Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Makan Siang Gratis Anak Sekolah: Program Humanis yang Bikin Kaum Menengah Jakarta Menangis

11 Maret 2024   11:22 Diperbarui: 14 Maret 2024   13:40 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah karyawan kantor mencari makan saat jam istirahat siang di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (3/11/2020). KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD) 

Banyak orang tua dengan ekonomi pas-pasan memilih presiden penerus dengan program makan siang gratis agar uangnya bisa dialihkan untuk kebutuhan lain anak.

Tak sedikit mereka yang lebih mampu memilih sosok yang sama juga karena program ini dianggap paling realistis, humanis, dan menyentuh kebutuhan mendasar pada anak-anak. Ketika hendak direalisasikan, banyak pihak menangis terjerit-jerit termasuk pemilihnya sendiri.

Loh, kok bisa?

Sejak awal, program makan siang gratis ini sudah memicu pro dan kontra bahkan sampai disorot oleh media asing.

Karena kita bukan politisi dan tidak sedang membahas aspek politisnya, lupakan sejenak soal kemungkinan dibentuknya aparatur baru untuk mengurusnya, potensi kebocoran anggaran, sampai defisit anggaran, utang negara, dan pajak yang siap membengkak.

Ya, naiknya pajak tetap memberatkan para pengusaha dan memangkas pemasukan rumah tangga juga sih.

Saat ini, harga beras sedang naik dengan persediaan yang sangat terbatas di pasar. Jika selama pandemi kemarin kita bisa membeli dua karung beras 5 kg per hari dan dengan harga sesuai batas Pemerintah, sekarang harga yang lebih mahal pun hanya boleh membeli satu karung beras 5 kg per hari. 

Sudah demikian, takaran beras dan air yang sama kini menghasilkan nasi yang lebih sedikit, misalnya beras yang biasanya cukup untuk makan kami sekeluarga sebanyak tiga kali kini hanya cukup untuk dua hari. Untunglah, rasa nasinya masih tetap terjaga, tidak seperti ketika pandemi dengan rasa nasi yang jatuh signifikan.

Sebelum harga beras naik, satu bungkus nasi putih di warteg yang bisa dinikmati berdua dijual seharga lima ribu Rupiah saja. Sekarang, saya harus menebusnya dengan harga delapan ribu Rupiah.

Agar pelanggan tak lari, kenaikan harga tidak banyak dipilih dan solusi mengurangi porsi nasi menjadi solusi. Sebungkus nasi Padang yang dulu nasinya cukup untuk berdua kini pas-pasan untuk makan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun