Perkantoran, pusat perbelanjaan, dan tempat tinggal baik dalam rumah tapak maupun rumah susun, menjadi markas berbagai sektor dan ukuran usaha serta masyarakat yang mencari makan di dalamnya.Â
Tidak hanya biaya besar dibutuhkan untuk membangunnya, tetapi juga urusan perizinan dan korespondensi yang tidak mudah dan tidak sebentar.
Perpindahan bisnis, khususnya perusahaan besar dan industri, tidak akan berlangsung dengan mudah. Mengingat saat ini Pemerintah pun sudah banyak menerapkan penggunaan teknologi untuk perizinan, mereka yang konsumen utamanya bukan pemerintah pusat dan selama ini berkantor pusat di Jakarta masih akan bertahan.Â
Sebagai pegawai swasta biasa, sekalipun nantinya perusahaan memberlakukan kerja remote pun saya tetap perlu siap sedia jika ada kebutuhan darurat ke kantor tanpa perlu repot dengan tiket pesawat dan durasi penerbangan.Â
Misalnya, rapat mendadak dengan atasan atau laptop kantor mendadak rusak dan membutuhkan perbaikan segera. Banyaknya pegawai dan pekerja industri yang akan tetap bertahan di Jakarta dan sekitarnya juga membuat potensi usaha tetap cerah.
Hidup akan menjadi lebih tenang dan fokus
Posisi Jakarta selama ini sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis membuatnya rawan unjuk rasa, baik yang dilakukan atas dasar ketidaksetujuan pada perusahaan tertentu, pemerintah pusat, maupun lembaga lainnya.Â
Kepindahan kantor lembaga pemerintahan pusat dan kedutaan asing ke Pulau Kalimantan membuat unjuk rasa terkait isu nasional dan internasional berkurang sehingga Jakarta bisa berfokus pada kehidupan lokalnya sendiri dan kegiatan bisnis yang berjalan di dalamnya.Â
Demikian pula kegiatan kenegaraan juga akan berkurang ketika seluruh aktivitas pemerintah pusat resmi berpindah ke IKN. Artinya, rakyat Jakarta akan mengalami penurunan frekuensi kemacetan lalu lintas dan penutupan ruas jalan karena hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya sehingga bisa tenang dan fokus menjalankan aktivitas sehari-hari.
Biaya hidup yang tidak murah-murah amat ketika berpindah (dan berpotensi naik)
Jakarta memang memiliki biaya hidup yang termahal di Indonesia. Rata-rata rumah tangganya mengeluarkan sekitar Rp15 juta berdasarkan Survei Biaya Hidup 2022 oleh Badan Pusat Statistik. Hidup sederhana pun tidak murah, tercermin dari upah minimum provinsinya yang ada di sekitar Rp5 juta.