Sore ini, Â hujan turun sangat deras hingga membasahi setiap lamunan yang mengharapkan dekapan dalam bayang-bayang kerinduan. Terdengar suara gemuruh petir menggelegar bagai cambuk yang menghantam kuat menuju daratan. Dan, aku masih tetap memandangi langit gelap hingga pandangku menerobos jendela dan sampai pada kejauhan awan-awan yang entah kapan berhenti menebar tangis. Aku tak mengenal kesedihan yang mereka alami hingga pada tetesan terakhirpun juga tak menemukannya.
Aku berusaha memahami bagaimana luasnya langit dalam menyampaikan duka dan lelahnya dengan  segelas teh hangat dan beberapa tumpukan buku. Namun, aku tetap tak sedikitpun mendapat jawaban atas pertanyaanku dalam mengartikan setiap duka yang ia coba sampaikan di tengah-tengah kegelapan malam.Â
Sejauh ini, Â aku hanya memahami ketika langit sedang terang benderang, karena padanya ada sebuah harapan dan kasih sayang dalam hangatnya pelukan cahaya mentari. Namun, saat gelap aku tak pernah mengerti sedikitpun karena pada kegelapan malam hanya mimpi serta bayang-bayang yang begitu sempurna hingga kerap kali menciptakan kebahagiaan fana yang tak sempat dipahami olehku yang sudah terbangun dipagi hari.
Keesokan harinya, langit begitu cerah. Aku mencoba melupakan sejenak duka dan lelah yang dialami langit. Lalu, mencoba berjalan menembus kerumunan orang-orang di persimpangan jalan. Mereka begitu menikmati usaha serta harapan yang mereka bangun bersama mimpi yang tercipta sejak langkah pertamanya. Aku melihat setiap tetes keringat dibalut senyuman mereka dan ditampilkan dengan sangat sederhana. Begitu baiknya mereka hingga membuatku selalu bersyukur dalam hidup ini.
Akupun mencoba seperti mereka, berlari dengan angan-angan dari setiap mimpi yang kerapkali hinggap dikala kegelapan malam. Aku berusaha merealisasikan berbagai mimpi yang didalamnya tersimpan begitu banyak kebahagiaan fana dengan dibalut harapan dan selalu kuyakini akan kugapai suatu saat nanti. Oh sungguh memang indahnya hidup dalam berusaha menggapai impian ciptaanku sendiri.
Lambat laun, aku melupakan duka dan lelah yang dialami langit. Pikirku, Apa guna mencampuri duka dan lelah yang aku sendiri enggan untuk mengalaminya. Pada gelapnya malam, impian dan harapan akan terkubur bersamanya dan digantikan bayang-bayang fana yang abadi. Walau aku selalu cemas, akankah aku mengalami duka menyedihkan yang selalu disampaikan oleh gelapnya langit?
Akupun tertidur. Dan bayang-bayang itu muncul kedalam diriku dengan  berbagai kisah kehidupan penuh kebahagiaan hinggap dalam bunga tidur yang selalu aku sesali ketika aku terbangun. Semua impian dalam perjalanan hidupku disiang hari begitu cepatnya tercapai pada tidurku yang lelap. Oh, sungguh indah untuk sesuatu yang fana. Setelah lelah dengan kebahagiaan yang hanya berupa bayang-bayang. Akupun berusaha membangunkan diriku untuk kembali berlari. Namun, ada yang terasa janggal dalam diri ini karena ketika aku membuka mata semuanya masih terasa gelap.
Aku bertanya-tanya apakah ini masih malam bagiku atau aku masih dalam mimpi indahku, hingga aku berteriak  ke segala arah berharap seseorang membebaskan kegelapanku ini. Seseorang menghampiriku yang dirasa ia adalah ibuku, ia dekap aku dan menghapus airmataku. Oh, sungguh pelukan beserta kasih sayangnya ini terasa sangat nyata bagiku namun mengapa aku masih merasa dalam kegelapan malam. Apa gelapnya langit mencoba memaksaku agar memahami duka dan lelahnya?
***
Setahun berlalu, dan aku hidup dalam kegelapan. Kini aku menyadari, bahwa langit ternyata mencoba menyadarkan aku bagaimana pahitnya pengharapan bagi seseorang yang memiliki impian saat langit terang benderang. Ia coba sadarkan aku dengan menjadikan hidupku dikelilingi bayang-bayang serta memiliki kebahagiaan yang fana. Dan, kini aku memahami duka dan lelah yang dialami gelapnya langit.
Berbagai kisah sudah aku perankan dengan begitu apik. Aku selalu menjadi tokoh utama dalam bayang-bayang ini, semua terasa begitu bahagia dalam kefanaan yang abadi hingga aku menjadi debu dalam gelap yang nyata.