Mohon tunggu...
Nilam Sari
Nilam Sari Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

try to reverse enggineering what people think about me...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Jadi Teroris itu Jahat

23 Februari 2016   03:53 Diperbarui: 23 Februari 2016   04:00 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang baik atau buruk itu relatif. Banyak teman-teman saya yang bilang bahwa kejadian-kejadian pembunuhan massal yang terjadi di Bali, WTC, dll tempat yang dilakukan oleh teroris yang mengatasnamakan agama masih belum seberapa jika dibandingkan dengan kekejaman tentara Amerika yang melakukan agresi militer di Afganistan. Atau jika dibandingkan dengan kekejaman tentara Israel yang membombardir Palestina dan membunuh banyak anak-anak tidak berdosa maka apa yang dilakukan teroris itu ibarat busa di tengah lautan.

Jika ditinjau dari segi kuantitas maka adalah tidak adil jika kita hanya mengutuk para teroris tersebut, sementara masih banyak teroris yang lebih makan korban. Lagian Itu merupakan upaya balas dendam atas kejahatan yang secara langsung atau tidak langsung mereka alami. Di zona lain ternyata masih ada upaya balas dendam (yang mungkin bisa juga dikatakan terorisme) yang lebih makan korban. Amerika pernah melakukan tindakan balas dendam terhadap penyerangan Pearl Harbour oleh tentara Jepang yakni dengan menjatuhkan dua bom berdaya ledak dahsyat di kota Nagasaki dan Hiroshima di mana korban yang ditimbulkan jauh lebih banyak. Lantas apa bedanya dengan tindakan balas dendam teroris tersebut? Mereka balas dendam atas kematian saudara-saudara mereka yang tewas di Palestina, Afganistan, dll. Jika Teroris binatang, maka Amerika lebih binatang lagi.

Memang di dunia ini tidak ada agama yang mengajarkan tindakan balas dendam. Tidak ada agama yang mengajarkan tindakan pembunuhan. Jika ada pemeluk agama yang melakukan tindakan balas dendam atau pembunuhan, itu dikarenakan mereka kurang memahami ajaran agama mereka---setidaknya begitu yang dikatakan orang-orang. Mereka melakukannya bukan karena dendam itu mampu mengobati kekesalan mereka, atau dengan dendam itu semuanya menjadi impas, tapi mereka melakukannya karena tidak ingan dicap “tidak bisa” atau dicap lemah. Mereka melakukannya karena ingin memberi efek jera bagi orang yang lebih dulu menzalimi mereka bahwa ada punishment untuk setiap tindakan kejahatan.

Namun dalam dunia peperangan, terdapat aturan tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh setiap orang yang sedang berperang. Kita ini Human-Being harus punya idealisme dalam bertindak---kata Obama. Saya bandingkan dua kejadian pembunuhan yang terjadi di tahun 2015, pertama adalah tindakan teroris di San Bernardino Amerika Serikat yang dilakukan oleh sepasang pengantin baru Syed Rizwan Farook dan Tashfeen Malik dengan kejadian lainnya yakni pembunuhan yang dilakukan terhadap umat Islam, misalnya pembersihan etnis muslim Rohingya di Kamboja. Jika ditinjau dari segi kuantitas memang korban yang ditimbulkan pasangan muslim ini tidak seberapa, hanya 14 orang. Bandingkan dengan ribuan korban yang tewas akibat pembantaian umat Buddha di Kamboja? Mana yang lebih kejam?

Namun apakah hidup ini hanya soal kuantitas.

Jika bicara kuantitas maka saya bisa katakan bahwa Soekarno itu kejam. Selama masa kepemimpinannya terdapat banyak manusia yang tewas yang diakibatkan oleh kebijakan yang diambil. Ada PKI yang melakukan pembantaian di beberapa tempat, yang secara tidak langsung diakibatkan oleh doktrin NASAKOM produk pemikiran Soekarno---Soekarno bukan sekedar tidak tahu dengan semua itu, berdasarkan apa yang nampak di permukaan beliau seperti mengiyakan. Kemudian ada operasi pembersihan PRRI/Permesta yang memakan korban ratusan bahkan ribuan orang yang tidak bersalah. Pembersihan DI/TII juga menimbulkan banyak korban tidak bersalah. Demikian pula dengan berbagai upaya penumpasan gerakan separatisme di berbagai tempat lain di tanah air. Belum lagi adanya heroisme akibat figur beliau yang mengakibatkan terjadi serangan bersenjata terhadap pos-pos Belanda oleh TNI, jika ditinjau dari sudut pandang Belanda maka bisa kita katakan Soekarno penjahat/teroris.

Soeharto pun demikian. Bagaimana ketika terjadi upaya pembersihan sisa-sisa komunisme di Indonesia ada begitu banyak manusia yang dikorbankan. Ribuan bahkan jutaan. Belum lagi penculikan aktivis yang sampai sekarang masih misteri. Jika tinjauannya hanya berdasarkan kuantitas, maka bisa kita katakan Soeharto lebih kejam dari Amrozi. Demikian pula Mao Zedong yang membiarkan banyak rakyatnya yang mati selama revolusi akibat kelaparan atau kekerasan dalam revolusi itu sendiri, mungkin bisa kita katakan bahwa Mao Zedong lebih kejam dari Hitler.

Yang membedakan Israel dengan para teroris itu adalah. Israel dan pihak Palestina sudah sama-sama sadar bahwa mereka lagi dalam proses pertempuran. Tentara Israel sudah tahu bahwa suatu waktu bisa saja rudal dari pemuda-pemuda Hamas datang mendarat di kediaman mereka. Dan mereka sudah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi hal tersebut---pada banyak kasus justru militan Palestina yang memulai pertumpahan darah.Tentara Amerika yang bertugas di Afganistan juga tahu kalo suatu waktu peluru dari para pejuang Afganistan bisa menghantam kepala mereka. Mereka dalam keadaan sama-sama sadar bahwa mereka harus membunuh atau dibunuh. Nyawa mereka bisa hilang kapan saja itu sudah masuk kalkulasi mereka.

Syed Rizwan Farook ini dilahirkan di Amerika kemudian mengenyam pendidikan di Amerika. Sempat menjadi pegawai magang di sebuah instansi kesehatan untuk selanjutnya dijadikan pegawai tetap. Lima tahun dia bekerja di situ sampai suatu waktu dia bertemu dengan Tashfeen Malik yang berasal dari Pakistan melalui media internet. Mereka kemudian menikah dan memutuskan untuk bersama-sama tinggal di Amerika. Dalam sebuah jamuan makan yang diadakan oleh kantornya Farook dan Malik memberondongkan senapan ke arah para hadirin yang notabene teman-teman kantornya sendiri. 14 orang tewas dan beberap lainnya luka-luka. Mereka buron dan kemudian ditembak mati dalam sebuah pengejaran.

Mereka mati demi membalaskan penderitaan saudara-saudara mereka di negeri seberang. Membalaskan penderitaan orang-orang yang mereka tidak kenal dengan membunuh orang-orang yang baik hati dan sudah menjadi bagian hidup mereka. Mereka melakukannya karena alasan iman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun