Saya akan sedikit membahas problematika yang saya jumpai dibalik penderitaan masyarakat akibat penyebaran COVID-19 yang belum mereda di banyak negara di dunia, ternyata ada pihak yang mencoba memancing di perairan bermasalah.
Alih-alih terlibat dalam upaya memerangi virus corona, peretas dan penjahat dunia maya justru melihat perubahan pola kerja orang-orang yang kini dipaksa bekerja dari rumah sebagai peluang emas untuk melakukan tindakan jahat yang merugikan. Salah satunya adalah tindakan hacker yang paling mengejutkan dan terbaru adalah mencuri data dari 15 juta kredensial akun Tokopedia yang diyakini telah diretas. Di Negara Indonesia dan Negara lain, laporan korban penipuan dan kejahatan
Di Negara Indonesia dan Negara lain, laporan korban penipuan dan kejahatan dunia maya
tidak terjadi sekali dua kali. Karena COVID-19 telah menyebar dan membunuh ratusan ribu
korban virus berbahaya ini di 209 negara, tingkat kejahatan dunia maya meningkat. Orang-orang
yang khawatir dan cemas sering kali menjadi sasaran empuk para penjahat dunia maya.
Tumbuhnya rasa ingin tahu dan meningkatnya intensitas orang mencari informasi tentang COVID-
19 seringkali dimanfaatkan oleh para hacker jahat untuk melakukan aksinya. Banyak orang
menjadi korban penipuan dan pelaku kejahatan siber memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat
tentang bagaimana melindungi identitas pribadi pengguna teknologi informasi.
Identitas pribadi yang hanya diketahui oleh lembaga perbankan secara tidak sengaja
diteruskan kepada orang asing. Akibatnya, mereka cenderung dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan akses terhadap situasi keuangan mereka.Â
Penipuan
dilakukan oleh operator situs komersial seperti Shopee, Tokopedia, dll. Hal ini menjadi bukti
sejauh mana terpaan publik terhadap semakin brutalnya aksi para pelaku kejahatan cyber selama
wabah COVID-19 menyerang.
Penyebab Di Indonesia, kejahatan dunia maya sebenarnya bukanlah jenis kejahatan baru.
Cybercrime adalah istilah yang mengacu pada kegiatan kriminal yang menggunakan komputer
atau jaringan komputer sebagai alat atau sebagai target, serta lokasi penjahat. Paling-paling, ini
seharusnya tidak terjadi dan tidak mudah bagi orang untuk menjadi korban kejahatan dunia maya.
Namun, di Indonesia, keamanan dan upaya melindungi masyarakat dari penyalahgunaan
oleh penjahat siber seringkali tidak mudah. Beberapa faktor memudahkan peretas dan penjahat
dunia maya untuk mengambil tindakan, terutama karena orang menghadapi kecemasan dan
ketakutan yang tidak biasa karena informasi berbahaya dari COVID19 terus menyerang jaringan
dan jejaring sosial media.Â
Laporan orang yang membeli masker, pembersih tangan, APD, dan
bahkan ketakutan makanan membuat mereka yang terlibat sibuk dan sembrono saat mencari
informasi secara online. Banyak kasus menunjukkan bahwa orang menjadi korban penipuan yang
disebabkan oleh penjahat dunia maya yang memanfaatkan saat permintaan peralatan medis seperti
masker dan pembersih tangan meroket. Orang yang mencoba membeli masker wajah atau hand
sanitizer dari pembelian online seringkali menjadi korban dari oknum yang tidak bertanggung
jawab.
Seseorang membeli barang secara online dan mentransfer uang tetapi ternyata mereka
menerima barang yang salah. Bahkan, barang yang mereka pesan tidak pernah terkirim. Kedua,
karena kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya melindungi akun dan identitas pribadi
mereka, beberapa orang menjadi korban penipuan oleh penjahat dunia maya. Email phishing,
pesan teks, postingan media sosial yang menanyakan kode pesanan, nomor kartu kredit, PIN, dan
lainnya, sering bereaksi menggertak tanpa verifikasi lebih lanjut.
Namun, itu sangat berisiko. Orang-orang yang hidup dalam masyarakat tanpa uang tunai,
beberapa di antaranya tidak menyadari risiko dan bahaya transaksi online, sering terjebak dalam
iming-iming harga. Kesadaran diri dan banyak penipuan lain yang dikembangkan oleh penjahat
dunia maya. Namun, masyarakat harus waspada dan berhati-hati dengan teknik sosial dan phishing
yang biasa dikembangkan oleh penjahat dunia maya untuk menipu mangsanya. Orang yang tinggal
atau bekerja dari rumah dan lebih mengandalkan informasi dari sumber online, seperti email dan
obrolan, umumnya lebih mungkin digunakan oleh peretas untuk mencuri data dan informasi
penting dengan metode penipuan.