Belasan tahun lalu, ketika saya masih rajin pulang kampung setiap tahun, Ford Everest sewaan selalu menjadi andalan untuk melibas trek yang menanjak dan menurun tiada henti, masih kasar berbatu, melewati lumpur yang becek dan begitu dalam tanpa merasakan guncangan. Meski sebenarnya mobil sekelas Innova juga bisa, sensasi dan kenyamanannya tentu berbeda, belum lagi soal kabin yang lega. Kini, ketika mobilnya sudah tua, sakit parah, dan mau cari pengganti, bagaimana?
Sejak Ford hengkang dari Indonesia, tak ada lagi Everest baru. Jika masih cinta Everest, silakan membeli unit bekas keluaran 2017 dengan konsekuensi sudah pernah digunakan, sudah ada mileage, layanan aftersales resmi tak jelas nasibnya, resale value jatuh, dan ingat bahwa bentuknya sudah cenderung melengkung, membulat, serta menyipit seperti tren produk sekelasnya, Mitsubishi Pajero Sport dan Toyota Fortuner. Tak perlu khawatir, masih ada mobil yang tipenya sebongsor dan segagah Everest lama, ini dia All-New Nissan Terra. Eits, gak ada urusan sama Terrano ya.
Pertemuan dengan mobil ini sangatlah tidak disengaja ketika saya berbelanja di salah satu mall di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saat itu saya salah mengenali seseorang di toko baju yang saya kira ayah dari teman lama. Akhirnya kami berkenalan dan menemui kesamaan hobi di bidang otomotif. Beliau pun mengajak saya melihat Terra yang dipamerkan di sana.
Penampilan luarnya merupakan perpaduan dari Ford Everest lama dan Toyota Land Cruiser LX200 sehingga beneran gagah sebagai SUV tulen, tidak berusaha menjadi elegan seperti New Fortuner dan Everest baru serta tidak tampil aneh seperti New Pajero Sport. Dengan ground clearance setinggi 22 cm dan sasis fully boxed ladder membuatnya tetap stabil dan kokoh tidak hanya untuk melibas banjir tetapi juga melewati medan yang tak rata seperti berlibur ke luar kota dengan infrastruktur jalan seadanya, welcome petualang offroader!
Di bagian depan mobil ini terletaklah dapur pacu berbahan bakar solar yang kata Nissan paling bertenaga dibanding tetangganya dengan tenaga 190 PS dan torsi 450Nm. Dilihat dari kapasitas mesin, jelas Terra menang dengan 2500 cc, wong lawan setaranya yang sama-sama mengandalkan mesin turbocharged punya kapasitas lebih kecil yaitu Fortuner dan Pajero dengan 2400 cc serta Everest 2019 dengan 2200 cc. Supaya konsumen semakin yakin, seharusnya Nissan dengan berani mengatakan bahwa mesin mereka juga paling efektif dalam mengolah bahan bakar karena perbandingan kapasitas mesin terhadap tenaga dan torsi Terra juga yang terbaik, unggul tipis dari Pajero, menang 5% dari Everest, dan berselisih semakin jauh terhadap Fortuner. Memang benar-benar mobil sport idaman ya, Mojokers. Lebih unggulnya lagi, ketika pesaingnya masih mengandalkan transmisi otomatis 6-percepatan, Terra tampil dengan 7 percepatan dan keberadaan manual mode untuk mereka yang lebih senang pindah-pindah gigi demi efisiensi serta tenaga maksimal.
Puas dengan eksterior dan mesinnya, Cevan masuk ke dalam mobil varian VL 4x2 yang menjadi varian kedua tertinggi di keluarga Terra ini. Semula mengira pasti sulit dan siap-siap memijak tangga kecil di pinggir bodi, eh cukup menginjakkan salah satu kaki di dalam mobil, putar bokong sampai duduk manis di kursi, dan angkat kaki satu lagi tanpa perlu mengangkat tubuh secara keseluruhan. Berkat keberadaan zero gravity front seats, rasanya sama saja nyamannya seperti duduk di Toyota Avanza tanpa merasa mabuk ketinggian seperti di Daihatsu Terios.
Duduk di kursi pengemudi berbahan kulit benar-benar mantap, empuk, dan mewah seperti menikmati kursi ottoman di rumah orang kaya, belum lagi pengatur perebahan dan ketinggiannya sudah otomatis. Mirip seperti Nissan X-Trail, hanya ada dua penunjuk analog untuk putaran mesin dan kecepatan, sisanya bersama tire pressure management system pergi ke layar MID berukuran 5 inci. Gagang setirnya mantap dan kokoh dengan tombol untuk mengatur head unit, tetapi sayangnya tidak ada pengatur gigi di sana maupun paddle shift seperti ala-ala mobil F1, terlebih lagi saingannya alias Pajero Sport punya. Jadinya? Seperti main mobil-mobilan di Timezone, dorong tuas transmisi ke atas dan ke bawah. Para gentleman pun kecewa, niatnya serasa Lewis Hamilton atau Max Verstappen tetapi malah berakhir seperti mesin Maximum Tune.
Apa lagi yang hilang? Keyless entry dan smart start/stop engine, banyak mobil yang lebih murah saja punya, Terra? Hello! Oh iya, untuk membuka tutup tangki BBM, cukup tekan tombol dari pinggir setir dan tidak perlu dari bawah kursi.
Baik di sisi pengemudi maupun penumpang depan, tersedia satu cup holder tepat di hadapan blower AC untuk menjaga minuman tetap dingin, belum lagi dua tambahan sejajar dengan tuas transmisi. Di sebelah kiri depan, desain dasbornya mengikuti milik Datsun Go Panca hanya saja dengan glove box yang tertutup sekaligus tempat mencolok USB, tidak ramah untuk mereka yang mengecas smartphone dan butuh tetap terkoneksi.
Beranjak ke konsol tengah, saya menemukan tiga kekecewaan. Pertama, ketika head unit mobil lain terlihat menyatu dengan konsolnya tanpa bezel, Terra justru memerlihatkannya berikut merek head unit yaitu Kenwood. Mungkin maksud hati untuk menunjukkan kualitas yang tak asalan, tetapi kan bisa di welcome screen saat menyala saja toh? Kedua, tombol pengatur AC belakang tidak disamakan dengan dasbor pengatur suhu AC melainkan diletakkan di bawah dan lebih dekat ke pengemudi berupa tombol cetak-cetek sehingga mengurangi kemewahan sekaligus menyusahkan. Ketiga, ketika seharusnya si produsen tahu bahwa daya dan ruang yang tersedia hanya cukup untuk mengecas smartphone, masih memberikan power charger berlogo rokok itu. Sepertinya lebih peka Suzuki Ignis dan Wuling Cortez yang langsung memberikan port USB ya?
Mundur ke baris kedua, desainnya lagi-lagi mirip X-Trail dengan dua kursi besar dan lipatan di tengah yang bisa dibuka sebagai cup holder. Kalau diduduki dua orang pasti terasa lega dan nyaman, sudah saya coba sendiri - si manusia berukuran celana XXL - dan partner saya tadi yang berpostur badan seperti Ruben Onsu atau Raditya Dika. Bertiga? Kasihan orang yang di tengah, lipatan tersebut terasa keras dan ketinggiannya tidak rata dengan dua kursi di sebelahnya. Space yang didesain pun sangat kecil, lebih cocok untuk anak SD kelas dua ke bawah dengan bobot kurang dari 45 kg. Dari atap dan dari tengah bawah, tersedia masing-masing dua blower AC yang sangat menyasar penumpang di tengah dan siap-siap kedinginan baik rambut maupun betisnya, kasihan. Oh iya, ada rooftop display ya untuk menonton film bersama penumpang baris ketiga dan oleh karena itu tidak ada panoramic roof atau sunroof. Enak untuk berlibur bersama keluarga dengan anak-anak yang masih kecil, tetapi kurang pas saja dengan semangat liburan bersama SUV yang seharusnya memang ditujukan untuk menjelajah alam dengan melihat pemandangan samping dan atas, bukan malah nonton film!