Empat hari silam saya melihat ada perubahan dalam kolom di Kompasiana yang saya lihat melalui desktop. Terdapat kolom baru bernama "Nilai Tertinggi" di samping kanan, dan kolom "Terkomentari" serta "Terpopuler", "Trending Articles" menghilang (baca selengkapnya dalam tulisan ini).Â
Saya sempat bertanya-tanya di dalam hati, bagaimana sebenarnya mekanisme terpilihnya tulisan untuk meraih "Nilai Tertinggi" ?. Kompasianer Elde sempat menanggapi di dalam kolom bahwa kolom "Terkomentari" dan "Nilai Tertinggi" tidak ada yang beda.
Beberapa puluh jam lalu Kompasianer Alan Budiman mengeluhkan menghilangnya kolom "Trending Article", yang menurutnya itu merupakan tulisan-tulisan yang nyaris sekasta dengan Headline.Â
Pertanyaan saya mengenai bagaimana mekanisme terpilihnya tulisan raih "Nilai Tertinggi" akhirnya tercerahkan, setelah bung Fahmi Ardi selaku orang dalam Kompasiana menjelaskan dalam kolom komentar di artikel Alan Budiman, bahwa "Nilai Tertinggi" satu artikel di Kompasiana berdasarkan akumulasi perhitungan (total komentar selain komentar pemilik artikel + total vote + total baca) disorting descending. Jadi makin banyak orang lain yang membaca, berkomentar dan memberi vote dalam satu tulisan milik Kompasianer, maka makin besar peluang tulisan tersebut untuk menduduki peringkat teratas "Nilai Tertinggi".
Menurut penelusuran saya dalam dua pekan terakhir, tak selamanya artikel milik Kompasianer yang meraih "Nilai Tertinggi" masuk dalam "Highlight" ataupun "Headline". Jadi, jika seorang Kompasianer sukses menempatkan satu tulisannya dalam deretan teratas "Nilai Tertinggi", bisa dibilang Kompasianer tersebut piawai dalam membuat tulisan.Â
(sumber gambar: kompasiana.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H