Catatan Sommers pada situs American Enterprise Institute menunjukkan bahwa secara rata-rata perempuan dan laki-laki memiliki tingkat kecerdasan yang sama. Tingkat kecerdasan perempuan pun lebih merata dibandingkan terhadap laki-laki yang memiliki kelompok pencilan. Forbes mencatat bahwa perempuan lebih unggul dalam urusan kecerdasan emosional dengan kemampuan mereka untuk lebih peka dan peduli secara sosial, sehingga juga lebih mampu menjaga hubungan dengan orang lain.
Secara emosional, studi oleh Weigard, Loviska, dan Beltz yang dipublikasikan oleh Scientific Reports menunjukkan bahwa fluktuasi emosi laki-laki dan perempuan tergolong sama.Â
Studi Folkman yang dikutip oleh SSBM menunjukkan bahwa perempuan lebih mampu bekerja secara efektif sebagai pemimpin terhadap laki-laki dan bertindak lebih baik dalam menghadapi krisis. Perempuan lebih mampu mengenali dan menghargai pekerjaan timnya sehingga pekerjanya merasa lebih terikat secara positif.Â
Perempuan juga lebih terbuka dalam meminta masukan dan meningkatkan diri, sehingga dapat bekerja lebih baik termasuk dalam bidang yang sebelumnya dianggap sebagai keunggulan mutlak laki-laki. Kepedulian sosial dan keterbukaan terhadap masukan menjadikan perempuan sangat cocok dalam dunia politik untuk mendengarkan keluhan masyarakat dan meresponnya dengan program kerja yang efektif.
Secara historis, perempuan juga telah menorehkan kesuksesan dalam bidang politik termasuk untuk memimpin negara baik di dalam negeri maupun di luar negeri.Â
Politisi perempuan diakui keberhasilannya baik oleh juri berbagai penghargaan internasional maupun masyarakat itu sendiri. Bahkan, di era sebelum Masehi pun kecakapan memimpin oleh perempuan sudah terjadi ketika era Hatshepsut di Mesir dan beliau dipilih sebagai pemimpin ketujuh terbaik sepanjang sejarah oleh organisasi Best Diplomats.
Belajar dari negara yang lebih unggul dalam urusan kesetaraan politik
World Economic Forum mencatat Islandia sebagai negara dengan indeks kesetaraan gender di bidang politik tertinggi, yaitu nilai 0,87. Urusan keterwakilan perempuan sebagai menteri dan anggota parlemen, kita perlu belajar masing-masing kepada Nicaragua dan Rwanda dengan tingkat keterwakilan sekitar enam puluh persen. Ada beberapa hal umum yang ditemukan di sana dan bisa kita pelajari untuk meningkatkan kesetaraan gender di Indonesia.
Pertama, peraturan hukum yang ada untuk menjamin kesetaraan gender perlu diperkuat untuk melindungi perempuan dari pelecehan dan kekerasan.Â
Pendekatan secara sosial juga diperlukan untuk menjamin bahwa masyarakat memandang dan memperlakukan perempuan dan laki-laki secara setara.Â
Perempuan didorong untuk tertarik keluar dari rumah dan mengemban amanat lain termasuk berpolitik ketika urusan rumah tangga sudah tertangani dengan baik dan masih ada waktu luang untuk berkontribusi terhadap masyarakat.
Kedua, keterwakilan perempuan secara politik di dunia legislatif dapat ditingkatkan lagi secara hukum dari tiga puluh persen ke empat puluh persen.Â