Mohon tunggu...
Yos Mo
Yos Mo Mohon Tunggu... Editor - Tourism worker until 2010; Digipreneur since 2010

you can contact me at bolafanatik(at)Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lenggang Puspita Hotel des Indes

9 Juli 2015   10:52 Diperbarui: 9 Juli 2015   10:52 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hotel Des Indies, Batavia, 21 April 1905

Pesta pernikahan putri seorang meneer Meester berlangsung meriah malam ini di Hotel des Indes. Langit Batavia cerah sepanjang malam. Para priyayi dan orang Belanda berbaur dengan rianya. Maharddhika seorang pelajar HIS pribumi ada di dalam pesta pernikahan itu.

Walau suasana pesta sangat meriah dengan sajian makan malam berlimpah nan lezat buat tamu, isi hati Mahardhika sangat hambar dengan suasana itu. Di luar sana banyak rakjat ketjil yang menderita kelaparan, dibebani padjak yang sangat berat oleh pemerintah Belanda. Maharddhika bisa bersekolah di HIS Utarrzhies karena rekomendasi seorang tuan tanah Belanda bernama mister Van Kam Voeng.

Maharddhika pernah menolong mister Van Kam Voeng dari begundal Tjondet yang keji. Maharddhika bertekad untuk belajar dengan giat untuk membantu rakjat Indonesia merdeka kelak. Maharddhika pergi ke Hotel Des Indes ini untuk menghormati undangan meneer Van Boogorstecht, teman dari meneer Van Kam Voeng.

“Pesta yang meriah sangat, sajang koe dateng sendirian tanpa rekan-rekan HIS Utarrzhies,” gerutu Maharddhika dalam hati.

Menjelang malam pesta semakin meriah oleh hiburan para pemusik tanjidor yang memainkan lagu-lagu dansa khas Eropa.

Sambil duduk di sudut ruangan aula Hotel des Indes, sudut mata Maharddhika berkeliling melihat  mereka yang berdansa-dansi. Tak berapa lama Maharddhika terkesima dengan keanggunan seorang  wanita cantik bergaun putih bunga-bunga yang sedang berdiri di dekat lukisan indah karya Raden  Saleh.

“Hai, noni cantik, Koe terpesona tiada berkata dengan tjahja anggoenmu. Siapa namamoe gerangan?” gumam Maharddhika dalam hati.

“Ahaaa, mengapa kini dia menatap matakoe. Dia tersenjoem padakoe maloe maloe.”

Sekonyong-konyong seorang pria Belanda berbaju vantoveel putih mengajak wanita cantik bergaun putih bunga-bunga berdansa. Maharddhika tersenyum getir melihatnya.

“Oh dara bergaun bunga-bunga, dirimoe kini berdansa dengan kamoe poenja vriendje. Roepanja kamoe itoe putri seorang meneer. Aku tahu karna pria jang mengajakmu dansa djoega putra seorang bangsawan Belanda,”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun