Bab 2 -- Tubuh ini Milik Kinan
Anna memejamkan mata lagi, mencoba merasakan detak jantung yang perlahan stabil. Tubuhnya benar-benar membutuhkan istirahat. Namun, pikirannya terus bergolak, mencoba memahami situasi baru ini.
Seperti mimpi, muncullah ingatan milik Kinan di kepalanya.
Anna---atau Kinanti, sebagaimana mereka memanggilnya---mulai mengingat potongan-potongan masa lalunya, meski tubuhnya masih lemah terbaring di ranjang rumah sakit. Nama Dirga dan Papa yang terus berulang akhirnya terhubung dalam ingatannya.
Ingatan siapa ini? Ingatan Kinanti?Â
Ia adalah Kinanti Kusumah, putri semata wayang Pak Kusumah, seorang pengusaha kaya yang dihormati. Dan Dirga, pria yang baru saja masuk kamar itu, adalah tunangannya.
Minggu depan mereka dijadwalkan menikah. Namun, jauh di lubuk hatinya, Kinan tahu bahwa pernikahan ini bukanlah tentang cinta. Pernikahan ini adalah kewajiban yang harus dijalani oleh Dirga---sebuah harga yang ia bayarkan atas hutang budi yang besar kepada Pak Kusumah.
Dirga, seorang dokter muda berbakat, memiliki masa lalu yang tak mudah. Ia menempuh pendidikan kedokterannya berkat beasiswa dan bantuan finansial dari Pak Kusumah. Ketika ayahnya meninggal dan keluarganya terjerat utang, Pak Kusumah hadir sebagai penyelamat. Ia membiayai pendidikan Dirga hingga selesai dan bahkan membantu Dirga mendapatkan posisi yang menjanjikan di rumah sakit ternama. Dirga tahu ia berhutang segalanya kepada Pak Kusumah.
Namun, membayar hutang itu dengan menikahi Kinanti adalah hal yang berat baginya. Kinanti, dengan kondisi jantungnya yang lemah, terlihat rapuh dan selalu bergantung pada orang lain. Ia bahkan harus berhenti kuliah karena penyakitnya. Bagi Dirga, Kinan bukanlah tipe perempuan mandiri dan kuat yang ia kagumi. Pernikahan ini bukanlah pilihan hatinya---melainkan paksaan moral yang terus menghantuinya.
Beberapa hari sebelum serangan jantung itu terjadi, Dirga membawa Kinan ke sebuah tempat sepi di pinggiran kota. Sebuah taman yang seharusnya indah, namun di mata Kinan, tempat itu terasa dingin dan tidak menyenangkan.
"Kenapa kita ke sini, Kak?" tanya Kinan pelan, tangannya bermain dengan tepi kerudungnya, kebiasaan yang muncul saat ia gugup.