Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apakah BPJS Kesehatan Benar-Benar Solusi Berobat Murah?

26 Mei 2023   18:15 Diperbarui: 26 Mei 2023   18:14 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sebelumnya, Terminal Mojok telah membahas masalah mendasar yang menyebabkan berobat di Tanah Air terasa mahal. Intinya, biaya konsultasi dokter, penebusan obat, sampai pemeriksaan laboratorium dan tindakan semuanya perlu ditekan agar berobat tidak lebih mahal dari ke luar negeri dan dapat dijangkau oleh masyarakat. Penanganan Pemerintah dengan tepat dapat menurunkan biaya berobat sekaligus juga membuat biaya kepesertaan BPJS Kesehatan lebih terjangkau. Lah, BPJS Kesehatan saat ini mahalkah? Rp150 ribu per orang per bulan dan sudah mendapatkan pelayanan kelas satu?

Bagi mereka yang merupakan penerima upah, pemberi kerja membayar iuran sebesar 4% dan pekerja sendiri membayar iuran sebesar 1%. Iuran ini dihitung dari gaji yang disesuaikan untuk tidak lebih rendah dari UMK dan tidak lebih tinggi dari Rp12 juta, serta bisa mencakup pasangan sah dan maksimum tiga anak juga. Pekerja dapat mengikutsertakan anggota keluarga lainnya, termasuk ayah dan ibu, dengan membayar iuran tambahan sebesar 1% dari gaji yang disesuaikan itu. Iuran ini memang tidak terlihat mahal jika kita hanya memperhitungkan apa yang dipotong perusahaan di slip gaji, tetapi perhatikan lebih cermat khususnya untuk para lajang.

Itu berarti, jika saya lajang dan bekerja di Kabupaten Karawang atau Kota Bekasi yang UMK-nya termahal di Indonesia di atas Rp5 juta, total iuran yang dibayarkan untuk saya (bukan oleh saya ya) sudah melebihi iuran kelas satu peserta mandiri tepatnya Rp250 ribu. Jika saya mengikutsertakan salah satu orang tua dan menambah iuran sebesar Rp50 ribu, iuran kami berdua baru sama dengan iuran dua orang peserta mandiri di kelas satu. Terlebih lagi jika gaji saya berada di atas Rp12 juta sebagai batas maksimum yang diberlakukan, mengikutsertakan ayah dan ibu pun (total mencapai Rp840 ribu) tetap lebih mahal dari iuran tiga orang peserta mandiri yang hanya Rp450 ribu. Kecuali jika saya sudah berkeluarga dan keluarga saya tergolong keluarga berencana (baca: pasutri dengan dua anak), ya total iurannya tidak lebih tinggi dari jika kami dihitung sebagai peserta mandiri sekalipun gaji saya berada di batas atas perhitungan BPJS Kesehatan.

Perlu diingat kembali bahwa BPJS Kesehatan memberikan layanan kelas satu untuk mereka yang bergaji di atas Rp4 juta per bulan dan sisanya mentok di kelas dua. Jika dari tadi berbicara mengenai masyarakat metropolitan terus, sekarang mari beralih ke kota yang lebih kecil dan melihat hal tidak adil lain yang terjadi. Seorang lajang yang bergaji dua kali UMK Jogjakarta (sekitar Rp4,6 juta) mendapatkan biaya total lebih mahal daripada ikut secara mandiri di kelas 1 (Rp150 ribu) dan lajang lain yang bergaji satu setengah kali UMK Jogjakarta (sekitar Rp3,4 juta) membayar iuran sebesar Rp170 ribu ketika dia masih mendapatkan layanan mentok di kelas dua yang membebankan tarif mandiri di Rp100 ribu. Sedangkan pasutri di mana suaminya saja yang bekerja dan bergaji setara UMK Jogjakarta, sehingga membayar iuran sekitar Rp115 ribu, mendapatkan biaya total lebih murah dari dua orang mendaftarkan secara mandiri di kelas 2 yang membebankan iuran di Rp200 ribu.

Padahal jika dipikir-pikir, belum tentu peserta mandiri memiliki pendapatan lebih rendah dari penerima upah (misalnya YouTuber penuh waktu), meskipun memang seringkali tidak pasti dan bahkan di saat tertentu bisa saja kantong benar-benar kering tanpa pendapatan. Ditambah lagi, kembali lagi ke para lajang, kasihan sekali para lajang ini meskipun memang sebagian besar iuran dibayarkan oleh pemberi kerja. Membayar relatif lebih mahal dan bisa saja mendapatkan kelas layanan lebih rendah untuk melakukan subsidi silang terhadap mereka yang sudah menikah dan punya anak, ketika mengikutsertakan orang tua dan menunaikan baktinya malah disuruh membayar iuran tambahan. Mengapa BPJS Kesehatan tidak bersikap fleksibel saja untuk boleh mengikutsertakan ayah, ibu, pasangan, dan anak tanpa membayar iuran tambahan selama total tanggungan tidak melebihi empat orang?

Jika BPJS Kesehatan tidak berminat, jalan lain yang bisa dilakukan adalah dalam menentukan kelas layanan maka tidak hanya gaji yang dipertimbangkan tetapi juga jumlah tanggungan yang tidak membayar iuran tambahan. Masih tidak minat juga? Kenakan iuran dengan basis per orang, lumayan bisa memotong iuran para lajang dan jika beban perusahaan turun mungkin gaji akan sedikit meningkat selama HRD kita baik.

Nasib para lajang di Tanah Air memang menyedihkan, sudah menjadi sasaran subsidi silang di pajak penghasilan dan kena lagi di BPJS Kesehatan. Kan nanti akan berbalik nasib ketika sudah menikah? Cari jodoh itu susah dan butuh modal, belum lagi mempersiapkan modal menikah itu tidak mudah dan memastikan keluarga hidup berkecukupan setelah menikah itu juga PR yang berat.

Hangout dan dating butuh uang kan? Belum lagi ketika calon mertua bertanya rumahnya mana, makin pusing? Untunglah mereka biasanya tidak mempermasalahkan jika tidak punya kendaraan pribadi, toh sekarang sudah ada taksi online yang cukup nyaman dengan privilege tidak perlu berkendara sendiri. Berbeda memang dengan di Korea Selatan, malah para lajang dikasih uang agar tidak berakhir menyendiri dan bisa menikmati masa muda tanpa pusing soal uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun