Amin adalah putra tunggal yang tinggal di Jakarta. Ayahnya bekerja sebagai pilot salah satu maskapai penerbangan pelat merah, sedangkan ibunya merupakan seorang motivator sukses yang sering memberikan seminarnya di hotel-hotel berbintang di ibu kota.Â
Tentunya, Amin hidup dengan sangat berkecukupan, segala kebutuhan dan keinginannya tentu dengan mudah dapat dipenuhi oleh kedua orangtuanya.Â
Kedua orangtua Amin selalu memanjakan anak mereka dengan segala sesuatunya yang berkualitas terbaik. Apapun yang diberikan orangtuanya kepada Amin merupakan barang-barang impor, mulai dari pakaian dan ransel brand internasional, ponsel pintar canggih keluaran terbaru, sampai-sampai makanan dan minuman yang dikonsumsi Amin setiap hari berasal dari bahan-bahan impor berkualitas tinggi.
Setiap hari, sebelum bekerja ibu Amin selalu memasak terlebih dahulu untuk bekal keluarga mereka. Setiap hari pula Amin selalu diantar oleh sang ibunda ke sekolah dan juga dijemput saat jam pulang sekolah. Memang, pekerjaan ibunda Amin memiliki jam kerja yang fleksibel dan tidak menuntut dirinya untuk selalu berada di kantor setiap hari.Â
Amin tidak pernah jajan di sekolah ataupun membeli alat tulis di koperasi, karena setiap harinya sang ibunda selalu memberikan bekal makanan dan juga alat tulis yang lebih dari cukup.
Ayah Amin, yang dipercayakan oleh perusahaan tempat beliau mengabdi untuk mengemudikan pesawat berukuran besar, jarang berada di rumah. Setiap harinya, ayah Amin bertugas menerbangkan pesawat dari dan ke negara lain yang memakan waktu lebih dari setengah hari setiap penerbangan.Â
Beliau juga jarang mencicipi makanan lain di Jakarta, karena sehari-hari beliau makan masakan sang istri, atau bekal yang sudah disiapkan oleh katering rekanan maskapai penerbangan.
Semua hal tersebut menyebabkan Amin tidak memiliki pengetahuan yang luas tentang budaya lokal negaranya sendiri. Jangankan negara, untuk budaya kota Jakarta saja, Amin tidak tahu. Ketika ditanya oleh Ibu Guru di sekolah mengenai makanan tradisional khas Jakarta, tidak ada satupun yang bisa disebut oleh Amin.Â
Tetapi, kalau ditanya soal makanan dan kebudayaan lainnya asal luar negeri, Amin menjawabnya dengan sangat lancar, bahkan bisa menjelaskan dengan baik seluk beluknya.
Setiap harinya Amin selalu ditemani oleh setidaknya ayah atau ibunya di rumah, Amin tidak pernah ditinggalkan sendirian hingga pada kelas 3 SMP, ibunda Amin harus memberikan seminar di luar kota ketika sang ayah masih berada di luar negeri. Dengan berat hati, ibunda Amin meninggalkan Amin dan memberikannya kartu ATM.Â
"Ibu pergi dulu ya, Nak. Kalau butuh uang untuk transport, makan, pergilah ke bank dekat rumah dan masukkan kartu ATM ini untuk mengambil uang," pesan sang ibu.