Perkembangan industri halal yang kian pesat dalam beberapa tahun terakhir ini cukup mencengangkan. Sebut saja Malaysia, Emirat Arab, Bahrain, Saudi Arabia, dan Pakistan, sebagai negara yang masuk dalam 5 besar produsen halal dunia pada tahun 2015. Posisi tersebut tidak berubah, sebagaimana yang dirilis oleh Thomson Reuters pada State of The Global Islamic Economy report di tahun 2016. Dimanakah posisi Indonesia? Indonesia berada pada peringkat 10, setelah Jordan yang berada pada peringkat 9.Â
Riset ini mengelompokkan 7 sub industri halal, yaitu makanan halal, keuangan islami (syariah), travel halal, fashion (mode), media halal dan rekreasi, serta obat-obatan dan kosmetika halal. Pada keenam kategori tersebut, Indonesia masuk pada posisi 9 di keuangan islami, dan posisi 8 di kategori obat-obatan dan kosmetika halal. Untuk makanan halal, Indonesia berada pada peringkat 11. Sedangkan untuk halal travel, fashion, dan media, Indonesia berada pada peringkat jauh di bawah. Studi ini melibatkan 73 negara sebagai narasumber.
Industri Halal dimata Konsumen Muslim Indonesia
Sebagai konsumen, populasi muslim di  Indonesia, pada tahun 2015 mencapai 85 % atau sebanyak 207 juta jiwa. Data tersebut dikutip tempo.co (5/4/2015 berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Pew Research Centre. Jumlah tersebut tentunya merupakan potensi besar bagi pelaku industri halal di Indonesia. Di sisi konsumen, interaksi penduduk Indonesia di social media terhadap 6 sektor industri halal menjadi yang tertinggi, yaitu 126.800 untuk kurun waktu 27 Juli sampai dengan 17 Agustus 2016.Â
Interaksi tertinggi pada topik fashion muslim, nilai tertinggi kedua adalah keuangan islami yang berada di peringkat kedua setelah Malaysia. Sedangkan makanan halal yang sering menimbulkan kehebohan, berada pada peringkat kelima, bahkan masih lebih rendah dibandingkan Filipina, Malaysia dan Amerika serikat. Adapun obat-obatan dan kosmetik halal, serta wisata halal menempati peringkat ketiga dan keempat  Hasil riset ini cukup menarik bagi saya, karena cukup menunjukkan minat muslim di Indonesia pada industri halal, juga dapat menjadi acuan.
Dari berbagai riset yang telah dilakukan, ada temuan yang cukup menarik, bahwa walaupun penduduk muslim di Indonesia  terbesar di dunia, tetapi kepedulian terhadap industri halal belum menyeluruh. Merujuk pada Undang-undang No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, dinyatakan bahwa produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
 Sedangkan yang dimaksud produk adalah barang dan atau jasa, yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetika, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Cakupan produk dalam undang-undang ini menjadi meluas, tidak seperti sebelumnya saat sertifikasi halal ditangani oleh LPPOM MUI.
![Komunitas Warung Halal Bandung](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/01/09/img-20180109-171835-5a549d695e13737a9a52fae3.jpg?t=o&v=770)
Resep aslinya ternyata menggunakan bumbu penyedap seperti arak, mirin, sake, hingga wine. Foto yang ternyata dikirim oleh seorang chef terkenal, memberi alternatif bumbu pengganti yang tentunya halal, karena merupakan campuran garam, kecap asin, hingga juice buah yang insya allah sudah mendapat sertifikat halal.
Pada kasus di atas, tidak sedikit seorang mulim dengan menggunakan pakaian muslim mendatangi gerai makanan yang diduga menggunakan bumbu non halal. Bahkan di pertengahan tahun 2017, saat sebuah mie instant keluaran Korea yang ternyata menggunakan Babi, sempat menjadi isu hangat di sosial media. Tidak sedikit yang membagikan informasi tersebut dituduh mengirim berita hoax. Padahal saat itu, BPOM sendiri yang melakukan pengujian.
![Aplikasi destinasi halal di Bandung](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/01/09/img-20180109-172844-5a549a8aab12ae02b65d8192.jpg?t=o&v=770)