HAIs (Healthcare Associated Infections) yang dikenal dengan nosokomial, tergolong sebagai penyebab utama 10 kematian di Amerika Serikat dengan prevalensi infeksi (HAIs) rumah sakit di dunia lebih dari 1,4 juta, sedikitnya 9% pasien rawat inap di seluruh dunia mendapatkan HAIs.Â
Menurut World Health Organization (WHO) 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili 4 kawasan yaitu Eropa, Timur tengah, Asia Tenggara dan Pasifik Barat, sekitar 8,7% menunjukkan adanya HAIs dan Asia Tenggara menduduki 10% diantaranya.
Di Indonesia angka kejadian infeksi (HAIs) mencapai 15,74%. HAIs meningkatkan pembiayaaan akibat waktu rawat inap dan perawatan Intensive Care Unit (ICU), penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian (Yazici & Bulut, 2018), serta penyebab penggunaan antimikroba yang berlebihan (Wu et al., 2015).Â
Banyaknya kejadian infeksi di rumah sakit maka dibutuhkan suatu format tahapan penilaian (Bundle)Â infeksi, dimana format tersebut disusun suatu tahapan penting yang dapat dilakukan dan dikembangkan saat melakukan pelayanan kesehatan, dimana sangat efektif menolong perawat dalam mencegah kejadian infeksi.
Fungsi bundle infeksi adalah untuk meminimalkan resiko kejadian infeksi yang terjadi di rumah sakit, dimana infeksi tersebut dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada pelayanan kesehatan, harapannya dengan adanya format tahapan yang dikerjakan dan disesuaikan dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang tetap, serta didukung dengan ketersediaan kebijakan dan dijalankannya peraturan yang jelas dan tegas, dapat mencegah kejadian infeksi (Aliyupiudin, 2019).
Training simulasi adalah suatu cara dimana seseorang memperoleh pengetahuan yang dapat mempengaruhi sikap dan tindakan orang yang mengikuti kegiatan simulasi.
Fenomena Training di Rumah Sakit saat ini terkendala dengan rencana kegiatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dimana dilakukan tidak berdasarkan pada usulan Training Need Analysis (TNA) yang didapat dari unit-unit kerja, belum memiliki modul rencana kegiatan pelatihan, tidak dilakukan pengukuran pengetahuan baik sebelum dan sesudah (Pre-Post) kegiatan diklat, terkait dengan materi yang akan dipaparkan oleh pemateri, tidak adanya evaluasi kehadiran peserta saat training, absensi kehadiran peserta hanya dilakukan sebelum memulai training sehingga terkesan perawat tersebut hanya memenuhi tuntutan dari pimpinannya saja, pemaparan materi hanya bersifat pembelajaran satu arah, waktu diskusi sangat singkat sehingga belum membangun pemahaman yang berakibat training menjadi kurang maksimal, lebih lagi tidak dilakukan evaluasi pencapaian peserta dilapangan setelah kegiatan training dilakukan.
Tujuan training simulasi di Rumah Sakit sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. pendidikan dan pelatihan harus menjadi dasar pelayanan kesehatan dalam peningkatan kualitas dan keamanan pasien (patient safety). Pelatihan formal dan sesi pendidikan interaktif harus dilakukan secara teratur untuk menilai kompetensi personil, sehingga pengetahuan dan keterampilan serta inisiatif perawat dengan harapan bundle infeksi perawatan dapat dikembangkan kedepannya.
Manfaat training simulasi adalah dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan perawat, meningkatkan pemahaman tentang penerapan keselamatan pasien (patient safety) (Prihandini, 2015), paling efektif dalam memberikan pengalamanan dan kesempatan belajar, meningkatkan kompetensi klinis (Lee et al., 2020), meningkatkan kepercayaan diri (McRae et al., 2017). Training simulasi mempunyai pengaru yang signifikan dan cukup efektif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seorang perawat dibandingkan dengan cara konvensional atau tradisional (Ceril, 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H