Dalam sebuah sistem ekonomi ada sebuah istilah yang sangat familiar ditelinga kita yaitu istilah Produksi. Produksi sendiri merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Yang mana tujuan dari produksi menurut pandangan Islam tidak hanya berorientasi kepada profit semata, melainkan ada tujuan lain yang lebih besar ketimbang hanya menghasilkan profit, yaitu adalah keberkahan.
Keberkahan sendiri bisa diartikan sebagai ziyadah al-khair (tambahnya kebaikan). Yang mana tambahnya kebaikan ini tidak hanya berlaku kepada satu pihak saja, melainkan berlaku kepada semua pihak yang terlibat baik produsen (pihak yang memproduksi), distributor (pihak yang mendistribusikan), konsumen (pihak yang mengkonsumsi), bahkan sampai hasil yang di produksi baik barang maupun jasa itu memiliki nilai tambah dampak dari keberkahan itu sendiri.
Guna mencapai sebuah keberkahan seorang produsen sebaiknya menerapkan etika dalam dalam memproduksi barang maupun jasa. Akan tetapi Salah satu permasalahan yang muncul adalah tidak setiap orang muslim tau tentang etika produksi dalam kontek perekonomian Islam, Jikapun mereka tau itupun setngah-tengah sehingga tetap saja cenderung melangar etika dan norma dalam berproduksi. Maka agar etika berproduksi diketahui dan diamalkan terutama oleh orang Islam. Kiranya perlu dikenalkan kepada mereka tentang konsep etika produksi.
Para ahli ekonomi Islam menyebutkan aksioma-aksioma dalam kegiatan produksi yang telah digali dari Al-Qur’an dan Hadist, yang mana aksioma-aksioma tersebut nantinya menjadi cikal bakal terumuskanya prinsip-prinsip produksi dalam Islam. Yang pertama ada Prinsip Unity (keesaan tuhan/Tauhid) yaitu integritas vertical. Yang mana artinya sebuah interaksi sistem sosial yang bermuara kepada keesaan tuhan.
Yang mana guna mencapai keberkahan niat utama seorang produsen dalam memproduksi barang atau jasa adalah karena Allah SWT. Yang kedua ada Prinsip Equlibrium (keadilan) yaitu Jika seorang pengusaha memiliki hak untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan produksinya, demikian juga semua pihak yang terlibat dan terkena dampaknya juga mempunyai kepentingan (berhak) untuk tidak dirugikan dan dirampas haknya dan kepentingan untuk mendapatkan keuntungan. Yang ketiga ada Prinsip Free will atau bebas berkehendak (ikhtiar) yang mana Para ulama mensyaratkan bahwa dalam transaksi harus dilakukan dengan suka sama suka (at-taradi).
Hal itu dimaksudkan supaya setiap orang harus melakukan perilaku ekonominya secara merdeka tanpa ada pemaksaan, baik secara fisik maupun secara psikologis atau politis, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Yang keempat ada Prinsip Responsibility (pertanggungjawaban) terhadap ingkungan sosial, politik, ekonomi, budaya, fisik, pemerintah, stake holders, manusia dan lain-lain, sebagaimana dijelaskan dalam point 3 di atas. Dan yang kelima ada Prinsip Kebenaran (Kebijakan dan kejujuran) Secara substantif, bahwa prinsip kebenaran itu berkaitan dengan hak dan kewajiban, sebagaimana tujuan holistik ekonomi dalam ajaran agama juga dalam rangka mendatangkan kemaslahatan semua orang. Karena dunia seisinya ini adalah ciptaan dan milik Allah yang kemudian diserahkan kepada manusia, maka semuanya juga harus disandarkan kepada kehendakNya atau perintahNya yang dituangkan dalam tujuan penciptaan manusia dan jin, yakni ”menebarkan kasih sayang untuk segenap alam”.
Setelah kita mengetahui dan memahami prinsip-prinsip produksi dalam Islam, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh para produsen adalah menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam proses produksinya agar sesuai dengan tujuan produksi itu sendiri. Sebagaimana telah dimaklumi, bahwa tujuan daripada bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan materil. Yang artinya, dalam bisnis, seperti produksi dan semacamnya harus berorientasi kepada profit. Yang mana Islam sendiri menerima konsep tersebut. Demikian pula, Islam tidak melarang seseorang untuk menjadi kaya raya. Hanya saja, didalam proses untuk mencapai itu semua ada koridornya masing-masing. Yang mana profit tetap menjadi tujuan bisnis, akan tetapi agar kita senantiasa memperoleh keberkahan dari kegiatan bisnis kita, maka harus dilakukan dengan cara yang benar, yakni dengan tidak merugikan pihak lain. Di samping itu, distribusi dari keuntungan tersebut tentu juga harus memperhatikan tanggung jawab sosialnya atau corporate social responsibility (CSR) dan zakat, karena bagaimanapun juga factor keberhasilan bisnis itu secara umum adalah jasa dari masyarakat yang telah bersedia menjadi konsumennya.
Jadi agar kita senantiasa medapatkan keberkahan dari proses bisnis khususnya produksi, sebaiknya kita menerapkan etika dalam berbisnis. Yang mana nantinya keberkahan ini tidak hanya dirasakan oleh produsen saja, melainkan akan dirasakan manfaatnya oleh seluruh pihak yang terlibat. Mulai dari produsen, distributor, konsumen, karyawan, hasil dari produksi, sampai keuntungan yang didistribusikan untuk tanggung jawab sosial (CSR) dan zakat.
By: Chabib khoirul ma'sum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H