UMKM adalah penyokong utama perekonomian nasional. Makanan adalah penyokong utama kekuatan tubuh dalam beraktivitas sehari-hari. Kombinasi keduanya, UMKM kuliner, menyediakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat khususnya kaum pas-pasan dan memberikan penghidupan bagi banyak orang yang terlibat di dalamnya.
Tak terkecuali blantika UMKM Jakarta dan UMKM Bogor, dari pusat kota sampai pinggiran kota memiliki berbagai usaha kuliner bahkan banyak di antaranya menjadi tempat makan yang terkenal. Tak sedikit dari mereka yang bekerja gigih kemudian berhasil melebarkan sayapnya dengan mendirikan cabang dan lama-lama menjadi usaha besar. Akan tetapi, perjuangan mereka juga tak main-main bahkan bertarung di jalan seharian tanpa tempat berteduh.
Ceritaku dengan UMKM kuliner
Sehari-hari, saya dan keluarga memang mengonsumsi masakan rumah. Pergi bekerjapun, tak lupa saya membawa bekal dari rumah. Akan tetapi, dalam kondisi darurat atau ketika seharian berada di luar rumah, kami membeli makanan termasuk dari UMKM kuliner.Â
Sebelum pandemi, kami hanya mengenal mereka yang membuka warung nasi, berdagang keliling, dan berdagang di kantin atau pujasera. Datang dengan perut lapar, makan dengan peralatan makan yang disediakan, lalu perut kenyang kemudian dengan hati yang puas pula. Kami tidak punya tempat langganan tertentu, menyesuaikan dengan apa yang tersedia dan di mana kami berada.
Ikut menghidupkan UMKM kuliner dari rumah di masa-masa tersulit
Semua berubah ketika pandemi datang. Banyak kantor memindahkan kegiatan operasional karyawan ke rumahnya masing-masing sehingga pedagang di kantin dan pujasera perkantoran pun tak memperoleh pemasukan.Â
Tak terkecuali seorang ibu tiga anak yang dulu pernah menjadi tetangga kami, warung nasinya di kantin perkantoran tak bisa beroperasi ketika suami mengalami pemotongan gaji besar-besaran dan kebutuhan keluarga sedang besar-besarnya dengan anak-anaknya sedang menempuh pendidikan kuliah.
Ibu ini beralih menyediakan layanan katering dari rumah. Mereka yang biasa bekerja di tempat ibu ini berdagang dan wilayah tempat tinggalnya bisa dijangkau oleh si ibu tetap menjadi incaran pelanggan utama, tetapi jumlahnya tentu berkurang. Status WhatsApp pun diandalkan untuk menjangkau para kenalan dan juga ikut melibatkan semua anggota keluarga.
Berdasarkan pengakuan si ibu, selama jadwal kuliah online anaknya memungkinkan, seluruh keluarga terlibat setiap pagi. Dua anak perempuan mempersiapkan alat dan bahan, ibu memasak, ayah membungkus, dan anak laki-laki berurusan dengan para driver ojek online yang akan mengantarkan makanan tersebut sekaligus menjadi PIC keuangan. Agar mereka senantiasa memiliki uang yang cukup, keluarga ini rela menjual rumah satu-satunya yang mereka miliki dan pindah ke rumah sewaan. Satu unit mobil sederhana dipertahankan sebagai kendaraan ibu dan anak-anaknya pergi ke pasar untuk berbelanja.
Berbeda dengan hari-hari biasanya di warung nasi ketika pelanggan terpaksa menerima apa adanya menu yang disediakan, ibu ini memutar otak dengan memperbolehkan para pelanggannya meminta menu yang mereka inginkan. Si ibu siap untuk belajar dari internet dengan harapan rasanya sesuai, jika tidak bisa maka permintaan akan ditolak. Bahkan jika sebelumnya di warung nasi hanya tersedia makanan utama, kini ibu ini berusaha menambah pendapatan dengan turut menyediakan makanan penutup.