Sebelumnya, Gubernur Jokowi dan penerusnya Ahok berusaha menata kawasan tersebut. Mereka merelokasi pedagang yang sebelumnya semrawut ke Blok G. Mereka juga berani berhadap-hadapan dengan para preman di sana.
Saat ini, setelah Gubernur baru terpilih dilantik, kawasan itu menjadi berantakan kembali. Para Pedagang Kaki Lima (PKL) merajalela dan kembali berdagang. Menariknya, pemimpin Jakarta saat ini justru membolehkan itu dan menutup jalan tersebut untuk memfasilitasi mereka.
Hal itu membuat kekecewaan banyak pihak. Selain semakin ruwet, juga melanggar aturan yang berlaku. Tentunya juga merugikan banyak pihak, seperti sopir angkot yang kehilangan rutenya.
Saat dilantik kemarin, kita harus ingat bahwa Anies-Sandi membawa 23 janji politik yang diturunkan menjadi 154 program dan dirinci menjadi 473 kegiatan.
Sejauh ini baru beberapa yang berjalan. Namun itu pun menuai banyak kontroversi di 100 hari kepemimpinannya. Seperti program rumah 0 DP, program OK Trip, Oke Oce, penghentian reklamasi dan penutupan Alexis.
Beberapa kebijakan itu banyak yang belum tuntas, apalagi dikatakan sesuai rencana. Masih banyak yang 'bolong'.
Dengan demikian, bila kita dulu berharap Ibukota akan semakin maju tampaknya haru gigit jari. Karena yang ada merupakan sebuah kemunduran.
Momen 100 hari ini bisa menjadi indikator. Bila 100 hari kepemimpinan Jokowi-Ahok dulu kita optimis dan layak disebut 'pencapaian'. Maka, 100 hari kerja Anies-Sandi saat ini justru sebuah kemunduran.
Kita ingat betul, Jokowi-Ahok dengan tangan dinginnya mengurus kota Jakarta yang dulu semrawut itu. Sedangkan, Anies dengan tangan berlumpurnya malah mengeruk Kali Tegal Amba. Dan, Sandi dengan tangan lentiknya justru melambai pada PKL Tanah Abang.
Selamat datang, Ibukota Jakarta yang lama. Mundur kotanya, sedih warganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H