Jika aku terlena pada fana ini, sejenak ku sadari keindahan rasa dan kagumku padamu semu. Hanya pesona pada ruang yang teramat sempit.
Sehingga setitik dan seluas penyimpulan rasa yang tidak mencapai pada posisi terhingga, keterbatasan pada pikirku. Dan ketahuilah, kemampuanku menerawang angan-angan memang hanya menimbulkan angan-angan.
Jadi, jika kau menyadari aku mulai menyemai kekaguman atau kau mulai membaca setiap bait puisi ini, ketahuilah sejak lima menit usai kutuliskan ini, aku menyadari bahwa aku tetap menjejak bumi.
Rasa saat aku meraba dengan mencetak jejakku, pada bumi ini, aku mengakui bahwa hanya bisa diterjemahkan secara abstrak, dilain pihak aku ingin membuat pengakuan bahwa itu nyata. Keadaan ini bagai merentangkan tangan seluas semesta sembari menciumi rumput basah usai hujan.
Saat hidup tidak perlu dieja lagi, mampu tidak mampu harus di entaskan dengan tuntas walaupun terbata-bata. Tidak perlu terlena dengan kagum, karena setiap prosa atau puisi kadang rumpang dalam artinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H