Sejak munculnya pandemi Covid-19 di Indonesia, banyak aspek yang mengalami hambatan dan perubahan secara signifikan. Salah satunya perubahan dalam aspek pendidikan yang pada awalnya pembelajaran dilakukan secara tatap muka berubah menjadi pembelajaran secara daring. Untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, pemerintah memutuskan seluruh sekolah di Indonesia wajib melakukan pembelajaran secara daring atau pembelajaran jarak jauh. Namun, Pemerintah tidak tinggal diam, mereka terus berusaha membuat program untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia, salah satu programnya adalah Program Kampus Mengajar. Program Kampus Mengajar merupakan kegiatan mengajar di sekolah yang merupakan bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Kampus Mengajar adalah bagian dari program Kampus Merdeka yang mengajak mahasiswa di Indonesia untuk menjadi guru dan mengajar siswa-siswa Sekolah Dasar di wilayah 3T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan). Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa belajar dan mengembangkan diri melalui aktivitas di luar kelas perkuliahan serta membantu sekolah-sekolah meningkatkan efektivitas proses pembelajaran saat Pandemi Covid-19.
Sebanyak 15.000 mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang diterima dalam Program Kampus Mengajar ini, salah satunya adalah saya (Cerly Arlian) yang merupakan mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia, Jurusan Pendidikan Manajemen Perkantoran Angkatan 2018 yang diberi kesempatan untuk membantu meningkatkan kualitas pembelajaran di Sekolah selama kurang lebih 3 bulan. Saya di tempatkan di daerah yang tidak jauh dari tempat tinggal saya yaitu di SD Muhammadiyah 1 Tanjungpandan yang beralamat di Jl. KH. Ahmad Dahlan RT 026 RW 09 Desa Aik Rayak, Tanjungpandan, Belitung 33413. Â Dosen Pembimbing Lapangan kegiatan KKN saya yaitu Bapak Dr. rer. nat. Omay Sumarna, M.Si.
Sebelum saya memulai turun untuk mengajar di sekolah, saya dan mahasiswi UPI lainnya yang di tempatkan di SD tersebut melakukan observasi awal mengenai kelebihan dan kekurangan siswa dengan mewawancarai Kepala Sekolah dan Guru-guru disana. Dari Observasi yang kami lakukan kami mencatat nama-nama siswa yang termasuk ke dalam siswa ABK yang memerlukan bimbingan khusus.
Siswa ABK tersebut mengalami keterlambatan dalam belajar seperti tidak bisa membaca dan menulis bahkan ada juga satu siswa yang tidak mau berinteraksi dengan teman lainnya. Setelah melihat kondisi siswa tersebut, saya melakukan penanganan terhadap siswa tersebut dengan melakukan pendekatan dan mengajaknya belajar di luar jam pelajaran. Kegiatan ini dilakukan secara individual dan melalui pendekatan lebih spesifik terhadap anak yang memiliki hambatan.
Teknis Pelaksanaan kegiatan bimbingan terhadap siswa ABK adalah mengajaknya belajar diluar jam pelajaran sekolah dengan melakukan bimbingan khusus atau pendekatan kepada siswa tersebut dan dilakukan selama 10-20 menit, sedangkan jam kegiatan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan memanfaatkan waktu luang yang ada.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini saya membantu pembelajaran literasi dan numerasi di kelas khususnya kelas 4. Setelah di identifikasi ternyata memang benar ada beberapa siswa yang belum bisa membaca dan berhitung. Untuk itu saya dan rekan mengajar saya (Apri Pikadila) yang merupakan mahasiswi UPI juga bekerja sama untuk membantu siswa yang mengalami keterlambatan dalam membaca dan berhitung ini. Jadi, saya melakukan pendampingan khusus kepada siswa ABK tersebut agar mereka merasa di perhatikan.
Metode pembelajaran yang dilakukan di SD Muhammadiyah Tanjungpandan ini adalah metode tatap muka atau luring karena angka  penyebaran Covid-19 di daerah Belitung sudah mulai menurun. Namun, meski begitu para guru dan siswa harus mengikuti dan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, membatasi mobilitas dan menjauhi kerumunan.
Setelah saya melakukan bimbingan setiap minggunya kepada siswa ABK, saya melihat ada perkembangan yang terjadi pada siswa tersebut. Hasil kegiatan yang saya lakukan untuk mengatasi siswa ABK tersebut adalah siswa mau belajar diluar jam pelajaran dan siswa tersebut juga ada peningkatan dari hari ke hari dalam membaca dan menulis. Siswa tersebut juga mulai mau berinteraksi dengan guru dan teman-temannya, yang sebelumnya siswa itu tertutup dan tidak pernah berbicara dengan siapapun dikelas.
Hambatan dari kegiatan ini adalah ada siswa yang menolak untuk belajar diluar jam pelajaran karena siswa tersebut ingin pulang kerumah seperti temannya yang lain. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut adalah memberi pengertian kepada siswa tersebut bahwa membaca itu penting serta memberi semangat kepada siswa seperti jika ingin cita-citanya tercapai maka harus bisa membaca. Dengan begitu, siswa diharapkan mau belajar tambahan membaca dan menulis.
Saya dan rekan saya juga sangat bersyukur karena bantuan yang kami berikan untuk mengatasi siswa ABK tersebut berjalan dengan baik dan siswa nya juga sudah bisa merangkai kata dalam menulis dan bisa membaca walaupun masih mengeja. Melalui program kampus mengajar ini, mahasiswa UPI bisa membantu sekolah meningkatkan kualitas pendidikan menjadi lebih baik lagi.