Saat menjelang libur akhir pekan di bulan Desember seperti ini. Hujan rintik turun sejak pagi, seolah langit pun ikut merasa lelah dengan hiruk pikuk akhir tahun. Deadline dan target terus berpacu, waktu terasa semakin singkat, dan kita hanya ingin sejenak berhenti, menarik napas di tengah kejaran rutinitas.
Kota Makassar memang dikenal dengan suasananya yang semakin padat dan penuh hiruk-pikuk, termasuk tantangan kemacetan yang makin menjadi. Di tengah keramaian ini, menyusuri jalan-jalan Makassar sering kali menjadi pengalaman unik.Â
Maksud hati ingin mengarahkan kendaraan menuju Pantai Losari, menyaksikan sepotong senja yang dulu indah dan kini sering bersembunyi di balik jajaran gedung-gedung baru yang terus bermunculan. Namun, hujan bulan Desember yang tak kunjung reda memaksa kita memutar rute haluan.
Dalam perjalanan, tercetuslah ide untuk berbelok dan singgah menuju Jalan Sungai Cerekang, sebuah ruas jalan yang sebenarnya masih merupakan percabangan jalan utama searah dengan jalur ke pantai losari. Ruas jalan besar Gunung Bawakaraeng, yang pada masa lalu menjadi jalur utama transportasi umum pete-pete' yang menghubungkan kawasan di pinggiran dengan pusat "kota".
Jalan Sungai Cerekang adalah tempat di mana jejak kenangan tetap terasa hidup. Di sepanjang jalan, deretan warung kecil menjajakan sarabba hangat, minuman khas Makassar yang kaya akan cita rasa rempah. Aroma jahe, santan, dan gula aren bercampur dengan nostalgia masa lalu, seolah mengajak setiap pelintas untuk berhenti sejenak, menikmati momen sederhana di tengah rintik hujan dan temaram lampu jalan yang mulai menyala.Â
Jalan ini menjadi pengingat bahwa perjalanan bukan hanya tentang tujuan, tetapi juga tentang menikmati setiap langkah, bahkan di jalur yang mungkin terlupakan oleh banyak orang.
Salah satu warung yang menjadi ikon di Jalan Sungai Cerekang adalah Sarabba Tempo Doloe milik Hj. Nurleli. Berdiri sejak tahun 1989, tempat ini tidak hanya menawarkan segelas sarabba, tetapi juga menghadirkan cita rasa yang telah teruji oleh waktu. Keistimewaannya terletak pada konsistensi rasa, hasil dari penggunaan bahan-bahan pilihan yang didapat langsung dari Pasar Terong.Â
Dengan rempah-rempah segar dan teknik yang diwariskan dari generasi ke generasi, setiap cangkir sarabba di sini adalah perpaduan kehangatan tradisi dan dedikasi dalam menjaga kualitas. Warung ini menjadi saksi perjalanan kuliner khas Makassar yang tetap bertahan di tengah perubahan zaman.
Sarabba dan Cerita Galau yang Tak Pernah Usai
Kegalauan itu kadang tidak bisa dihindari. Entah soal cinta yang tidak terbalas ala kaum muda-mudi, pekerjaan kantor yang bikin stres atau sekadar perasaan kosong tanpa alasan jelas. Sarabba hadir sebagai pengingat bahwa di balik segala rasa dingin dan berat, selalu ada cara untuk menghangatkan asa menjadi lebih baik.
Sarabba bukan sekadar minuman biasa, tapi juga bagian dari warisan budaya kuliner Kota Makassar. Konon, jenis minuman dari bahan makanan berempah ini sudah ada sejak zaman dulu dan awalnya disajikan untuk kalangan bangsawan. Lambat laun, popularitasnya menyebar hingga ke semua lapisan masyarakat.