Bab 3 -- Sedingin Kabut Pagi
Anna gemetar. Ingatan Kinanti berputar di kepalanya.
Malam itu, Anna merasakan kesunyian yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Hanya saja, kali ini ia tahu Dirga ada di sana, duduk di kursi samping ranjangnya. Meski tak ada kata yang terucap, ia bisa mendengar suara langkah kecilnya saat mengecek alat-alat vital di samping tempat tidur. Namun, tak ada perhatian lebih, tak ada sentuhan penuh kasih sayang seperti yang mungkin diharapkan seorang calon istri dari tunangannya.
Anna tidak peduli. Tubuhnya masih lunglai, pikirannya bercampur aduk, dan hatinya merasa kosong.
Pagi datang terlalu cepat. Saat membuka mata, Dirga sudah tidak ada. Suara langkah perawat di luar kamar terdengar jelas, diikuti percakapan yang tak sengaja sampai ke telingnya.
"Kasihan dokter Dirga," ujar salah seorang perawat. "Calon istrinya penyakitan. Tinggal beberapa hari lagi mau menikah, jantungnya malah kumat."
"Entahlah," sahut rekannya, "Padahal dokter Rianti kurang cantik gimana coba?"
Anna menoleh perlahan, menatap mereka dengan mata yang dingin. Percakapan itu langsung berhenti. Salah satu perawat mendekat, tersenyum canggung.
"Kamu sudah bangun, Kinan? Sebentar lagi dokter Hasan akan memeriksamu."
Tak lama kemudian, dokter Hasan masuk ke kamar. Ia memeriksa kondisi Kinan, memperhatikan alat-alat medis di sekitarnya, lalu menanyakan kabarnya.