orang tua, tidak memiliki orang tua, maupun anak terlantar. Anak yang memiliki orang tua mendapatkan perantara pertama dan utama. Peran, kewajiban, dan tanggung jawab orang tua dan keluarga terhadap perlindungan anak sudah diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Pasal 26 Ayat 1. 

Jika, orang tua tidak ada atau tidak diketahui keberadaannya atau karena suatu sebab, maka dialihkan kewajiban dan tanggung jawab pada keluarga sesuai dengan ketentuan perundang-undang. Namun, anak yang tidak memiliki orang tua berhak memperoleh perlindungan oleh negara atau seseorang atau badan dan anak yang terlantar berhak memperoleh bantuan dengan menciptakan lingkungan keluarga yang wajar.

Pada tahun 1989 oleh PBB, Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) atau UN-CRC (United Nations Convention on the Rights of the Child) adalah sebuah perjanjian yang menjamin hak asasi manusia pada anak di berbagai bidang. Lalu, pada tahun 1990, Indonesia menetapkan KHA dan 12 tahun setelahnya, pemenuhan hak dan perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 bahwa kewajiban dan memberikan tanggung jawab untuk menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan mental, serta melindungi, menghormati, bertanggung jawab, dan melaksanakan kebijakan dalam perlindungan anak. Kemudian, direvisi dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pada tahun 2021, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa jumlah pemuda di Indonesia sebanyak 64,92 juta jiwa yang setara dengan 23,9% dari total populasi Indonesia dan pemuda usia 16-18 tahun sebanyak 20,87%. 

Kenyataannya, masih banyak anak-anak jauh dari kata sejahtera dan menimbulkan masalah kekerasan dan kenakalan remaja di Indonesia yang masih cukup tinggi, sehingga menimbulkan perubahan sosial, ekonomi, ilmu dan teknologi, hingga sesuatu yang tidak dapat diperkirakan di dalam kehidupan manusia. 

Kekerasan dan kenakalan remaja atau Juvenile Delinquency bisa dikatakan sebagai perbuatan atau kegiatan yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain yang ada di sekitarnya. Hal ini bertentangan dengan norma, stabilitas, moral, disiplin, dan hukum di lingkungan masyarakat yang disebabkan oleh para anak atau remaja yang masih mencari jati diri dan identitasnya.

Selain itu, kekerasan dan kenakalan remaja lebih banyak karena anak-anak tinggal di luar pengawasan orang tua, sementara bagi yang tinggal di lembaga pengasuhan alternatif dan dalam penahanan juga dihadapkan pada risiko intensif terhadap keamanan. 

Dalam konteks masalah kesejahteraan sosial terdapat kategori kelompok sifat, antara lain sifat patologis, sifat nonpatologis, sifat marjinal, dan masalah-masalah sosial lainnya. Selain itu, masalah kesejahteraan sosial terdapat tiga perspektif, antara lain perspektif residual, perspektif institusional, dan perspektif pengembangan. 

Dalam topik ini membicarakan mengenai kekerasan dan kenakalan remaja, sehingga termasuk ke dalam kategori masalah kesejahteraan sosial bersifat marginalisasi dan perspektif residual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun