Mohon tunggu...
Cergitta Martha
Cergitta Martha Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya suka membaca cerita fiksi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Weton : warisan leluhur atau jerat kesyirikan?

20 Januari 2025   21:08 Diperbarui: 20 Januari 2025   21:11 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu pulau yang terkenal dengan banyaknya tradisi dan juga budaya adalah pulau Jawa. Bagi masyarakat suku Jawa yang masih tinggal di daerah asalnya masih memegang teguh ilmu kebudayaan suku Jawa (Kejawen). Wikipedia mendifinisikan, Tradisi atau kebiasaan (Latin: traditio, "diteruskan") adalah sebuah bentuk perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama. Hal ini juga menunjukkan bahwa orang tersebut menyukai perbuatan itu. Dapat dipahami bahwa, tradisi disebut dengan kebudayaan, yang berarti warisan, atau penerusan norma, adat istiadat, harta yang diwariskan, dan kaidah-kaidah. Masyarakat Jawa merupakan satu dari sekian kelompok masyarakat di Nusantara yang sangat memegang ajaran tradisi leluhur. Tradisi ini langgeng hingga saat ini dan tertanam kuat dalam benak mereka. Upaya ini berlangsung turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Salah satu tradisi yang dipegang kuat tersebut weton; dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), weton adalah hari lahir seseorang dengan pasarannya, yang meliputi Legi, Paing, Pon, Wage, serta Kliwon. Dalam bahasa Jawa sendiri, istilah weton ini memiliki arti sebagai hari kelahiran. Weton Jawa adalah sistem dalam kalender suku Jawa yang berasal dari Zaman Hindu-Budha. Berbeda dengan kalender Gregorian yang banyak digunakan saat ini.

Dilansir dari @borobudurnews memberitakan bahwa Weton Jawa berasal dari sistem penanggalan Hindu-Budha yang disebut Sapta Ratri yang berarti tujuh malam. Sapta Ratri terdiri dari tujuh putaran, dengan setiap putaran berlangsung selama kurang lebih empat hingga lima belas hari. Ketika agama Hindu dan Buddha mulai menghilang di wilayah Jawa, sistem Sapta Ratri secara bertahap digantikan oleh sistem weton Jawa. Sistem ini memiliki tujuh putaran yang sama, tetapi setiap putaran hanya berlangsung selama tujuh hari.

Ketika agama Hindu dan Buddha mulai menghilang di Jawa, sistem Sapta Ratri digantikan oleh sistem Weton Jawa. Sistem ini memiliki tujuh putaran yang sama, tetapi setiap putaran hanya berlangsung selama tujuh hari. Dalam budaya Jawa, Weton Jawa adalah penanggal dalam kalender Jawa yang bisa dijadikan pacuan sebagai ramalan. Weton juga dikenal sebagai hari kelahiran seseorang dan secara harfiah berarti "keluar". Dengan kata lain, Weton adalah  penyatuan, penghimpunan, penggabungan, atau penjumlahan dari hari lahir seseorang. penamaan hari jawa tersebut berasal dari nama roh dan leluhur pada zaman dahulu, seperti Batara Legi, Batara Pahing, Batara Pon, Batara Wage, dan Batara Kliwon.

Pada dasarnya, weton merupakan angka perhitungan pada hari, bulan dan tahun Jawa. Weton biasanya digunakan sebagai dasar semua perhitungan Jawa, misalnya: digunakan dalam perhitungan hari baik pernikahan, membangun rumah, boyongan atau pindah rumah jika dalam bahasa Indonesia, mencari hari baik pada awal kerja. Weton memiliki peranan penting distiap aspek kehidupan masyarakat Jawa pada zaman dahulu. Weton adalah hari Jawa yang terdiri dari Pahing, Pon, Legi, Wage, Kliwon, dan hari biasa seperti Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu sedangkan Pasaran itu adalah angka yang terdapat di hari biasa seperti hari, Senin berjumlah 4 (Empat), Selasa berjumlah 3 (Tiga), Rabu berjumlah 7 (Tujuh), Kamis berjumlah 8 (Delapan), Jumat berjumlah 6 (Enam), Sabtu 9 (Sembilan), dan Minggu 5 (Lima), Pon berjumlah 7 (Tujuh), Pahing berjumlah 9 (Sembilan), Wage berjumlah 4 (Empat), Kliwon berjumlah 8 (Delapan), Legi berjumlah 5 (Lima), dimana pada masyarakat Jawa ada yang percaya jika ada yang keluar rumah pada Weton mereka dan Pasarannya maka akan terkena musibah, seperti jika ada yang kelahiran Sabtu Pon jika keluar rumah pada hari Sabtu Pon maka akan terkena musibah misal kecelakaan atau tertimpa sial akan tetapi bergantung dari kepercayaan setiap individu untuk mempercayai hal tersebut.

Sistem penghitungan Weton dan Pasaran untuk di gunakan di pernikahan dalam masyarakat Jawa memang sedikit rumit dan sedikit memakan waktu dari sebab itu sedikit-demi sedikit di tinggalkan oleh masyarakat Jawa akan tetapi beberapa masyarakat masih menggunakan sistem Weton dan Pasaran dalam menentukan cocok tidaknya untuk berjodoh, menentukan hari dan tanggal pernikahan yang baik agar pelaksanaan dapat berjalan lancar dan tidak ada hal yang tidak di inginkan dalam menjalani pernikahan dan rumah tangga nantinya, karena sebelum melakukan penghitungan biasanya calon laki-laki dan perempuan di berikan wejangan apabila cocok atau tidaknya agar dapat menerima (Legawa).

Sementara itu, di dimensi yang lain  islam memiliki konsep yang meyakini segala hal baik dan buruk semuanya berasal dari Allah SWT, sebagaimana dalam firman-nya  "Dan dialah yang menciptakan tiap-tiap sesuatu lalu menentukan keadaan makhluk-makhluk itu dengan ketentuan takdir yang sempurna.” (QS. al-Furqon: 2) senada dengan sabda Nabi SAW:  "Bahwa engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhirat dan engkau beriman kepada taqdir sama ada yang baik maupun buruk." (al-iman, Hadits no. 99, Muslim), Secara garis besar weton hanya diperbolehkan untuk mengetahui sifat seseorang atau motivasi spiritual, namun jika sudah sampai taraf meyakini bahwa semua hal baik dan buruknya nasib seseorang maka hal tersebut di kategorikan sebagai perbuatan syirik (Ashari, 2010)

Syirik adalah dosa terbesar dalam Islam dan berarti menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu lain, baik berupa benda, manusia, maupun konsep. Dalam Al-Qur’an, syirik disebutkan sebagai dosa yang tidak dapat diampuni jika tidak diampuni sebelum kematian (QS. Al-Baqarah: 22, QS. An-Nisa’: 48)

Meyakini weton dalam konteks kesyirikan dapat juga dipandang dari berbagai aspek, antara lain:

Aspek Teologis

  • Mengesampingkan kekuasaan Allah: Jika seseorang percaya bahwa weton menentukan nasib, keberuntungan atau kesialan, maka itu dapat dianggap sebagai bentuk kesyirikan karena menyandarkan takdir kepada selain Allah SWT.
  • Menggantungkan harapan pada selain Allah: Meyakini weton sebagai penentu nasib dapat membuat seseorang menggantungkan harapan pada selain Allah, yang bertentangan dengan prinsip tawakkal (menggantungkan diri pada Allah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun