Dear.. Sudah takdirku menjadi perempuan yang tak pandai. Tak pandai aku dalam ungkapkan hati dengan perkataan. Aku lebih pandai jika harus menuliskannya saja, dear. Hari ini, aku mencoba menahan kesedihan dalam dalam agar tak muncul dear. Walaupun aku sendiri, aku tak merasa aman untuk memunculkannya diatas selaput mata hingga berubah menjadi air mata. Tak pantas dear. Karena "katanya" aku telah dewasa. Karena "katanya" aku telah tua. Aku tak mengerti bagaiman mereka bisa membatasi kesedihan hanya dengan alat ukur usia. Huh.. Dear.. ini sangat menyiksa ketika kau pun mulai mengukur kesedihan dengan sebuah alasan. Pernahkah kau bersedih tanpa ada alasan dear? Atau pernahkah kau bersedih dan beralasan namun tak bisa terkatakan? Jika pernah, mungkin kau tidak akan memaksaku dear..
Dear.. Aku ingin pergi menyendiri. sendiri bersama hatiku yang menyerah kepada Tuhan. Namun aku merasa takut. Aku tak ingin menjadi perempuan yang menyebalkan dear. Tapi setiap hati mereka selalu saja membuat aku menjadi menyebalkan. Tak ada yang bisa merubah hati setiapmanusia dear. Walau aku berusaha. Dear.. aku lelah memikirkan setiap hati yang ku jumpai. tapi mereka tidak pernah memikirkan hatiku. Aku merasa tak adil namun mereka menyalahkanku. Dear, apakah kau pernah mendengar bahwa lelah itu ada batasnya?
Jika lelah berbatas, taukah kau sampai mana? Seperti apa jika aku sudah berada pada batas itu. Aku tak bisa membayangkannya dear. Aku tak ingin berada pada batas itu agar aku selalu menjadi takdir ku. Aku tak ingin menjadi orang lain. Batas itu akan merubahku hanya dengan waktu yang tak terkira. Sekejab mata mu dear..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H