Ingat akan ungkapan "JAS MERAH" yang pernah diutarakan oleh Bapak Proklamator, Soekarno dalam setiap pidatonya. Ungkapan ini seakan menekankan bahwa sejarah tidak akan terlepas dari kehidupan manusia. Oleh karena itu, di balik setiap kenyataan yang kita hadapi, tidak serta-merta tercipta begitu saja, ada sebab da nasal muasal yang mengantarkan kita pada keadaan sekarang, dan bisa jadi  memengaruhi kehidupan di masa depan. Hal ini menjadikan kita untuk selalu berfikir dengan bijak sehingga mampu menjadikan setiap peristiwa yang terjadi dimasa lalu menjadi sebuah pelajran bagi hari ini dan masa depan.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah adalah sesuatu yang sudah lewat. Bahkan tidak pernah dialami secara empiris oleh generasi yang hidup di masa sekarang. Keadaan ini membuat sejarah menjadi "asing" atau bahkan "abstrak" dalam pikiran generasi muda. Itulah pentinganya pembelajaran sejarah sebagai sarana untuk mentransformasikan narasi-narasi masa lalu yang paling efektif.
Peran guru sejarah disini menjadi sangat penting untuk membangun jembatan antara masa lalu dan masa sekarang dengan merangsang imajinatif, kreatif, kritis, dan reflektif seluruh peserta didiknya. Guru sejarah harus menepis pandangan sejarah dogmatis dengan membawanya ke arah perbincangan ilmiah. Sehingga murid-murid akan terfasilitasi dengan ragam pemikiran yang muncul ketika membahas tema-tema sejarah.
Perdebatan dalam setiap pembahasan sejarah adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Guru sebagai fasilitator harus mampu menengahi sehingga menjadi cermin keteladanan yang terpancar untuk mengajari murid-muridnya arti kebijaksanaan.
Satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa bahwa sejarah bukanlah sebuah "benda" yang sakral. Sejarah bersifat dinamis yang mampu menyesuaikan dengan pembaruan sumber dan interpretasi. Pembaruan-pembaruan sumber dan interpretasi tidak serta-merta diungkap begitu saja, namun harus didasari metodologi sejarah serta keterampilan berpikir untuk menguji otentisitas dan kredibilitas dari sumber-sumber yang ditemukan yang diinterpretasikan dalam bentuk analisis dan sintesis, kemudian dapat dirumuskan sebagai kesimpulan.
Mempelajari sejarah tidak hanya sebatas simbol pemujaan masa lalu di mana generasi saat ini hanya dapat terpesona akan kejayaan masa lalu tanpa memikirikan rencana pembangunan masa depan mereka sendiri. Pembelajaran sejarah harus mampu mengontekstualisasikan peristiwa yang terjadi di masa lalu dengan peristiwa yang dialami sekarang. Agar bisa saling merenungi, mengevaluasi, membandingkan, atau memutuskan sekaligus sebagai orientasi untuk kehidupan masa depan yang lebih baik. Tujuan pembelajaran sejarah yang berorientasi pada keterampilan berpikir membentuk manusia merdeka yang sadar sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H