Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Sebagai Gerakan Semesta Demi Indonesia yang Lebih Kompetitif

23 Mei 2016   13:47 Diperbarui: 23 Mei 2016   13:51 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

2 Mei lalu, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. 20 Mei lalu, kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Mari kita merenung di bulan Mei yang kebetulan dicanangkan sebagai Bulan Pendidikan dan Kebudayaan ini terkait masa depan bangsa dan negara kita. Salah satu tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang ada di dalamnya. Dengan kecerdasan berupa ilmu, pengetahuan, dan budi yang luhur dari bangsa Indonesia, maka bangsa ini dapat menjadi bangsa yang sejahtera dan maju. Kecerdasan tersebut dapat diperoleh bangsa ini dengan pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah NKRI. Permasalahannya, apakah bangsa ini sudah memilikinya?

Selama lebih dari tujuh dasawarsa, NKRI telah menjadi sebuah negara yang merdeka dan bebas menentukan nasibnya sendiri. Kunci dari kemampuan negara ini untuk lepas dari penjajahan asing adalah kecerdasan para pejuang untuk berstrategi dalam memerdekakan bangsanya.  Ketika persaingan di skala global semakin ketat dan era Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah di depan mata, sayangnya belum sepenuhnya masyarakat Indonesia memperoleh pendidikan yang berkualitas khususnya dalam bentuk pendidikan formal. Pendidikan di Pulau Jawa cukup mudah didapat ketika masih banyak masyarakat di pelosok yang belum mendapatkan akses terhadap pendidikan. Mereka yang beruntung mendapatkannya pun harus berjuang ekstra keras untuk menempuh pendidikan dan banyak sekali keterbatasan untuk mencapai tingkat kualitas yang diharapkan.

Solusi untuk mengurangi keterbatasan tersebut dan menciptakan kehidupan berpendidikan yang merata adalah menjadikan pendidikan itu sendiri sebagai gerakan semesta, di mana negara ini memberdayakan seluruh sumber daya yang dimilikinya untuk memajukan tingkat pendidikan. Hal ini sangat memungkinkan karena sejatinya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang cerdas, bahkan sekelompok anak bangsa telah berhasil mencetak berbagai prestasi di kancah internasional. Mengapa tidak Kemdikbud saja yang mengurus ini semua? Dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki Kemdikbud, tentunya tidak mungkin Kemdikbud bekerja sendirian untuk membangun sekolah di seluruh wilayah Nusantara dalam waktu singkat. Apa saja yang harus dilakukan?

Menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN

Era MEA memungkinkan masyarakat dari negara tetangga bekerja di Indonesia. Persaingan semakin ketat dan salah satu faktor penentunya adalah pendidikan. Mau tidak mau, tingkat pendidikan masyarakat kita harus ditingkatkan agar kompetitif dengan mereka. Kemdikbud perlu menerbitkan peraturan “Wajib Belajar 13 tahun” untuk pelajar usia sekolah sehingga paling tidak mereka memiliki sertifikat Diploma I. Mengapa tidak berhenti di SMA/SMK saja? Para lulusan SMK memang memiliki kompetensi spesifik untuk terjun ke dunia kerja, tetapi bagaimana dengan para lulusan SMA yang masih mempelajari berbagai mata pelajaran secara umum?

Kemudian peraturan ini disosialisasikan dengan baik dan masyarakat dijelaskan manfaatnya agar mau mengikutsertakan anak mereka dalam program ini apa pun kondisinya. Orang tua dan anak harus berusaha bersama-sama untuk menyelesaikan pendidikan anak dengan hasil yang memuaskan di sekolah yang sebaik mungkin.

Keterbatasan lembaga pendidikan formal

Keterbatasan sekolah dan perguruan tinggi bisa dikurangi dengan pendirian lembaga pendidikan swasta oleh pihak swasta, khususnya dalam rangka CSR oleh perusahaan-perusahaan dengan keuntungan yang besar. Sekolah dan perguruan tinggi tersebut sebisa mungkin didirikan di daerah-daerah yang benar-benar kekurangan sarana pendidikan. Dalam pelaksanaan nantinya, sebisa mungkin pula pelajar benar-benar tidak dikenakan biaya sehingga tidak semakin membebankan keluarganya dan jika memang pada akhirnya biaya harus dibebankan, biaya tersebut murni diperuntukkan untuk operasional sekolah, bukan untuk perjuangan membangun cabang. Mengapa saya harus berbicara soal biaya? Fakta di lapangan berbicara bahwa salah satu pos pengeluaran terbesar untuk seorang anak adalah biaya pendidikan, terlebih lagi untuk mereka yang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan swasta.

Dari mana perusahaan tersebut tahu daerah mana saja yang kekurangan pendidikan dan lembaga pendidikan seperti apa yang harus didirikan? Data terkait hal tersebut diberikan oleh Kemdikbud. Kemdikbud harus memastikan agar nantinya yang dibangun tidak asal sekolah, tidak asal perguruan tinggi, tetapi sekolah atau perguruan tinggi yang dilengkapi dengan fasilitas yang layak dan pengajar yang berkualitas untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Hal ini penting mengingat kondisi sekolah-sekolah yang ada sekarang ini belum semuanya tergolong layak dan memiliki fasilitas yang cukup, khususnya untuk praktikum. Maklum, fasilitas untuk praktikum tergolong mahal sehingga wajar jika kita menemukan sebuah sekolah hanya memiliki satu komputer untuk banyak siswa dan masih banyak lagi kendala. Jika terus dibiarkan, sekolah seperti ini hanya akan meluluskan pelajar dengan jangkauan teori yang luas tetapi tidak dengan keterampilannya.

Khusus pendidikan jenjang perguruan tinggi, pihak yang kesulitan mendirikan perguruan tinggi fisik dapat mengadakan kerja sama dengan perguruan tinggi yang sudah ada untuk menyelenggarakan aktivitas kuliah online. Kuliah online tidak hanya menambah jumlah mahasiswa yang dapat merasakan bangku kuliah, melainkan juga memfasilitasi para pekerja penuh dan mereka yang di daerahnya tidak terjangkau kehadiran perguruan tinggi.

Selanjutnya, setelah kehadiran lembaga pendidikan swasta dan pendidikan online, peran Kemdikbud di sini adalah menentukan dan mengembangkan kurikulum standar untuk seluruh lembaga pendidikan formal yang ada, mengawasi kegiatan lembaga pendidikan formal agar berjalan sebagaimana mestinya, dan terus memantau kualitas pendidikan agar senantiasa positif dan merata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun