Pagi itu, Ceu Mimin kebingungan. Besok hari kamis, jadwalnya kumpulan emok. Itu tuh, bank keliling yang pinjamannya berkelompok. Sudah putaran  ke-2 Ceu Mimin pinjam uang ke bank emok. Jika sebelumnya Ceu Mimin dapat pinjaman Rp 2 juta, tahun ini pinjaman yang diperoleh. Sebetulnya Ceu Mimin juga bingung, untuk apa pinjam uang, karena sebetulnya dia tidak perlu. Tapi karena ada 4 orang tetangga yang juga pinjam uang dan masih butuh 1 orang lagi, akhirnya tawaran uang Rp 3 juta itu diambilnya juga.Â
Kisah tadi adalah peristiwa yang dialami sebagian emak di wilayah pedesaan. "Batur oge emok, maenya teteh henteu " (orang lain juga ambil pinjaman di bank emok, masa teteh tidak). Semula bank emok membantu mengatasi rentenir di pedesaan, tetapi sekarang malah jadi masalah baru. Kok bisa ya?Â
Apa Itu Bank Emok?
Bank emok adalah istilah untuk lembaga keuangan mikro yang melakukan penagihan secara berkelompok (group lender). Model yang digunakan adalah mengadopsi pinjaman kelompok seperti yang dilakukan grameen bank. Grameen bank, sebuah bank rakyat pedesaan di Bangladesh yang didirikan oleh Mohamad Yunus, seorang Profesor ekonomi.Â
Pemilihan model pinjaman kelompok, dikarenakan masyarakat memiliki ikatan emosional, dan dalam kelompok perempuan, sanksi sosial lebih berat dari sanksi lainnya. Melalui model pinjaman berkelompok, tingkat pengembalian tinggi, karena ada anggota kelompok yang saling mengingatkan apalagi saat pinjaman dilakukan secara tanggung renteng. Tanggung renteng, adalah pola pengembalian, dimana anggota akan saling menutupi/ membantu anggota lain yang kesulitan pengembalian.Â
Model pembiayaan berkelompok ini sangat membantu bagi kelompok masyarakat yang tidak dapat berhubungan dengan lembaga keuangan formal (un bankable). Sehingga jika melihat kisah sukses di Bangladesh, baik nasabah, karyawan maupun Grameen Bank sendiri, saat ini menerima manfaat luar biasa dari pembiayaan kelompok. Model ini di Indonesia diadopsi baik oleh beberapa program, seperti P2KP, PNPM Mandiri, maupun lembaga keuangan mikro (koperasi, BMT, dan lainya).
Mengikuti perkembangan microfinance, sebetulnya bank emok bisa dikatakan sebagai  sahabat bagi orang kecil. Kalau sahabat, kok sekarang dicaci? Ya sekarang ini, keberadaan bank emok ternyata menjadi masalah bagi sebagian orang. "Gara-gara emok, bapak-bapak jadi pusing", kang Pak Tarmin yang istrinya pinjam uang di bank emok. Lalu, kalau tidak butuh, kenapa harus pinjam bank emok?Â
Mari Melek Keuangan
Kembali lagi, urusannya, adalah melek keuangan. Banyak orang yang butuh uang, dan merasa perlu pinjam uang, tetapi belum punya sumber pengembalian yang jelas. Melek keuangan menjadi syarat penting, artinya kalau tidak bisa mengembalikan uang, jangan pernah pinjam uang. Masalah lain adalah banyak ibu-ibu meminjam uang walau sebetulnya tidak butuh. Di beberapa daerah, para ibu meminjam uang untuk dibelikan perhiasan, pakaian, hingga telpon genggam. Budaya konsumtif di pedesaan juga cenderung tinggi, dan tingkat penghargaan seseorang terhadap materi cukup kental. Kadang, kalau jalan beriringan, penampilannya luar biasa.Â
Masih sedikit model pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap keuangan. Bisa dikatakan, sebagian masyarakat belum melek keuangan, apalagi melakukan perencanaan keuangan. Masih sedikit masyarakat yang menghitung, berapa sebetulnya kebutuhan keuangan mereka. Apakah usaha yang dilakukan sudah dapat menutupi kebutuhan atau tidak. Apakah asset yang dimiliki bernilai untuk menghasilkan uang? Investasi apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan serta mengatasi masalah keuangan.
Membuat Model Pembiayaan Serupa Bank Emok